Harapan Kesejahteraan Palsu di Balik Program Pendidikan Vokasi

Daftar Isi


Siddiq-News.com - Tidak salah bermimpi dan berharap setinggi langit, tetapi perlu menyiapkan diri jika harus terluka akibat jatuh pada kekecewaan. Sebagaimana harapan yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui program pendidikan vokasi pada masyarakat Indonesia. Harapan tersebut ditujukan khususnya pada generasi muda yang tengah mengenyam pendidikan berupa kesejahteraan di masa depan. Namun,  jika ditelaah isi dari program pendidikan vokasi ini, tidak lebih sekadar mempersiapkan peserta didik kelak menjadi angkatan siap kerja sebagai buruh industri.


Kalaupun jaminan kesejahteraan itu benar terwujud kelak, generasi ini hanya dapat mencukupkan diri sebagai buruh pekerja. Yang mana tentu dalam dunia industri kapitalis sangat terbatas upahnya, sebatas cukup untuk makan sehari-hari dan kembali bekerja.


Tentu tidak buruk ataupun hina, saat seseorang menjadi buruh pekerja pabrik. Itu karena bekerja mencari nafkah adalah pekerjaan mulia. Hanya saja menengok perkembangan situasi ekonomi yang semakin memburuk, inflasi setiap tahun selalu melonjak, upah buruh yang naik perlahan tidak dapat mengimbangi inflasi yang melambung. 


Oleh karena itu kesejahteraan hakiki bagi kaum buruh pun sulit terwujud. Lalu bagaimana jika generasi mendatang -didominasi oleh buruh yang perlu bekerja keras mendapatkan kesejahteraan- itu benar-benar akan sejahtera?


Dikutip dari kemendikbud.o.id (15 Desember 2020) bahwa program pendidikan vokasi di Indonesia semakin gencar diterapkan. Terhitung sejak diterapkannya kurikulum baru yaitu kurikulum merdeka belajar yang efektif dimulai bulan Februari 2022. Meski sebelumnya program vokasi telah lebih dahulu diluncurkan bahkan di akhir tahun 2020, program pendidikan tinggi vokasi meluncurkan dua program baru yaitu Menengah Kejuruan (SMK)–Diploma Dua (D-2) Jalur Cepat dan Program Peningkatan Prodi Diploma Tiga (D-3) menjadi Sarjana Terapan (Diploma Empat/D-4). Berkaitan dengan program itu Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto menjelaskan dua hal yang mendasari munculnya kedua program ini. Pertama yaitu merdeka belajar untuk memberikan pendidikan yang sesuai dengan keinginan dan bakat peserta didik vokasi di masa depan. Kedua mendorong terwujudnya program sambung-suai (link and super-match) antara dunia pendidikan dan dunia industri.


Jelas arah tujuan akhir pendidikan vokasi ini untuk memenuhi kebutuhan industri, tetapi kondisi industri dunia dan di Tanah Air sedang tidak baik-baik saja.


Dilansir dari trenasia.com (28 Oktober 2022) bahwa untuk wilayah Jawa Barat saja jumlah PHK sudah mencapai 73.000 orang. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik bahkan menyampaikan jumlah PHK  pekerja akan terus bertambah di Jawa Barat karena akan terjadi pengurangan order di industri tekstil, garmen, dan sepatu di tahun 2023.


Selain ancaman PHK, kesejahteraan buruh juga belum terwujud di negeri ini. Sebab inflasi akhir-akhir ini melesat kenaikannya, sedangkan upah minimum hanya merangkak kenaikannya untuk setiap tahunnya. 


Pendidikan vokasi sejatinya hanya bertujuan mencetak tenaga kerja teknis dan bukan ahli, yang tentunya standar gajinya tidaklah tinggi. Pada faktanya sejahtera tidak hanya ditentukan dari gaji saja, tetapi ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan. 


Dengan beban biaya pendidikan dan kesehatan yang tinggi  saja, maka sejahtera masih menjadi mimpi. Janji kenaikan UMP juga tidak akan membuat sejahtera, karena kapitalisme memiliki standar pengupahan yang memang tak memungkinkan hidup sejahtera. Para pekerja hanya akan mendapat standar pengupahan untuk mereka bisa tetap hidup dan tetap bekerja. Tanpa ada kepastian kebutuhan utama terpenuhi selain sandang, pangan dan papan. 


Saat ini rakyat harus membayar sendiri biaya pendidikan dan kesehatannya sehingga sejahtera dengan sistem pendidikan vokasi adalah jalan terjal yang berujung kebuntuan, dengan kata lain mustahil diraih.


Ditambah dengan situasi ekonomi yang dalam ancaman resesi, PHK bisa jadi takkan terelakkan lagi. Tentunya akan berisiko terhadap lulusan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi hanyalah buah sistem ekonomi kapitalisme yang hanya menelurkan aturan untuk kepentingan para kapital belaka.


Hanya sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah, sejahtera akan terwujud nyata. Sebab, jaminan kesejahteraan setiap rakyat, baik buruh maupun nonburuh dijamin oleh negara. Sebab, dalam Islam negara wajib membiayai pendidikan dan kesehatan. Untuk kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan dipenuhi dengan mekanisme nafkah yang dibebankan kepada wali di antaranya suami bagi istrinya, ayah bagi anak-anaknya. Dan kaum ayah ini akan diberikan jaminan kemudahan mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak, untuk mencetak generasi para ahli, bukan tenaga buruh teknis. Negara dalam Islam bertangung jawab dengan mengadakan pendidikan yang sebaik-baiknya.


Sebagaimana Rasulullah saw. saja sampai memerintahkan Salman Al-Farisi untuk mempelajari pembuatan senjata paling mutakhir untuk berperang dari  bangsa asalnya yaitu Persia.


Islam juga mementingkan pelajaran ilmu pengetahuan sains dan teknologi untuk dipelajari setiap muslim.


Dengan sistem Islam kafah akan terwujud generasi terdepan dalam ilmu pengetahuan dan kesejahteraan akan lebih mudah diraih.

 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Penulis: Leihana 

(Ibu Pemerhati Umat)