Bukan Sekadar Masalah Gender, Kekerasan Terus Beredar

Daftar Isi


SIDDIQ-NEWS.COM - "Perempuan tidak pernah salah", sering terdengar kalimat tersebut viral di media sosial. Seakan-akan kalimat tersebut menjadi mantera pamungkas jika ada permasalahan rumah tangga. Entah siapa yang pertama kali membuat kalimat tersebut, yang jelas pernyataan tersebut jelas salah besar. Baik laki-laki maupun perempuan  adalah sama-sama manusia yang mungkin memiliki permasalahan yang serupa. 


Bukan hanya dalam rumah tangga ada juga kalimat "yang salah bukan rok miniku, tetapi otak mesummu", yang dikampanyekan aktivis gender, bahwa dalam setiap kasus pelecehan seksual, perempuan adalah korban dan tidak memiliki andil kesalahan sedikit pun. Bahkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)–yang belakangan kasusnya memanas diberitakan juga–bagi aktivis gender ini dikerucutkan sebagai kekerasan berbasis gender semata. Tepatkah dugaan tersebut atau justru membuat masalah semakin rumit?


Seperti kasus penganiayaan dan pembunuhan yang menimpa istri dan anak perempuan pelaku di Depok, Jawa Barat. Dikutip dari republika.co.id (6 November 2022), bahwa menurut anggota Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat hal tadi merupakan tindakan kekerasan berbasis gender ekstrem sebagai puncak tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Rainy melanjutkan bahwa pelaku harus diberi hukuman pemberat karena tindakannya merupakan kekerasan berbasis gender yang menjadikan perempuan sebagai korban.


Adalah salah arah menuding kekerasan terhadap istri dan anak sebagai kekerasan berbasis gender esktrem.  Salah menentukan akar masalah dapat berakibat fatal dalam menentukan solusinya juga. Memang benar kasus penganiayaan di Depok menelan korban perempuan, tetapi motif dan latar belakang yang mendorong pelaku melakukan kejahatan bukan sekadar gender korban belaka. Selain itu tindak KDRT tidak dapat dipukul rata korbannya selalu perempuan. Ada fakta anak yang menjadi korban kekerasan, bahkan pelecehan seksual juga dialami anak laki-laki. Selain itu faktanya banyak juga terjadi kekerasan dengan korbannya kaum pria.


Publik figur atau selebriti di Tanah Air juga beberapa telah menjadi korban KDRT oleh istrinya. Dilansir dari okezone.com (15 Juni 2022) ada Egi Jhon yang disiram air mendidih dan ditusuk gunting oleh istrinya. Lantas ada Jonathan Frizzy yang ditendang dan hampir dilempar barbel oleh istrinya. Hendrik Ceper pernah digigit dan dipukuli istrinya karena kecemburuan yang tak berdasar. Udin Penyok pun pernah dipukuli dan diusir oleh istrinya karena dianggap penghasilannya kurang mencukupi. Selebriti internasional pun, Jhonny Depp pernah mengalami KDRT yang dilakukan istrinya, dipukul dengan botol minuman hingga salah satu jarinya terpotong. 


Tuduhan ini telah mengaburkan penyebab kekerasan sebenarnya, termasuk penyebab secara sistemis. Padahal dari setiap fakta kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan pun jika ditelusuri akar penyebab masalahnya rata-rata adalah karena faktor ekonomi. Selain faktor individu yang memiliki keimanan lemah dan lingkungan, tidak ada yang mendukung bagi pelaku untuk memilih tindak kekerasan sebagai jalan keluar masalah mereka. Hal yang memililki andil besar adalah negara yang menerapkan sistem  kapitalisme–yang selalu mempersulit rakyat dan mengutamakan kepentingan pemodal semata.  


Sesungguhnya ada banyak faktor yang menjadi penyebab kekerasan dalam rumah tangga. Pegiat gender selalu mengarahkan penyebab pada ketidaksetaraan gender, sebagai bagian upaya untuk menipu umat agar  mendukung kesetaraan gender sebagai solusi atas persoalan perempuan dan anak.  Padahal sejatinya kesetaraan gender hanyalah ilusi.


Kesetaraan gender justru akan membawa bencana yang lebih besar dimana kasus KDRT tetap tidak akan selesai. Perempuan tetap menjadi korban dan harus melakukan peran ganda sebagai tulang rusuk dan tulang punggung sekaligus. Itu karena kesetaraan gender mendorong kaum perempuan mandiri secara finansial hakikatnya justru menambah beban kaum perempuan sendiri.


Solusi tuntas hanya dengan tegaknya sistem Islam dalam kehidupan. Selain konsep nafkah, qawwamah (kepemimpian) yang dibebankan Islam pada kaum laki-laki, sehingga kaum perempuan bukan menjadi objek kekerasan, tetapi objek yang harus dilindungi dan dicukupi kebutuhannya.


Selain itu, Islam memiliki sistem ekonomi yang dapat menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang diatur dengan syariat Islam. Kejahatan seperti KDRT juga dapat dituntaskan dengan sistem sanksi yang tegas, tidak memandang status dan gender. Bagi pelaku hukumnya tetap sama yaitu diganjar hukum qishash yaitu dihukum dengan tindakan serupa dengan kejahatan yang dilakukan dalam menyakiti jiwa atau fisik manusia lain. Untuk menuntaskan masalah KDRT maka hanya Islam solusinya dan bukan sekadar masalah gender belaka.

 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Penulis : Leihana 

(Ibu Pemerhati Umat)