Pendidikan Vokasi Menyejahterakan Rakyat, Solusi atau Sekadar Ilusi

Daftar Isi


Siddiq-News.com - "Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia." (Nelson Mandela)


Dalam mengarungi hidup ini, pendidikan sangat dibutuhkan. Bahkan dalam Islam pendidikan termasuk kebutuhan pokok yang sama derajatnya dengan kesehatan, pangan, sandang dan keamanan. Banyak orang menilai semakin tinggi ilmu pendidikan seseorang, maka akan semakin cemerlang kehidupannya di masa mendatang.


Jadi benarlah kalimat di atas, bahwasanya ilmu akan mengubah dunia seseorang. Apalagi negeri ini mendapatkan bonus demografi, maka jika bonus tersebut diarahkan dengan pendidikan vokasi, di masa senjanya akan sejahtera.


Seperti apa yang disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari kumparanbisnis.com (30/10/2020). Bahwa saat ini terdapat 70 persen atau 144 juta orang pekerja. Adapun, pekerja tersebut berada pada masa produktif. Jika usia produktif ini diarahkan dengan baik, maka di masa senjanya akan sejahtera. 


Masih dalam laman yang sama disampaikan bahwa, untuk itu semua, pemerintah mengandeng Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menggalakkan pendidikan vokasi sesuai (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022. Sehingga anak yang baru lulus SMA langsung bekerja. Dengan mencanangkan pendidikan vokasi, maka akan lahir generasi yang tangguh, tahan banting, cerdas, punya determenasi kuat, tidak lembek, dan tidak cengeng. Hal itu dipandang dapat meningkatkan produktivitas untuk menghadapi daya saing internasional. Selain itu juga dapat membantu percepatan pembangunan ekonomi. Dalam hal ini bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Kemendikbud Ristek ditugasi untuk membawahi pendidikan vokasi, dengan leading sector berada di bawah Kemenaker. "Pendidikan maupun pelatihan vokasi perlu saling melengkapi kebutuhan industri dan juga bisa terhubung dengan sistem informasi pasar tenaga kerja," jelas Airlangga.


Akankah pendidikan vokasi tersebut dapat menyejahterakan pekerja? Tentunya jika dilihat dari situasi saat ini, kata sejahtera sangatlah sulit. Sejahtera bukan masalah mendapatkan gaji semata. Akan tetapi biaya kebutuhan hidup pun harus tercukupi. Bukan seperti saat ini, pendidikan dan kesehatan harus ditanggung sendiri.


Melalui asuransi BPJS pekerja dipotong setiap bulannya. Begitu juga pendidikan di negeri ini pun sangat mahal, hingga banyak anak-anak yang harus putus sekolah. Ditambah harga kebutuhan pangan yang semakin hari semakin naik. Jika dihitung-hitung penghasilan dan pengeluaran, setiap bulannya tidaklah seimbang.


Bagaimana dengan pendidikan vokasi yang pemerintah canangkan bukan menghasilkan pekerja ahli, akan tetapi pekerja teknis yang standar gajinya tidaklah tinggi.


Sudah sejak zaman dulu landasan kapitalisme adalah mencari untung sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan modal sedikit-sedikitnya. Seperti UU Cipta Kerja yang banyak menguntungkan perusahaan dan tidak ada jaminan untuk pekerja.


Dengan kenyataan ini, penulis pandang betapa terlalu banyak halangan untuk mencapai kata sejahtera bagi pekerja. Belum lagi saat ini dunia tengah mengalami resesi. Akibat anjloknya penjualan, banyak pekerja yang di-PHK. Seperti pabrik Philips yang memutuskan akan melakukan PHK masal yakni 4000 orang.


Dalam situasi saat ini seharusnya negara hadir dalam melindungi rakyatnya. Agar kata sejahtera tersebut benar-benar terwujud. Namun sayangnya, negara justru hanya menjadi regulator semata. Segala bentuk kebutuhan hidup rakyatnya diserahkan pada swasta.


Hal ini berbeda ketika Islam diterapkan dalam sebuah institusi negara. Pendidikan adalah faktor utama penunjang kebangkitan bangsa. Maju dan mundurnya suatu negara tergantung dari pendidikan rakyatnya. Maka dalam Islam pendidikan adalah perkara nomor satu yang harus digalakkan.


Sebagaimana Allah Swt. jelaskan:


".... Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...." (TQS. Al-Mujadalah: 11)


Pendidikan dalam Islam sesungguhnya bukanlah digerakkan untuk memenuhi industri semata. Akan tetapi, pendidikan dalam Islam diarahkan untuk mencetak pribadi-pribadi yang bertakwa dan membentuk pola pikir dan sikapnya yang islami.


Sehingga akan terbentuk generasi yang unggul. Karena generasi adalah penerus generasi sebelumnya. Sebagaimana ada ungkapan dalam Bahasa Arab "Syubanu Alyaum, Rijalu Alghadi" (pemuda hari ini adalah tokoh di masa yang akan datang).


Karena itu Islam sangat memperhatikan generasi. Maka selain mempelajari kurikulum yang terdapat pada pendidikan vokasi, setiap pelajar juga diwajibkan belajar Islam, baik fikih, hadis, tafsir, pendidikan sains, matematika, kimia, fisika, dan lainnya.


Oleh karena itu, hanya dalam Islamlah pendidikan vokasi dapat mencetak tenaga yang ahli dan terampil dalam kehidupan. Baik dari sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Sehingga setelah lulus pun pendidikan vokasi ini dapat dipergunakan untuk kemaslahatan umat bukan sekadar menjadi pekerja yang hanya untuk kepentingan para pengusaha saja.


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Penulis : Rati Suharjo

(Pegiat Literasi AMK)