Kala Mahasiswa Terjerat Pragmatisme

Daftar Isi


SIDDIQ-NEWS -- Kata mahasiswa biasanya diidentikkan dengan pemuda. Pemuda dikatakan sebagai usia yang bagus dalam aktivitasnya. Maksudnya dalam usia seperti ini, dia akan mampu dalam melaksanakan setiap aktivitas kemudian mampu menentukan pilihan dalam kehidupannya. Termasuk yang terpenting yakni kekritisannya, bahkan bisa menjadi para ilmuwan nantinya.


Sikap kritis dan mampu menentukan pilihan merupakan ciri yang harusnya dimiliki oleh para mahasiswa, mengingat keberadaannya sebagai generasi perubahan dan penerus bangsa. Di tangan mahasiswa-lah kejayaan bangsa ini akan segera terwujud dan di tangan mahasiswa juga-lah nasib negara ini ditentukan. Di samping itu, mahasiswa juga agen sosial dan kontrol masyarakat yang akan menjaga, melindungi dan mengayomi masyarakatnya.


Namun, mahasiswa yang seharusnya menjadi generasi yang dapat membawa perubahan bahkan dapat memimpin pergerakan dunia, malah menjadi pemuda yang senang dengan perkara yang instan dan praktis. Kemudian cenderung menginginkan sebuah hasil yang cepat tanpa melakukan proses yang panjang. Sebagaimana yang penulis kutip dari kompas.com (18/11/22) bahwa seorang wanita berinisial SAN melakukan penipuan pinjam online (pinjol) melalui aplikasi untuk Toko Online-nya kepada 116 mahasiswa IPB dan mahasiswa di kampus-kampus yang lain juga. 


Dalam penipuan ini, pelaku mengiming-imingi para korban akan memberikan keuntungan 10% dan akan membayar angsuran setiap bulannya. Setelah beberapa waktu, ternyata angsuran tidak kunjung dibayar bahkan pihak pinjam online melakukan penagihan kepada para korban. Sehingga total kerugian yang harus ditanggung para korban sekitar Rp2,3 Miliar dari berbagai aplikasi pinjol yang digunakan.


Ironinya, dengan bermoduskan keuntungan 10%, cukup untuk mempengaruhi para mahasiswa. Lebih parahnya lagi, mahasiswa seakan-akan tidak dapat menganalisis apakah hal seperti ini membawa kerugian ataukah tidak. Kemudian apakah dapat dipercaya ataukah tidak. Juga apakah hukumnya halal ataukah haram. Jika saja para mahasiswa ini berpikir kritis, maka tidak akan terjerat kasus seperti ini. Namun semua sudah terjadi dan mahasiswa harus menelan pil pahit akibat sikap pragmatisme yang dimilikinya.


Hal seperti ini menjadi lumrah terjadi, akibat pendidikan Kapitalisme yang hanya berorientasi pada hasil dan bukan proses. Kemudian mencetak para mahasiswa untuk berkompetisi dalam meraih materi semata, sehingga individunya hanya memikirkan bagaimana untuk memenuhi materi meski dengan cara yang praktis bahkan cenderung merugikan diri.


Namun dengan orientasi di atas, akan menjadikan para mahasiswa kehilangan daya kritis sekaligus daya juangnya dalam mengarungi kehidupannya. Adapun sikap mendapatkan sesuatu dengan cara instan atau praktis biasanya disebut dengan pragmatisme. Sebuah sikap yang dapat menumpulkan sikap analisis, kritis, kemampuan mengambil keputusan juga peran strategis lainnya. Dimana hanya dengan peran inilah visi-misi negara dapat tercapai.


Sikap pragmatisme sendiri berasal dari ideologi Kapitalisme yang mencetak generasi yang berorientasi pada materi. Inilah buah dari sistem Kapitalisme yang merusak generasi, membuat generasi semakin abai terhadap rakyat bahkan mengubah standarisasi kehidupannya. Dimana mahasiswa yang seharusnya menjadi pemimpin luar biasa bagi masyarakat, dan bukan menjadi sampah masyarakat. 


Di satu sisi, Kapitalisme sendiri mengubah cara pandang setiap mahasiswa bahkan membuat mahasiswa menjadi pribadi yang bebas, hanya menginginkan yang praktis kemudian minim aplikasinya. Sangat disayangkan, keberadaan pemuda yang seharusnya menjadi pemimpin peradaban berubah haluan menjadi budak perusahaan  bahkan lebih fatal lagi para mahasiswa tidak sadar dengan apa yang terjadi akibat tumpulnya sikap kritis yang dimilikinya.


Berbeda dengan sistem Kapitalisme, sistem Islam justru melihat potensi generasi sebagai pejuang sekaligus pemimpin peradaban Islam yang gemilang. Sehingga keberadaan lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi akan mencetak para pemimpin yang mampu membawa peradaban gemilang bagi negara Islam. Kemudian Islam juga memandang bahwa para mahasiswa adalah generasi emas dalam perluasan dakwah, peran dan fungsinya pun sangat strategis dengan kesempurnaan akal yang dimilikinya.


Sistem Islam akan mencetak para mahasiswa menjadi para pemimpin, yang dari tangan merekalah bahtera kapal akan melaju ke tempat yang dituju. Karena bagi mahasiswa sendiri, bukan sebuah hal yang mudah untuk terus bersinergi terkhusus untuk menjadi pemimpin umat.


Kemudian dalam lembaga pendidikan, yang diutamakan adalah pembinaan mengenai iman dan takwa juga akhlak dari mahasiswa. Inilah pendidikan yang  terbaik dengan penanaman standarisasi kehidupan akhirat yakni antara halal dan haram, juga kuputusan yang diambil harus atas dasar kemaslahatan umat.


Pendidikan sistem Islam akan mencetak generasi-generasi pemikir, pembawa perubahan sekaligus pemimpin umat. Sikap inilah yang akan menentukan arah perjuangan setiap pemudanya. Bahkan setiap mahasiswa akan difasilitasi pendidikannya tanpa harus memikirkan perkara materi karena sistem Islam sudah menyiapkannya secara gratis. Hal ini sangat bermanfaat bagi umat untuk bersinergi dalam memajukan peradaban Islam ke seluruh penjuru dunia.


Wallahualam bissawab. 


Penulis : ST Nurtinda Tasrif

(Aktivis Dakwah Kampus)