Simsalabim! 2024 Kemiskinan Ekstrem Nol
Bukti lain yang makin menguatkan buruknya strategi ini adalah adanya pemberdayaan perempuan
Baik sebagai pengakuan kesetaraan gender juga sebagai mesin ekonomi
Penulis Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Siddiq-news.com, ANALISIS -- Kembali Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengeluarkan pernyataan yang fantastis. Jika sebelumnya Menteri Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P, mengatakan pelaku judi online akan diberi bantuan sosial (Bansos), kini melalui Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Nunung Nuryartono mengatakan angka kemiskinan ekstrem Indonesia telah turun menjadi 0,83%. Empat Bulan Lagi Jadi 0% (detik.com, 26-8-2024).
Memang boleh seyakin itu? Nunung mengatakan capaian ini telah sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022. Selain adanya kerja sama antar pemangku kebijakan, pemerintah juga menerapkan tiga strategi besar pertama penurunan beban, kedua peningkatan pendapatan dan ketiga pengurangan kantong kemiskinan.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan, Pulau Jawa menjadi wilayah terbesar penduduk miskinnya, yaitu sebesar 13,24 juta orang. Didominasi sektor pertanian. Oleh karenanya akan menjadi prioritas utama selanjutnya. Tahun ini, Jawa Timur, menyatakan sudah bisa menurunkan kemiskinan ekstrem sebesar 3,74% poin dalam kurun waktu tahun 2020-2024. Maka target berikutnya kemiskinan ekstrem 0 persen di akhir 2024.
Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono, merasa optimis mampu mewujudkannya, andalannya adalah akumulasi dan konsistensi kebijakan program penanganan kemiskinan yang terintegrasi dengan baik selama 5 tahun ke belakang, yakni di bawah kepemimpinan Ibu Khofifah Indar Parawansa dan Pak Emil Elestianto Dardak.
Apalagi, Adhy menyebutkan ada program penanggulangan kemiskinan Jatim Satya yakni Jatim Sejahtera dan Mulia. Sebagaimana pusat, juga memiliki tiga strategi yaitu pertama, memenuhi kebutuhan dasar dan mengurangi beban pengeluaran berupa PKH Plus, Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas (ASDP), Pembiayaan Kesehatan Untuk Masyarakat Miskin (Biakesmaskin) Pendidikan Gratis Berkualitas (KANTISTAS) melalui Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP).
Kedua, meningkatkan pendapatan berupa Program Pemberdayaan Usaha Perempuan (Jatim Puspa), Program Pemberdayaan Ekonomi Kolaboratif, Inklusif, Berkelanjutan, Mandiri dan Sejahtera (Peti Koin Bermantra).
Ketiga, Program Kredit Sejahtera (Prokesra), bantuan permodalan untuk BUMDesa, bantuan usaha untuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan bantuan usaha untuk Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) (detik, 26-8-2024).
Upaya Setengah Hati
Benarkah strategi ini murni pemikiran pemerintah? Pada tahun 2015, PBB telah membuat 17 tujuan mengatasi tantangan global pembangunan internasional. Dikumpulkanlah pemerintah nasional, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, pemimpin agama, dan warga negara dari seluruh dunia.
Resmilah apa yang disebut tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang membahas serangkaian isu yang komprehensif dan saling terkait, di antaranya mempromosikan tata kelola pemerintahan yang baik; mengakhiri penyakit yang dapat dicegah seperti HIV/AIDS dan malaria; mencegah kematian ibu; meningkatkan akses terhadap pendidikan, makanan, dan sanitasi; mengurangi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim; dan memastikan kesetaraan gender.
Dalam peluncuran SDGs, Amerika kembali memainkan perannya sebagai pengusaha dunia sekaligus pengemban ide kapitalisme dengan sebanyak mungkin memasukkan ide-ide mereka sendiri ke dalam proses tersebut.
SDGs yang dihasilkan secara luas mencerminkan banyak kebijakan luar negeri dan prioritas pembangunan AS yang telah diperjuangkan oleh Demokrat dan Republik selama bertahun-tahun. (betterwordcampaign.org).
Ada 193 negara anggota, termasuk Indonesia, diperbolehkan (baca: dipaksa) menyetujui serangkaian tujuan bersama tersebut, yang tak sedikit ada pengaruh AS untuk menjadikan sebuah pencapaian tersendiri. Ke depannya, AS harus tetap terlibat dan menggunakan posisinya sebagai pemimpin global untuk membantu memastikan bahwa standar yang signifikan tetapi dapat dicapai ini menjadi lebih dari sekadar kata-kata. Termasuk memerangi musuh bersama yaitu kemiskinan ekstrem.
Dari sinilah, mengapa kebijakan pemerintah bisa dikatakan sebagai kebijakan setengah hati, pemerintah tak akan berjalan lebih jauh jika tidak ada ratifikasi terbaru dari pemimpin global saat ini. Masih berharap ada perhatian seratus persen terhadap nasib rakyat? Bahkan dengan kebijakan global ini, kemiskinan ekstrem terus dipelihara, apalagi jika supaya mudah selamanya menancapkan cakar hegemoni kapitalisme.
Bukti lain yang makin menguatkan buruknya strategi ini adalah adanya pemberdayaan perempuan, baik sebagai pengakuan kesetaraan gender juga sebagai mesin ekonomi. Meskipun ada faktor lain seperti pemberian modal berbasis riba, tetapi jika sudah perempuan ditarik ke ranah publik dan diminta" bertanggungjawab" mengatasi problem kemiskinan ekstrem jelas salah besar.
Yang ada adalah menyelesaikan masalah dengan membuat masalah baru. Setiap kebijakan pemerintah, selain tak diambil dari pemikiran sendiri juga selalu tak menyentuh persoalan mendasar, wajar jika kemiskinan terus ada.
Masalah kemiskinan ini erat dengan kesulitan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan hari ini, peran negara hanya regulator kebijakan yang semakin memudahkan masuk ke dalam negeri para pemilik modal atau investor asing atau swasta kemudian mengelola kekayaan alam Indonesia yang sebenarnya milik umat.
Di sisi lain, meski pemerintah gencar membuka job fair, BUMN membuka lowongan, namun tetap saja jumlah lapangan kerja tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja. Baik dengan alasan usia maupun jenis ketrampilan dan pendidikan yang tidak macth dengan lowongan pekerjaan. Namun sejatinya lebih dipengaruhi hasil kerjasama negara dengan pihak asing atau aseng yang kemudian menghasilkan MOu dimana kerjasama ini tak hanya menyertakan modal atau teknologi, tapi juga manusia pekerjanya.
Maka, para para lelaki baligh makin sulit mencari kerja. Malah, lowongan pekerjaan didominasi untuk perempuan. Bisa jadi karena perusahaan sedang melakukan efisiensi biaya produksi agar tetap bisa bertahan, karena perempuan dari sisi upah lebih murah dan lebih mudah diatur. Di era inflasi seperti saat ini makin sedikit menimbulkan konflik akan semakin aman bagi perusahaan. Sebab, demo menuntut kenaikan upah atau penghapusan tenaga kontrak lebih berisiko mematikan usahanya.
Dari strategi ketiga yaitu penambahan modal dari pihak ketiga ternyata juga makin menaikkan angka kemiskinan ekstrem, dengan pemerintah memberikan kewenangan swasta melaksanakan salah satunya program corporate social responsibility (CSR). Ditambah dengan pengesahan kebijakan pro pengusaha seperti omnibus law, BPJS, mengurangi atau mencabut subsidi, dan lainnya.
Solusi Islam Jelas Wujudkan Kesejahteraan
Tak ada cara terbaik mengurangi kemiskinan ekstrem selain dengan Islam, oleh karenanya bisa dikatakan berkhayal tingkat tinggi jika dalam empat bulan dipastikan angka kemiskinan ekstrem akan menuju angka nol persen. Kapitalisme tidak akan pernah bisa mewujudkan kondisi itu.
Maka, Islam sebagai aturan lengkap tak hanya terkait ibadah namun juga solusi bagi semua problematika umat, memiliki mekanisme jitu dalam mengatasi, di antaranya, pertama, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Dengan mewajibkan laki-laki mencari nafkah untuk keluarganya. Diserahkan kepada kerabat dekat jika tidak bisa dan diambil negara jika memang yang dimaksud tak memiliki kesanggupan.
Kedua, Islam menetapkan kepemilikan menjadi tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Pemanfaatan oleh Individu tidak ada ketetapan lain selain mengikuti hukum syara, namun lain halnya dengan kepemilikan umum, seperti SDA, yang hanya boleh dikelola negara, sementara swasta tidak. Hasilnya akan digunakan negara membiayai seluruh kewajiban negara yaitu melayani umat.
Ketiga,
bagi individu rakyat yang membutuhkan, negara boleh memberikan tanah untuk
mengelola. Keempat, pembangunan ekonomi akan bertumpu pada muamalah riil, dan
bukan berbasis ribawi dengan negara lain
sekaligus tidak menjadikan pajak sebagai pendapatan utama negara. Wallahualam
bissawab. []