Program Booming, Kunjungan Kerja I am Coming
Seharusnya fokus negara pada mewujudkan kesejahteraan
Ketika kondisi sejahtera, maka apapun persoalannya bisa selesai, bukan malah kunjungan sana-sini
Penulis Rut
Sri Wahyuningsih
Institut
Literasi dan Peradaban
Siddiq-news.com, OPINI -- Baru saja viral, kunjungan influenzer Indonesia ke IKN, mereka diundang oleh Presiden Joko Widodo. Entah apa tujuannya, yang jelas sukses menimbulkan kegaduhan tentang dana siapa yang dipakai, secara mereka adalah artis yang dibayar karena modal wajah dan keartisan mereka.
Kemudian menyusul berita rencana kunjungan relawan Jokowi ke IKN, tak tanggung-tanggung, 500 orang. Menkeu Sri Mulyani mengatakan mereka jelas pakai dana APBN, sementara ketua Projo yang sekaligus Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie membantah bahwa dana negara digunakan untuk mendanai kedatangan relawan.
Masih soal kunjung mengunjungi, agak senyap dari penberitaan, tetapi tetap membuat rakyat mengusap dada, sebab pasti menggunakan dana APBN, sedangkan yang jadi proyeknya belum tentu berimbas pada pemenuhan kebutuhan rakyat secara seratus persen.
Kali ini yang berkunjung ke Stockholm, Swedia adalah Delegasi Komisi IV DPR RI dari tanggal 19-22 Mei 2024, dalam rangka mempelajari program makan siang dan susu gratis di negara itu untuk diterapkan di Indonesia seiring janji kampanye presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Mereka yang pergi adalah Ketua Komisi IV DPR RI, Budhy Setiawan dan Wakil Ketua, Budisatrio Djiwandono. Ada juga Ketua Badan Pangan Nasional, Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Dirjen PSKL KLHK, serta perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perhutani, serta PT Pupuk Indonesia, semua dalam rangka penjajakan. (detik, 23/5/2024).
Kenneth G. Forslund, selaku Wakil Ketua I Rikdag (Badan Legislatif Nasional dan Badan Pembuat Keputusan Tertinggi Swedia), Ketua Kelompok Persahabatan Parlemen Indonesia-Swedia Adam Reuterskiold, perwakilan dari Komite Pertanian dan Lingkungan Hidup Parlemen Swedia, dan anggota lainnya bertugas menemui para delegasi Indonesia selama di Stockholm.
Selain pertemuan resmi, delegasi juga berkunjung ke beberapa lokasi penting, termasuk peternakan dan perkebunan Bona Gard, serta Fish & Seafood Market. Pernyataan Duta Besar RI untuk Swedia Kamapradipta Isnomo menguatkan maksud kunjungan yaitu memperkuat hubungan bilateral Indonesia dan Swedia berharap ada kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas SDM menjelang Indonesia Emas 2024.
Kunjungan Nir Manfaat Menghabiskan Uang Rakyat
Kunjungan kerja dengan maksud studi banding jamak dilakukan oleh lembaga pemerintahan di negeri ini, tetapi apakah membawa dampak perbaikan yang signifikan? Sepertinya tidak sama sekali. Keadaan rakyat tetap menderita, sengsara, bodoh, hingga miskin tingkat ekstrem. Bahkan prestasi terakhir jumlah penganggurannya nomor satu di ASEAN.
Pun tak luput dari agenda kunjungan, terkait program makan bergizi. Pengunggah program belum dilantik, banyak pihak sudah berusaha mensosialisasikan, studi banding, hingga simulasi. Programnya sendiri, dari nama, sasaran yang bakal diberi makan gratis, jenis makanannya hingga harga perpaketnya sudah berganti berulang.
Nyata memang ini adalah program tanpa fokus yang kuat. Malah lebih terlihat membebek pada kebijakan negara lain yang sudah lebih dulu menerapkannya termasuk Swedia. For your information, negara Swedia sendiri menerapkan program makan gratis ini sejak 1940. Negara Swedia termasuk negara kaya di dunia, sehingga tujuan pemberian makanan ini bukan perbaikan gizi bahkan pencegah stunting, tetapi lebih ke budaya makan sehat itu sendiri.
Sebagaimana revisi pedoman pemberian makananan sehat di tahun 2019 yang melibatkan pandangan holistik yang disebut ‘the meal model’, yaitu: 1) rasa, 2) keamanan makanan, 3) kandungan gizi, 4) ramah lingkungan, 5) menyenangkan, 6) terintegrasi sebagai bagian dari pendidikan.
Apa yang bisa diperbandingkan dengan Indonesia? Sejahtera saja belum mana mungkin bisa membudayakan makanan sehat bergizi? Apalagi negara ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, sangatlah mustahil tercipta tujuan suksesnya program makan bergizi gratis.
Apa sebab? Kapitalisme jelas akan memberikan kesempatan terbesar mengelola faktor-faktor ekonomi kepada swasta, sebagai konsekwensi meminimalisasi peran negara agar tidak otoriter dan lebih inovatif. Negara hanya operator regulasi, ketok sana ketok sini berbagai peraturan. Tidak sesuai buat perubahan, belum ada buat aturan baru demikian seterusnya.
Padahal, nyata sekali akibat jika negara tak hadir. Pendapatan dari pengelolaan faktor-faktor ekonomi yang salah satunya adalah sumber daya alam sangatlah besar. Tak habis karena depositnya di alam sungguh luar biasa. Sejatinya inilah karunia Allah Swt. atas negeri-negeri kaum muslim. Karena tak berdaulat dan berkuasa, maka negara memenuhi kebutuhan operasionalnya melalui pajak dan utang luar negeri.
Menkeu Sri Mulyani memaparkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) SDA migas tercatat Rp36,7 triliun. Realisasi ini telah setara 33,3% dari target APBN 2024. Sedang SDA nonmigas turun menjadi Rp39,2 triliun dari Rp57,6 triliun, turunnya 31,9% (kontan, 29/5/2024).
Artinya postur PNBP lebih kecil nilainya dibanding PNBP migas, padahal hampir semua sumber migas, tambang dan kekayaan alam lain Indonesia hanya memiliki saham yang minimal, karena sebagain besarnya sudah dilempar kepada investor asing. Baik melalui perjanjian bilateral, multilateral ataupun karena bekerjasama dalam kesepakatan perdagangan bebas.
Islam Solusi Hakiki Hapus Kemiskinan
Seharusnya fokus negara pada mewujudkan kesejahteraan, sebab ketika kondisi sejahtera, maka apapun persoalannya bisa selesai termasuk stunting, gizi buruk, dan lain sebagainya. Bukan kemudian berkeliling kunjungan sana-sini atau kampanyekan kehidupan seolah baik-baik saja.
Rakyat lagi yang menderita, sudahlah dipungut pajak, akses kepada faktor ekonomi semisal lapangan pekerjaan sangatlah dipersempit. Bukannya fokus pada pertanian atau perikanan misalnya, sehingga tercipta ketahanan pangan tetapi justru teken kontrak impor bahan baku, alasannya karena hubungan baik dengan negara-negara pengimpor.
Pasar pun tak berdaya akibat ulah tengkulak nakal dan mafia penimbun bahan pokok. Semua ini diperburuk dengan SDM yang tak berkualitas, sebab akses pendidikan juga tak teraih semua kalangan masyarakat. Kurang bukti apalagi untuk mengatakan bahwa kapitalisme batil, sistem buatan manusia selamanya tak akan bisa wujudkan kesejahteraan hakiki. Justru yang muncul adalah masalah baru menambah pelik masalah sebelumnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Maka, dengan dalil inilah setiap pemimpin dalam Islam berkewajiban menjaga rakyatnya sebagai amanah.
Dengan cara mengganti sistem batil dengan sistem Islam, tak hanya makan siang bergizi yang bisa diwujudkan, tetapi juga kewibawaan dan kedaulatan negara di hadapan negara lain terutama kafir akan benar-benar menggetarkan mereka. Mereka yang kelak berkiblat kepada negara Islam sebagaimana dahulu pernah terjadi dalam sejarah kejayaan Islam, di mana kerajaan Inggris mengirim putri mereka untuk menempuh pendidikan di negara khilafah. Wallahualam bissawab. []