Haruskah Gen Z Bekerja Ke Luar Negeri?
Tingginya pengangguran di usia produktif adalah akibat dari pembangunan dengan penerapan sistem kapitalis liberal
Pembangunan hanya berorientasi ekonomi, yaitu bertambahnya pendapatan negara, bukan pada kesejahteraan rakyat
Penulis Wiwin
Pegiat Literasi
Siddiq-news.com, OPINI -- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bandung beberapa kali menggelar pelatihan untuk calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan tujuan negara Jepang.
Kepala Disnakertrans, Rukmana mengatakan bahwa Jepang merupakan salah satu negara yang membutuhkan banyak tenaga kerja dari luar, terutama untuk pekerjaan jasa seperti perawat dan pengasuh orang tua. Orang Jepang umumnya pekerja keras sehingga tidak ada waktu untuk mengurus orang tua (AYO BANDUNG, 1/8/2024).
Pelatihan dilaksanakan selama beberapa bulan secara gratis bagi warga kabupaten Bandung. Mereka dilatih untuk menguasai bahasa, pekerjaan dan budaya Jepang. Setelah lulus pelatihan, mereka dikirim ke Jepang dan dijanjikan akan menerima gaji sekitar Rp20 juta.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menghimbau agar para calon PMI mendaftar secara resmi melalui Disnakertrans sehingga mendapat perlindungan dari negara. Calon PMI yang berangkat ke luar negeri secara ilegal rentan mendapat perlakuan buruk. Selama 3 tahun BP2MI bekerja, sudah ada 94 ribu PMI ilegal yang dipulangkan, 1900 orang meninggal dan 3600 orang sakit, depresi bahkan sampai cacat fisik. PMI ilegal mudah kena tipu seperti jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan, terjebak jadi admin judi online atau diperjualbelikan sebagai pekerja di tempat hiburan oleh agen di sana dan sulit pulang ke Indonesia (Antara news 24/5/2023).
Sedangkan pekerja yang berangkat secara legal melalui Disnakertrans, selain mendapat pelatihan gratis, ia akan mendapatkan fasilitas pinjaman dengan bunga rendah untuk bekal serta dihormati negara sebagai pahlawan devisa.
Namun apapun jalur yang ditempuh, legal ataupun tidak legal, seharusnya para pemuda Indonesia bekerja di negaranya sendiri, mendapatkan lapangan kerja yang sesuai dan memajukan negaranya. Bagaimana pun bekerja di negara sendiri tentu lebih terlindungi dan lebih menguntungkan secara ekonomi maupun bagi psikis pekerja.
Sungguh aneh ketika gelombang PHK terus terjadi, pemerintah kemudian mendorong para pemudanya untuk bekerja di luar negeri. Di lain sisi pemerintah mengijinkan orang asing bekerja di Indonesia. Ada apa ini? Kenapa Pemerintah lebih memperhatikan tenaga kerja asing daripada rakyatnya?
Pemerintah seakan lupa kalau penyediaan lapangan pekerjaan bagi rakyat adalah kewajiban negara. Seharusnya dengan berlimpahnya sumber daya alam di Indonesia, menjadi alasan dan modal bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat. Namun nyatanya negara telah melakukan kezaliman dengan memberikan kesempatan bagi asing untuk mengelola SDA.
Fatma Sunardi menyoroti banyaknya gen Z menganggur di negeri ini dan memilih bekerja di luar negeri walau penuh resiko. Menurut Fatma, lapangan pekerjaan di Indonesia memang dipersulit karena negara tunduk pada perdagangan global dan ekonomi kapitalistik yang menciptakan kemiskinan bagi rakyat dan ketimpangan sosial. Dengan alasan pendidikan rakyat tidak sesuai, pemerintah merumahkan para pekerja dan menggantinya dengan tenaga kerja asing.
Berdasarkan data dari BPS, sampai Agustus 2023 terdapat 9.896.019 jiwa generasi Z, kelahiran tahun 1997-2012 menganggur. Tingginya pengangguran di tingkat usia produktif adalah akibat dari pembangunan dengan penerapan sistem Kapitalis liberal. Di mana pembangunan hanya berorientasi ekonomi, yaitu bertambahnya pendapatan negara. Bukan pada kesejahteraan rakyat.
Dorongan pemerintah agar para pemuda bekerja ke luar negeri hanyalah bentuk lepas tanggung jawab untuk menyediakan lapangan kerja. Tidak ada niat baik untuk mengurus rakyat dalam tanggung jawabnya.
Tentu sangat berbeda dengan negara Khilafah yang menerapkan sistem Islam. Penguasa diwajibkan menjadi pengurus (raa'in) dan pelindung (junnah) bagi rakyatnya. Pengurusan atas rakyat akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt..
Al-Qur'an dan As-Sunnah menempatkan SDA sebagai milik umum sehingga tidak boleh diswastanisasi. SDA harus dikelola negara dengan membangun industri yang kuat dan besar sehingga membuka lapangan kerja yang banyak bagi rakyat.
Pendidikan dilandasi oleh pendidikan akidah sehingga menghasilkan generasi berkepribadian Islam yang kuat fisik dan mentalnya. Fasilitas pendidikan didukung penuh oleh negara Khilafah. Para pemuda tinggal belajar ilmu agama dan teknologi setinggi-tingginya, untuk kemudian ditempatkan di tempat pekerjaan yang sesuai. Khilafah akan mengutamakan generasi pribumi untuk bekerja di negerinya sendiri. Wallahualam bissawab. []