Penyediaan Alat Kontrasepsi Merusak Generasi
Kebijakan seperti ini jelas akan menjerumuskan generasi pada jurang kehancuran
Spirit paham kebebasan sangat tampak pada kebijakan yang jauh dari akidah Islam dan hukum syarak
Galuh Metharia
Aktivis Muslimah, Ngaglik, Sleman, DIY
Siddiq-news.com, OPINI -- Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2024 terkait Peraturan Pelaksanaan UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
PP yang diteken pada 26 Juli 2024 tersebut terdiri dari 1.172 pasal dengan 172 halaman. Beberapa poin di dalamnya memunculkan kontroversi di berbagai kalangan masyarakat, khususnya terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja. Penjelasan mengenai kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja diatur di dalam Pasal 103 Ayat (1). Berdasarkan ayat tersebut disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Lebih lanjut, soal pelayanan kesehatan reproduksi, dirinci pada Pasal 103 ayat (4), salah satunya penyediaan alat kontrasepsi yang berbunyi sebagai berikut: "Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: (a) deteksi dini penyakit atau skrining; (b) pengobatan; (c) rehabilitasi; (d) konseling; dan (e) penyediaan alat kontrasepsi." (cnnindonesia, 06/08/2024).
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Biro Komunikasi publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, membantah PP No.28/2024 khususnya Pasal 103 ayat (4) sebagai bentuk fasilitasi hubungan seks di luar pernikahan. Siti Nadia menjelaskan bahwa layanan kontrasepsi hanya diperuntukkan anak usia muda yang sudah menikah. Ia meminta semua pihak untuk bersabar dan tidak menafsirkannya masing-masing terlebih dahulu. Penjelasan rincinya, kata Nadia akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang sedang disiapkan (rri.co.id/nasional, 07/08/2024).
Tolak Tegas PP No.28/2024
Tentu saja, pernyataan Kemenkes di atas hanyalah opini subjektif saja, karena secara faktual, Pasal 103 hanya berfokus pada persoalan sistem reproduksi yang sasarannya adalah anak usia sekolah dan remaja. Artinya pernyataan itu bersifat umum, tidak ada keterangan khusus untuk pasangan suami istri remaja atau pelajar yang sudah menikah. Berdalih pendidikan seks dan edukasi tentang kesehatan reproduksi, penyediaan alat kontrasepsi pun menggelinding menyasar pelajar dan remaja. Sasaran utama kebijakan ini adalah meningkatkan kesadaran tentang pemakaian alat kontrasepsi yang membuat anak muda memiliki pilihan-pilihan yang tepat atas kesehatan seksual dan reproduksi. Lebih jauh lagi, hal ini berkaitan dengan isu aborsi, pernikahan dini, kehamilan tidak direncanakan, dan kematian ibu saat melahirkan, serta stunting pada bayi yang berpotensi besar kerap terjadi. Sungguh, ini solusi yang menyesatkan.
Dampak yang paling berbahaya dari PP No.28/2024 adalah adanya legalisasi seks bebas di luar nikah pada kalangan anak usia sekolah dan remaja. Sebab, poin yang ditegaskan pada aturan tersebut sekadar edukasi seks aman, tanpa memperhatikan seks halal atau haram. Kebijakan seperti ini jelas akan menjerumuskan generasi pada jurang kehancuran. Spirit paham kebebasan sangat tampak pada kebijakan yang jauh dari akidah Islam dan hukum syarak. Imbasnya, akan memunculkan pemikiran yang justru berpotensi menstimulasi naluri seksual secara binal. Lebih jauh lagi, terbitnya PP No.28/2024 adalah bukti kelalaian negara dalam mewujudkan kemaslahatan publik dan jaminan masa depan generasi.
Adanya regulasi ini membuka mata bahwa negeri berpenduduk mayoritas Muslim ini berkiblat pada Barat dalam mengatur urusan masyarakat. PP tersebut membuktikan bahwa Indonesia mengadopsi sistem kapitalisme sekuler yang meninggalkan nilai-nilai agama dalam bernegara. Jika pemerintah bermaksud melindungi generasi dari ancaman kerusakan, sudah selayaknya negara mencabut dan membatalkan PP28/2024 berikut undang-undangnya. Apa pun niat baik dan tujuan pemerintah dalam pengesahan kebijakan ini, normalisasi perzinaan di kalangan pelajar dan remaja haruslah ditolak. Masyarakat pun harusnya tidak diam dengan kebijakan yang memandang remeh dosa Allah Swt.. Sebab, ini merupakan bentuk kemaksiatan sistemis yang terorganisir oleh negara.
Keharaman zina telah ditegaskan Allah Swt. dalam firman-Nya, “Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).
Diakui atau tidak, pemerintah negeri ini sebenarnya sudah memahami bahwa kondisi generasi sekarang sedang tidak baik-baik saja, bahkan sudah pada tahap yang mengkhawatirkan. Banyak generasi muda yang menganggap hubungan seksual sebelum pernikahan adalah hal yang wajar. Akibatnya, terjadi peningkatan angka pernikahan dini karena kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, tingginya HIV/AIDS, hingga kasus bunuh diri. Sayangnya, solusi yang dihadirkan tidak menyentuh akar permasalahan. Di mana kerusakan generasi hanyalah sebagian imbas dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme sekuler yang mengesampingkan aturan Allah Swt. memandang tujuan hidup manusia hanya untuk terpenuhinya kebutuhan jasadiyah dan materi. Dari sini, lahirlah kebijakan-kebijakan yang dipenuhi hawa nafsu semata.
Islam Menjaga Kemuliaan Generasi
Hal ini sangat berbeda, manakala kehidupan diatur dengan aturan Islam dalam segala aspek kehidupan. Negara dalam sistem Islam berperan sebagai pengurus dan pelindung umat. Islam mengajarkan bahwa pemimpin (khalifah) berkewajiban menjaga rakyatnya agar tetap berpegang teguh pada syariat Islam. Seorang khalifah memiliki kesadaran penuh atas pertanggungjawaban kepemimpinannya di hadapan Allah Swt.. Karena itu, ia akan menggunakan kekuasaannya untuk menerapkan hukum Allah Swt. atas rakyat dan tidak akan membuat kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti melegalkan perzinaan. Dalam sistem Islam, negara akan menerapkan sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam pada setiap warganya. Pelajaran yang diajarkannya pun akan dijauhkan dari paham-paham yang merusak akidah.
Negara akan memberikan edukasi melalui berbagai sarana dan media dengan pengawasan yang sangat ketat. Para generasi muda pun akan beramal dengan memahami terlebih dahulu, apakah amal tersebut bertentangan dengan syariat Allah Swt. atau tidak. Lebih dari itu, mereka akan menyibukkan diri dengan kewajiban-kewajiban kepada Allah Swt. termasuk menuntut ilmu, baik dalam tsaqofah Islamiyah maupun sains dan teknologi. Ditambah lagi, sistem sanksi yang diterapkan oleh negara bersifat tegas dan menjerakan. Demikianlah, bentuk penjagaan kemuliaan generasi yang hanya bisa diwujudkan dalam sistem kehidupan Islam bukan yang lain.
Wallahualam bissawab. []