Tren Gen Z Bunuh Diri, Apa Masalahnya?

Daftar Isi

Kegagalan insitusi pendidikan, adalah menjauhkan generasi dari pemahaman keimanan terhadap Allah Swt.

Bagaimana mungkin, mampu mencetak generasi tangguh apabila individu tersebut tidak mempunyai prinsip ideologis untuk mengatasi masalah

 

Penulis Anastasia S.Pd.

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Dengan keinginan yang gigih, dan optimisme yang tinggi, Indonesia tengah bermimpi berjalan menuju "Indonesia Emas 2045". Visi ini bukanlah angan-angan, tetapi keinginan yang harus dijalankan untuk mengisi bangsa Indonesia menjadi unggul. Oleh karena itu negara saat ini, sedang berusaha semaksimal mungkin melakukan kebijakan strategisnya untuk bisa menyalurkan potensi Generasi Z, meraih Indonesia Emas 2045. Begitu bentuk narasi yang sekarang sedang dikampanyekan pemerintah. 

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, di waktu Indonesia Emas 2045,  merupakan waktu anak-anak generasi Gen Z memimpin negara ini, yaitu anak-anak kalangan generasi milenial dan Generasi Z di saat ini. Hal ini disampaikan oleh Menko PMK. Kemenkopmk.go.id (05/03/2024).

Di waktu yang sama, Menko PMK berujar, bahwa kalangan milenial sekarang, prestasi dan SDM lebih produktif dan inovatif dibandingkan generasi pemimpin di zaman yang lalu. Hal ini disebabkan oleh adanya kecanggihan teknologi dan informasi, yang menjadi makanan sehari-hari Gen  Z. 

"Oleh sebab itu, kita harus memberikan masa depan Indonesia kepada Gen Z, karena hal demikian sesuai yang pasti terjadi di masa yang akan datang. Yaitu menyambungkan estafet kemajuan Indonesia ke tangan kepemimpinan muda-mudi yang sekarang hidup saat ini," ujarnya.

Namun di tengah gempitanya harapan menuju Indonesia Emas 2024 tersebut, kita tidak bisa menafikkan fakta bahwa Gen Z Sekarang memiliki kecenderungan dalam penyimpangan sikap yang berakibat pada munculnya ganggu kesehatan mental. Hal ini tengah menghantui Gen Z. Apa yang diharapkan oleh pemimpin kita, justru keadaan berbicara sebaliknya. Gen Z kita diwarnai oleh isu bullying, eksistensi pada kekayaan atau bahasa gaulnya flexing, tindak kekerasan yang berujung kriminal, bahkan yang terburuk adalah maraknya fenomena bunuh diri.

Data menunjukkan, sebanyak 6,1 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental. Dikatakan pula, grafik angka  kematian di masa remaja saat ini  melonjak tajam sampai 200 persen. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengendalikan perilaku dan emosi.

Tentu kita masih ingat dengan kasus, mahasiswa universitas swasta di Jogja yang ditemukan tewas mengenaskan, dengan gantung diri, di daerah Depok, Sleman pada Rabu (6/12/2023). 

Di tempat yang berbeda, dengan waktu yang tidak lama, kasus bunuh kembali terjadi di daerah Jakarta Timur, Kamis (30/11/2024). 

Marak kasus bunuh diri di kalangan Gen Z tentu sangat mengkhawatirkan. Hal ini mendapat respon dari dr Lahargo Kembaren, SpKJ, yang membenarkan adanya tren tingginya kasus masalah kesehatan mental ataupun gangguan kejiwaan pada generasi Gen Z.

"Ditemukan tren besarnya kasus masalah  mental dan gangguan kejiwaan pada anak-anak usia remaja, atau dewasa muda. Benar sekali, di tempat kerja klinik kesehatan mental kasus ini sangat meningkat, dan saya memang sering mendapatkannya," Detik  (12/12/2023).

Mengurai Benang Kusut Kesehatan Mental

Memang sangat berat hidup di sistem kapitalisme bagi siapa pun, tak terkecuali Gen Z. Apalagi saat ini, teknologi tengah mencekram segala generasi. Sayang dari semua kalangan, Gen Z yang saat ini tengah hidup di dalamnya merupakan usia produktif yang tengah gencar-gencarnya mempergunakan teknologi. Di waktu yang sama, kapitalisme tengah menjadi ideologi yang menjerat dunia, melahirkan pandangan hidup yang serba bebas, dan menjauhkan agama dari manusia. Akhirnya generasi yang terpapar teknologi tidak mempunyai prinsip hidup yang kuat. Mereka adalah generasi pengekor, karena ruang lingkup sosial mereka telah dikudeta oleh sosial media. Mereka hidup bukan di dunia yang nyata, budaya flexing dan eksistensi di sosial media telah mampu menekan untuk menjadi pribadi yang dipaksa selalu staytune. Adanya paksaan ini sedikitnya telah mampu memberikan kecemasan yang berakibat munculnya penyakit mental. Melalui sosial media, terjadi perubahan nilai-nilai ke arah materi. Gen Z adalah mereka yang diberikan angan-angan kosong tentang kebahagiaan yang bisa diraih sepuas-puasnya melalui materi. 

Contohnya, muncul Gen Z yang sangat ambisius dengan kekayaan, agar dapat diakui eksistensinya. Apa pun caranya, mereka lakukan tanpa melihat halal dan haram. Akibatnya judi online yang depresi berujung bunuh diri menjadi sesuatu yang lazim ditemukan, dan tak sedikit dari mereka adalah usia produktif. 

Dari sistem keluarga, sebagai institusi terkecil dalam sebuah negara, perannya sudah makin mengikis. Besarnya angka perceraian telah membuat runtuhnya benteng pertahanan, dalam mencetak generasi hebat. Apalagi saat ini, peran ibu di masa sekarang telah menjadi tulang punggung ekonomi. Karena kita sadari bersama, kerasnya sistem ekonomi kapitalisme, menyebabkan hidup makin sulit. Akibatnya, ayah dan ibu tidak optimal dalam menjalankan peran fitrahnya. Karena harus bekerja lebih banyak untuk menghidupi kehidupan. 

Hal ini menyebabkan pendidikan anaknya terbengkalai. Sehingga generasi sekarang menjadi generasi yang krisis karakter. 

Faktor pendidikan, dari awal sudah menjauhkan agama dari kehidupan pada kurikulumnya. Sekolah sekarang hanya berfokus pada orientasi bekerja untuk mencari cuan. Sekolah tinggi dan gelar bergengsi tidak menjamin melahirkan generasi saleh. Gen Z benar-benar ditekan untuk bisa produktif menghasilkan uang. Kegagalan insitusi pendidikan, adalah menjauhkan generasi dari pemahaman keimanan terhadap Allah Swt.. Bagaimana mungkin,  mampu mencetak generasi tangguh apabila individu tersebut tidak mempunyai prinsip ideologis untuk mengatasi masalah. Karena sejatinya Islam solusi dari segala permasalahan hidup manusia. 

Masalahnya kesehatan mental Gen Z merupakan masalah yang sangat besar. Sehingga kita membutuhkan peran negara. Negara seharusnya memelihara masyarakat bukan sebatas mengeluarkan kebijakan, tetapi memberikan sentuhan pembinaan yang mampu menciptakan suasana keimanan kepada Allah Swt.. Sejatinya manusia akan menjadi pribadi kuat, apabila dia mempunyai kesadaran akan adanya Allah Swt.. Tentu kita masih, bagaimana Islam mampu melahirkan pemuda tangguh, yang mampu mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Kunci kehebatan mereka dalam mengatasi permasalah dan tantangan hidup adalah keyakinan mereka kepada Allah Swt.. Mereka mempunyai orientasi hanya kepada Allah Swt..

Islam memandang dunia ini adalah ujian bagi orang yang beriman, seperti firman Allah Swt., yang menyebutkan, "Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan dengan kesanggupannya...." (QS Al-Baqarah: 286). Wallahualam bissawab. []