Kekerasan Merajalela Negara Wajib Turun Tangan

Daftar Isi

 


Siddiq-news.com--Berita tentang kekerasan fisik semakin marak beredar di tengah masyarakat. Kekerasan yang terjadi seolah tidak pandang bulu. Tidak hanya kepada orang lain, tetapi orang terdekat dalam keluarga pun kerap menjadi korban, bahkan tidak sedikit berujung kematian. 


Seorang paman tega membanting keponakannya yang masih bayi, suami yang menganiaya istri hingga tewas bersimbah darah, bahkan seorang pemuka agama tega melakukan pembunuhan yang terencana. Di samping itu, aktivitas remaja yang anarkis pun tak luput ambil andil. Tawuran pelajar antarsekolah yang secara terang-terangan menggunakan sajam, rentan terjadi karena dipicu oleh hal-hal sepele.


Sungguh suatu kondisi yang sangat tidak baik bagi masyarakat untuk hidup di dalamnya.  Keamanan seolah menjadi sesuatu yang sangat mahal dan sulit dijangkau. Padahal jaminan atas keamanan dan keselamatan jiwa adalah hak setiap warga negara. Namun pada kenyataannya, negara seolah abai dengan adanya kasus-kasus serupa yang kerap terjadi di masyarakat. 


Keberadaan aparat penegak hukum pun tidak menjadi jaminan atas keamanan dan keselamatan umat. Bagi mereka yang berduit bisa saja membeli keadilan. Ketika mereka melakukan kejahatan, mereka bisa saja membayar mahal untuk menghindari hukuman yang berat. Selain itu, hukuman yang dijatuhkan pun kerap kali tidak setimpal dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan maupun pembunuhan. 


Inilah salah satu dampak buruk dari penerapan sistem Kapitalis-Sekuler di tengah-tengah masyarakat. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, mengikis keimanan manusia sehingga lebih mudah untuk memperturutkan hawa nafsunya. Selain itu juga menjauhkan umat dari mengambil dan menerapkan aturan agama. Padahal aturan tersebut dapat menjadi solusi atas segala permasalahan hidup yang dialami manusia.


Lantas dimanakah peran negara dan pemimpinnya dalam menjamin keamanan rakyat? Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai (raa'in), rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung (junnah) bagi rakyatnya." (HR Bukhari dan Muslim). 


Maka dari itu, wajib bagi seorang pemimpin negara untuk melindungi dan menjaga umat agar selalu berada dalam situasi yang aman dan damai, agar mereka dapat beraktivitas dan beribadah dengan baik dan tenang. 


Suatu ketika, Khalifah Umar bin Abdul Aziz bertanya kepada Al-Imam Hasan Al-Bashri tentang jabatan seorang pemimpin, beliau pun menjawab, "Sesungguhnya Allah Swt. menjadikan imam yang adil itu untuk meluruskan yang bengkok, membimbing yang zalim, memperbaiki yang rusak, membela yang lemah, dan melindungi yang teraniaya. Dia (seorang imam) seumpama seorang budak yang dipercaya oleh Tuannya (Allah) untuk menjaga dan memelihara harta dan keluarganya, dia tidak akan menghukum dengan hukum jahiliyah, tidak mengikuti orang yang zalim dan tidak akan membiarkan mereka berbuat sewenang-wenang terhadap yang lemah, pemegang wasiat anak yatim dan amanat orang miskin, mendidik yang kecil dan mengawasi yang besar." (m.republika.co.id, 18/05/2019)


Demikian tugas dan peran seorang pemimpin dalam melindungi rakyatnya. Selain itu, negara pun memiliki andil besar, yakni wajib mendirikan dan mengokohkan tiga pilar utama untuk membangun perlindungan umat.


Pilar yang pertama adalah edukasi atau pendidikan individu. Pilar pertama ini dibangun dalam skala keluarga. Dimana para orangtua wajib menanamkan akidah dan keimanan dalam diri tiap anggota keluarga mereka. Pendidikan ini perlahan  namun pasti akan membangun akhlak dan ketakwaan tiap individu, sebelum turun dan berinteraksi di tengah masyarakat. Akhlakul karim, yang akan membentuk pemikiran dan dorongan untuk selalu berbuat kebaikan serta takut untuk berbuat maksiat, baik di saat sendiri maupun ketika bersama orang lain.


Pilar yang kedua adalah kontrol masyarakat. Setiap individu yang berangkat dari rumah dengan membawa bekal akhlak dan ketakwaan tadi, secara otomatis akan menjadi pengontrol di tengah masyarakat jika ia melihat kemungkaran terjadi di hadapannya. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda, "Jika di antara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya, maka gunakanlah lisan, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu karena itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim). 


Dengan demikian maka akan terbentuk masyarakat yang saling menjaga satu sama lain, dengan senantiasa menyeru pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran.


Kemudian pilar yg ketiga adalah adanya institusi tingkat negara yang akan menerapkan peraturan di tengah masyarakat serta dengan tegas akan menjatuhkan sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Bagi setiap pelaku kejahatan, kekerasan, bahkan pembunuhan dengan sengaja akan diberlakukan sanksi qishas, yakni membayar apa yang telah ia lakukan kepada korbannya untuk memperoleh keadilan. Di antara pelaksanaan qishas yakni hukuman bagi pembunuh adalah dibunuh, yang melukai akan dilukai, yang memotong akan dipotong, dan yang merusak akan dirusakkan juga. 


Namun, dalam beberapa kondisi, ada hal-hal tertentu yang dapat membuat qishas tidak jadi dijatuhkan, diantaranya apabila keluarga korban setuju untuk pelaku cukup membayar diyat saja, atau justru memaafkan pelaku. Dalam hal ini diyat adalah denda yang wajib dibayarkan oleh pihak pelaku kepada pihak korban. Dan jumlahnya tidaklah sedikit, melainkan berupa puluhan ataupun ratusan dinar (kepingan emas), atau puluhan bahkan ratusan ekor unta, dan beberapa di antaranya harus dalam keadaan bunting. Dan besarnya jumlah diyat yang harus dibayarkan tersebut didasarkan pada perhitungan atas kerugian yang diderita oleh korban kejahatan. 


Sedangkan pelaksanaan qishas dilakukan secara terbuka dan disaksikan oleh umat. Dengan tujuan untuk menjadi pencegah (zawajir), agar hal tersebut tidak terjadi berulang di tengah masyarakat. Setiap penerapan qishas akan memberikan efek jera baik kepada pelaku itu sendiri, maupun kepada orang lain yang menyaksikannya. Secara langsung mereka akan berpikir berulang kali sebelum melakukan kejahatan/menyakiti orang lain. Selain itu, fungsi lain penerapan qishas adalah sebagai penebus dosa (jawabir). Apabila sanksi qishas telah ditunaikan di dunia, maka hal tersebut akan menggugurkan azab baginya di akhirat kelak.


Dalam kondisi seperti ini, masyarakat akan merasa jauh lebih tenang dan tentram. Tidak dibayangi oleh ancaman kekerasan bagi dirinya dan keluarga, dimana pun dan dalam situasi apa pun. Karena adanya tiga pilar pelindung tadi. Dan keberadaannya ditopang secara kokoh oleh negara. 


Namun hal tersebut hanya akan dapat terlaksana oleh suatu sistem yang menerapkan hukum-hukum syariat dalam pemerintahannya. Dan itu hanya dapat ditemukan pada sistem pemerintahan Daulah Khilafah Islam. Bukan sistem pemerintahan yang lain.


Bukankah tujuan pokok berdirinya suatu negara adalah untuk mencapai negeri yang baldhatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Maka dari itu wajiblah bagi ummat untuk senantiasa mengupayakan tegaknya kembali Khilafah, karena hanya dengan penerapan syariat di muka bumi inilah yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Wallahualam bissawab.


Penulis: Arlita Aprilya, ST.

Pemerhati Umat