Bisnis Joki Tugas, Krisis Kredibilitas Dunia Pendidikan
Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah menjadikan tujuan pendidikan menjadi kapitalistik
Aktivitas sekolah hanya untuk mendapatkan gelar bukan untuk mendapatkan ilmu
Penulis Bunda Hanif
Pendidik
Siddiq-news.com, OPINI -- Bisnis joki tugas yang sedang viral di media sosial sungguh merupakan tantangan terjal dunia pendidikan. Bagaimana tidak? Banyak warganet yang terjun pada bisnis ini, begitupun sejumlah selebgram juga turut mempromosikannya. Bahkan ada salah satu akun penyedia jasa joki tugas memiliki lebih dari 280 ribu pengikut.
Bisnis ini menyediakan jasa untuk mengerjakan tugas mulai dari siswa SMP, SMA bahkan sampai mahasiswa S1 dan S2. Awalnya para pelaku bisnis menjaring konsumen melalui media sosial selanjutnya konsumen diarahkan ke aplikasi WhatsApp. Harga yang dipatok pun beragam sesuai dengan tugas yang dikerjakan. Misalnya harga untuk tesis adalah Rp4 juta, sedangkan untuk skripsi lebih murah. Tidak hanya tugas sekolah atau kuliah, bahkan tugas praktik kerja (PKL) pun diterima.
Keberadaan joki tugas sebenarnya bukan hal baru. Namun, dengan makin berkembangnya teknologi digital, joki tugas makin marak. Media sosial merupakan penghubung antara pengguna dan penyedia jasa. Joki tugas telah mendesain agar hasil tugas yang dikerjakan lolos aplikasi pengecek plagiarisme, Tentu saja tidak mudah bagi guru atau dosen memastikan sebuah tugas merupakan karya orisinal siswa /mahasiswa ataukah hasil perjokian. Apalagi jumlah tugas yang harus diperiksa sangat banyak, sedangkan guru/dosen tidak hanya mengurusi pembelajaran, tetapi juga disibukkan dengan tugas administratif dan tugas-tugas lainnya. Tidak mustahil tugas hasil perjokian akan lolos begitu saja dan pelakunya bisa mendapatkan nilai bagus.
Ya, fakta ini menunjukkan bahwa dunia pendidikan tengah mengalami krisis kredibilitas. Ijazah tidak bisa menjamin kemampuan seseorang di bidang pendidikannya. Seperti kasus yang belum lama viral yaitu kasus jurnal predator untuk memperoleh gelar guru besar. Belum lagi banyaknya kampus bodong yang telah meluluskan ribuan alumni.
Semua ini berpangkal tidak sahihnya tujuan pendidikan. Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah menjadikan tujuan pendidikan menjadi kapitalistik, yaitu untuk mencapai keuntungan materi. Aktivitas sekolah hanya untuk mendapatkan gelar bukan untuk mendapatkan ilmu. Dengan gelar tersebut mereka berharap mendapat pekerjaan yang dapat mendatangkan materi dalam jumlah banyak. Akhirnya demi mendapatkan gelar, semua cara dilakukan termasuk cara-cara curang seperti joki tugas.
Bagi pengguna jasa dan penyedia jasa sama-sama merasa tidak bersalah. Pengguna jasa tidak merasa sayang mengeluarkan uang untuk membayar joki asalkan tugasnya beres. Ia merasa nominal yang dikeluarkannya akan kembali lagi ketika dirinya sudah bekerja. Joki tugas juga tidak merasa bersalah telah berbuat curang, yang penting bisa mendapatkan uang.
Tujuan yang salah ini didukung oleh budaya serba instan yang saat ini tengah menjangkiti generasi. Generasi saat ini sudah terbiasa dengan kemudahan teknologi sejak lahir sehingga mereka memiliki mental serba instan. Ketekunan yang seharusnya dimiliki dalam menuntut ilmu terkikis oleh mental serba instan tersebut.
Permasalahan joki tugas tidak bisa dianggap remeh karena ini menyangkut kualitas generasi. Seharusnya pemerintah hadir menyelesaikan permasalahan tersebut. Kesalahan pandangan tentang tujuan pendidikan harus diluruskan. Pemerintah seharusnya bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti menjadi konsumen maupun penyedia jasa joki tugas. Bukan hal sulit menelusuri jejak digital mereka karena semuanya terpampang jelas di medsos.
Sayangnya, semua itu tidak dilakukan. Ketidakhadiran pemerintah dalam menyolusi permasalahan joki tugas telah menyuburkan atmosfir kapitalistik sekuler sistem pendidikan di Indonesia. Hasilnya, bisnis curang ini pun makin subur di tengah masyarakat.
Negara juga menyusun kurikulum berdasarkan kebutuhan pasar. Siswa dan mahasiswa disiapkan hanya untuk menjadi pekerja, jauh sekali dari motivasi untuk menjadi calon pemimpin sejati. Sejak awal pendidikan, siswa dididik dengan nilai-nilai kapitalistik. Sehingga wajar saja jika tujuan mereka bersekolah hanya demi mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi. Padahal seharusnya mereka memiliki tujuan bahwa ilmu yang mereka dapatkan harus bermanfaat bagi masyarakat bukan sekedar memperkaya diri sendiri.
Hal ini tampak jelas dengan minimnya pendidikan agama yang diberikan di sekolah. Moral etika dan akhlak tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang penting. Sedangkan materi numerasi dan literasi menjadi yang terpenting sehingga dilakukan berbagai cara demi mencapai target nilai tertentu. Sudah merupakan hal yang biasa terjadi di sekolah, jika ada siswa yang nilainya tidak melampaui target, sekolah mendapat teguran sehingga guru terpaksa mengatrol nilai.
Lepas tangannya negara juga terjadi di perguruan tinggi. Mahalnya UKT telah menghilangkan kesempatan banyak orang memperoleh pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan juga menjadi salah arah. Tidak lagi mencerdaskan anak bangsa tetapi mencetak para pekerja untuk mengisi industri para kapitalis.
Begitulah yang terjadi jika arah pendidikan ini berdasarkan sistem sekuler kapitalistik. Menyelesaikan problem joki tugas ibarat menegakkan benang basah, sangat susah. Output yang dihasilkan oleh sistem pendidikan saat ini begitu lemah dalam moral dan berkualitas rendah. Tak heran jika kita mudah dikuasai asing.
Dengan kualitas output yang demikian rasanya mustahil mewujudkan Indonesia Emas pada 2045. Jangan-jangan yang ada justru Indonesia cemas. Masalah joki tugas tidak bisa diselesaikan secara teknis, melainkan harus sistemis yaitu dengan menetapkan tujuan yang sahih dalam pendidikan.
Di dalam Islam, tujuan pendidikan memiliki arah yang jelas yakni :
Pertama, membangun kepribadian, pola pikir dan jiwa Islami yaitu dengan cara menanamkan tsaqafah Islam berupa akidah, pemikiran dan perilaku Islami kepada peserta didik.
Kedua, mempersiapkan generasi muslim agar di antara mereka kelak menjadi ulama-ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu terapan. Siswa akan dididik untuk menjadi sosok berkepribadian Islam yang menjadikan halal haram sebagai tolok ukur dari setiap perbuatan. Siswa seperti ini tidak akan melakukan kecurangan dalam menuntut ilmu. Setiap proses dalam menuntut ilmu dinikmati dengan sabar. Dengan demikian akan lahir generasi yang menghargai proses bukan generasi serba instan.
Di dalam sistem pendidikan Islam, peserta didik diberikan pemahaman bahwa ilmu yang mereka miliki haruslah membawa kemaslahatan bagi umat, dengan demikian mereka akan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Orientasi mereka dalam menuntut ilmu tidak semata duniawi melainkan akhirat.
Negara Khilafah juga menyusun kurikululum yang membentuk ketakwaan dan keahlian dalam tsaqafah dan ilmu pengetahuan. Akidah Islam akan menjadi asas yang mendasari semua ilmu, sehingga membentuk kepribadian siswa yang pada akhirnya mereka menjadi generasi yang cerdas dalam literasi, numerasi dan tsaqafah sekaligus memiliki adab dan akhlak yang mulia.
Sistem pendidikan dalam Khilafah telah menghasilkan orang-orang yang bertakwa dan memiliki keahlian dalam ilmu pengetahuan. Bahkan telah menjadi yang terbaik di dunia. Dari sistem pendidikan Islam lahirlah para ulama dan ilmuwan yang hasil karyanya bermanfaat bagi umat manusia hingga saat ini. Ini adalah bukti bahwa kualitas pendidikan Islam memang luar biasa. Tidakkah kita menginginkannya?
Wallahualam bissawab. []