Akankah Sektor Pariwisata Membawa Kesejahteraan bagi Rakyat?

Daftar Isi


SIDDIQ-NEWS.COM -- Sejalan dengan kemajuan teknologi, sektor pariwisata terus dikembangkan. Sektor ini dianggap akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat. Terlebih negeri ini memiliki pesona panorama alam yang sangat indah dimana tentu bisa menarik wisatawan untuk berkunjung. Tak heran jika banyak negara-negara termasuk Indonesia terus menggenjot pertumbuhan di sektor pariwisata. 


Dikutip dari klikjabar.id/kemenpar (04/11/2022) bahwa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Direktorat Pemasaran Pariwisata Regional telah bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemasaran Pariwisata Pasar Asia Pasifik. Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Ketua Badan Anggaran DPR-RI, Cucun Ahmad Syamsurizal secara virtual yang berlangsung di Hotel Sutan Raja, Soreang.


Menurut Purnomo Siswoprasetjo, CEO Pacific Asia Travel Association (PATA), sebagaimana diwartakan Voaindonesia.com (25/09/2022), bahwa Indonesia saat ini dianggap memiliki potensi besar bagi wisatawan. Itu karena sejak tahun 2020 dan 2021, pertumbuhannya mencapai 90 persen, terutama wisatawan dari Asia Pasifik. 


Dengan asumsi di atas pemerintah berupaya mengarahkan semua daerah untuk menyelenggarakan Bimtek Pemasaran Pariwisata. Sebab, pasar Asia Pasifik dianggap berpotensi untuk mengembalikan kondisi perekonomian pasca pandemi Covid-19. Namun yang menjadi permasalahan, siapkah masyarakat Indonesia menghadapi pasar Asia Pasifik? 


Faktanya, kondisi rakyat Indonesia pada saat ini masih tertatih-tatih untuk kembali bangkit akibat dampak pandemi Covid-19. Ditambah lagi perekonomian Indonesia yang karut-marut dan tidak menentu, serta kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat. Dimana hal itu menjadikannya seakan tidak mungkin negara mengikuti pemasaran pariwisata global yang tentunya hanya menambah kepedihan dan kesengsaraan rakyat. 


Tidak bisa dimungkiri, adanya pengembangan pemasaran pariwisata dengan target pasar Asia Pasifik, masyarakat didorong berdaya secara ekonomi. Padahal program ini bisa menimbulkan dampak lain seperti kesenjangan sosial makin tinggi, alih fungsi lahan makin lebar, kenyamanan dan keamanan makin berkurang. Karena bagaimanapun dengan dibukanya keran wisata ini akan terjadi percampuran budaya asing dengan budaya lokal. Juga berdampak pada dipertontonkannya kemaksiatan dalam beragam bentuk. 

Sektor pariwisata ini jelas-jelas hanya menguntungkan segelintir orang saja dengan datangnya investor-investor asing yang tentunya ingin meraup keuntungan yang besar. Masyarakat  hanya bisa menelan ludah, harus puas menjadi penjual asongan di sekitar tempat pariwisata dengan penghasilan yang tidak seberapa. 


Kebijakan ini memperlihatkan dengan jelas keberpihakan negara terhadap para kapitalis atau pemilik modal. Negara sama sekali tidak memikirkan rakyatnya. Sebuah kenyataan pahit yang diterima rakyat akibat negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis. Negara hanya berambisi dan berorientasi pada materi tanpa mempertimbangkan umat dan cenderung tidak konsisten dan memaksakan. 


Di dalam sistem kapitalis, sektor pariwisata menjadi salah satu aspek penyumbang perekonomian atau pendapatan negara selain pajak. Padahal, pendapatan yang diperoleh dari sektor pariwisata jauh lebih kecil dibandingkan hasil pengelolaan sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini. Seandainya sumber daya alam itu dikelola secara mandiri oleh negara dan tidak diserahkan pengelolaanya kepada pihak asing, tentunya akan bisa membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat. Dimana hal itu akan mampu memperkuat perekonomian negara. 


Lain halnya dalam pandangan Islam. Pariwisata tidak dijadikan sebagai sumber pendapatan utama karena di dalam sistem Islam, negara memiliki sumber pendapatan lain. Seperti dengan memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam, perkebunan, pertanian, hasil tambang, serta industri besar. Semua dikelola oleh negara, bukan diserahkan kepada pihak asing atau swasta. Negara juga mempunyai sumber pemasukan lain yaitu kharaj, jizyah, fa'i dan lain-lain.


Allah Swt. juga berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 15 yang artinya: 


"Dialah yang menjadikan bumi untuk kalian, yang mudah dijelajahi maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya, dan hanya kepada-Nyalah kami dibangkitkan." 


Menurut ayat di atas, maka bumi beserta seluruh isinya harus dimanfaatkan manusia dan dikelola demi kesejahteraan umat manusia bukan dikuasai oleh salah satu pihak. Di dalam Islam, sumber daya alam terkategori kepemilikan umum yaitu milik rakyat. Negara hanya sebagai pihak pengelola kekayaan alam tersebut dan hasilnya dikembalikan lagi untuk kesejahteraan masyarakat. 


Semua ciptaan dan kekayaan alam, serta sumber daya alam yang ada di bumi ini diperuntukkan bagi umat manusia. Namun semua sumber daya alam ini telah dirampas oleh kapitalis penjajah melalui aturan yang bukan berasal dari Allah Swt.. Maka, jelaslah firman-Nya dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 41 ketika manusia mengurus alam dan kehidupan sesuai hawa nafsunya, yang terjadi hanyalah kerusakan.


"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan perbuatan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar." 


Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Penulis : Ari Wiwin

Pegiat Literasi