SK Anggota Dewan Ramai-Ramai Digadaikan, Demokrasi Mahal Kawan!
Mahalnya ongkos demokrasi nyatanya tidak menyurutkan banyak orang untuk tetap ikut dalam kontestasi
Mereka tergoda dengan gaji dan banyaknya tunjangan
Penulis Siami Rohmah
Kontributor Media Siddiq-News
Siddiq-News.com, OPINI-Puluhan anggota dewan di Tulungagung menggadaikan SK. Sudarmaji, Sekwan DPRD Tulungagung mengungkapkan,"Sekitar 20an lah, tidak banyak, tidak sampai setengahnya." Besarnya pinjaman dikisaran Rp500 juta sampai Rp700 juta. (Kacamata Tulungagung).
Anggota dewan menggadaikan SK tidak hanya terjadi di Tulungagung, sebut saja kota Bangkalan, puluhan anggota DPRD juga menggadaikan SK ke sebuah bank (beritajatim.com). Kemudian anggota DPRD Subang, ada sekitar 10 orang yang telah mengajukan pinjaman (Republika.co.id).
Melihat fenomena anggota dewan yang menggadaikan SK, pengamat politik Universitas Brawijaya, Prof. Anang Sujoko memberikan pendapatnya, "Fenomena yang sangat menarik. Namun menariknya, itu lebih bicara keprihatinan yang amat sangat terhadap demokrasi atau praktik demokrasi yang ada di Indonesia saat ini." (detikjatim).
Demokrasi Mahal
Mahalnya demokrasi, tentu bukan rahasia lagi. Mulai dari penyelenggaraan pemilu langsung yang bisa menelan dana Rp150 triliun. Untuk KPU dan Bawaslu APBN mengeluarkan dana Rp100 triliun. Parpol yang mengadakan kampanye pilpres, setiap satu kali kampanye bisa mengeluarkan dana minimal Rp50 juta. Jika kampanye dilakukan di 38 provinsi, maka parpol akan mengeluarkan dana Rp1,9 miliar. (Pikiran rakyat.com)
Selain biaya penyelenggaraan yang mahal, dan negara harus berutang untuk memenuhinya. Para kandidat calon juga harus merogoh kantong cukup dalam. Untuk menjadi kepala desa saja bisa mengeluarkan dana Rp500 juta hingga Rp1 miliar lebih. Bisa dipastikan untuk calon kepala daerah atau anggota dewan harus mengeluarkan uang miliaran rupiah. Dan ini diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.
Mahalnya ongkos demokrasi nyatanya tidak menyurutkan banyak orang untuk tetap ikut dalam kontestasi. Mereka tergoda dengan gaji dan banyaknya tunjangan. Bisa hidup enak dan nyaman dengan beragam fasilitas serta banyak uang. Maka, mereka rela mengeluarkan uang banyak untuk pembiayaan pencalonan, meskipun tidak sedikit yang harus berutang. Hal ini karena bayang-bayang balik modal ketika sudah menjabat, meskipun harus menggadaikan SK.
Dengan pembiayaan yang mahal penyelenggaraan pemilu makin ke sini ternyata tidak kunjung menghadirkan pemimpin yang baik dan membawa kebaikan bagi rakyat. Justru makin banyak pejabat-pejabat melakukan korupsi, menyalahgunakan kewenangannya. Para pejabat tamak merasa kurang atas gaji dan fasilitas yang sudah didapatkan. Sehingga ketika ada kesempatan untuk korupsi mereka tidak segan untuk melakukan.
Belum lagi jika modal yang digunakan dalam pencalonan diberikan oleh para pemilik modal, kapitalis, maka ketika menjabat,mereka akan bersuara untuk para kapitalis bukan rakyat. Maka tidak heran, yang lahir adalah aturan-aturan yang mengakomodir kepentingan mereka. Misalkan UU Minerba, Omnibus Law Ketenagakerjaan, dan Kesehatan, dan masih banyak peraturan lain yang sangat jauh dari kepentingan rakyat.
Demokrasi sebagai bagian dari kapitalisme sesungguhnya hanya menjadi alat bagi para kapitalis untuk makin mencengkramkan kuku-kukunya, mengendalikan kebijakan agar kepentingan tetap terjaga. Mereka berani mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan suara besar, untuk selanjutnya bisa melenggang berkuasa. Kamus dosa tidak ada dalam benak mereka. Karena sekularisme (pemisahan agama dari urusan kehidupan) adalah dasarnya.
Islam, Mudah dan Murah
Gambaran penyelenggaraan pemilu yang mahal dan waktu yang panjang tidak ada dalam Islam. Sistem politik Islam mudah dan murah. Misalkan saja dalam pemilihan Khalifah hanya dalam batas waktu 3 hari 3 malam. Dipilih oleh ahlul hali wal 'aqdi yang merupakan representasi dari rakyat. Lamanya jabatan pun tidak dibatasi waktu 5 tahun misalkan, dengan biaya besar. Tetapi Khalifah akan digantikan ketika meninggal dunia atau ketika melanggar hukum syarak. Para kepala daerah ditunjuk oleh Khalifah dengan kriteria yang sesuai hukum Syarak. Para pejabat menjalankan tugasnya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Rakyat juga bisa mengoreksi ketika ada kebijakan yang kurang tepat.
Dengan sistem Islam, dominasi kapitalis dalam penyelenggaraan pemilihan akan habis. Karena pemilihan akan dilaksanakan dengan biaya yang murah. Para calon pejabat tidak perlu mengeluarkan dana besar, tidak perlu balas budi untuk bantuan dana yang diberikan. Tidak perlu menggadaikan SK saat menjabat. Mereka akan melaksanakan amanah kekuasaan dengan dorongan takwa kepada Allah Swt. bukan yang lain. Jadi, tidak ada alasan untuk tetap mempertahankan demokrasi. Dan tidak ada alasan untuk tidak menerapkan sistem Islam. Wallahualam bissawab. []
" Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami),maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan" (TQS.Al A'raf 96).
Wallahualam bissawab. []