Stigmatisasi Ajaran Islam dan Khilafah Terus Digoreng
Siddiq-News.com--Lagi-lagi Islam terus digoreng. Siapa yang tidak panas? Apa-apa selalu dikaitkan dengan Islam. Seolah-oleh Islam merupakan biang masalah. Sebagaimana yang diberitakan surabaya.kompas.com bahwa seorang guru Sekolah Dasar (SDN) di Kecamatan Kota Sampang, Kabupaten Sampang Jawa Timur ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
Berita penangkapan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Mabes Polri sering terjadi dan diekspos di media. Bukan suatu berita yang baru penangkapan tersangka kasus teroris. Masyarakat terus digoreng dengan isu-isu seperti ini agar masyarakat awam semakin percaya dan semakin islamophobia. Beritanya begitu-begitu saja, hanya beda tersangka dan tempat kejadiannya. Yang belum jelas apa yang dilakukan tersangka. Apakah benar teroris atau bukan. Buktinya saja kurang akurat, berupa buku-buku Islam, Al-Qur'an, dan lain-lainnya. Yang penting berita terus digoreng dan digoreng. Agar stigmatisasi ajaran Islam semakin mencitrakan buruk. Umat semakin jauh dari Islam dan Islam semakin terasing. Memang dasarnya Islam memang datang dalam keadaan terasing. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Masyaallah, bahwa Allah memberikan jaminan keberuntungan bagi orang-orang yang saleh, orang-orang yang jumlahnya sedikit dan kebanyakan orang yang menentangnya karena iman dan taatnya kepada Allah.Tidak dimungkiri menjadi orang saleh tidak mudah, akan dibenci banyak orang. Apalagi di sistem kapitalisme yang apa-apa bisa dibeli. Sehingga kejujuran orang-orang saleh akan diuji di kehidupannya. Apabila bisa memegang kesalehannya, akan semakin bagus keimanannya. Tetapi apabila memperturutkan hawa nafsu, akan terbawa ke lubang kerusakan. Karena orang-orang asing saat ini diibaratkan memegang bara api. Stigmatisasi ini akan terus ada sampai runtuhnya sekularisme kapitalisme, hingga khilafah tegak.
Selain itu, ajaran khilafah Islam juga digoreng dengan sebutan radikal, yang akan mendirikan negara Islam diatas negara NKRI. Dikatakan pengkhianat, perusak, penghancur dan sebagainya. Karena NKRI adalah harga mati yang tidak bisa digantikan dengan yang lain. Stigmatisasi itulah yang membuat pembenci Islam melontarkan argumen-argumen agar masyarakat semakin phobia.
Stigmatisasi ajaran Islam itulah yang sudah tergeneralisir pada diri masyarakat. Secara tidak langsung masyarakat sudah memiliki mindset buruk. Karena seseorang datang dengan pemahaman awal yang sudah buruk. Akan buruk pula seterusnya. Begitu juga dengan ajaran khilafah yang dianggap keniscayaan bagi masyarakat akan niscaya pula di mata masyarakat. Padahal khilafah adalah janji Allah Swt. Sebagaimana dalam firman surah An-Nur ayat 55.
Selain itu, Allah Swt. berfirman “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” (TQS. al-Baqarah [2]: 30). Saat menafsirkan ayat tersebut, Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa wajib atas kaum muslim untuk mengangkat seorang imam atau khalifah. Ia lalu menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat Khalifah) tersebut di kalangan umat dan Para Imam Mazhab; kecuali pendapat yang diriwayatkan dari Al-‘Asham (yang tuli terhadap syariah, red.) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264).
Sudah jelas firman Allah diatas dan diperkuat juga dengan tafsir Imam Al-Qurthubi tentang janji khilafah. Berjuang dan tidak berjuang pasti akan tegak kembali. Sejatinya seperti dalam pertandingan sepak bola. Kita sebagai pemain atau penonton. Jika sebagai pemainnya akan mendapatkan hadiah. Begitu pula dengan upaya penegakkan kembali khilafah akan mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Allah akan menilai usaha seseorang, bukan karena hasilnya. Proses-prosesnya yang tidak mudah dilalui oleh pengemban dakwah, meskipun mendapat cercaan dan hinaan perjuangan harus berjalan. Tidak boleh pantang menyerah dan berputus asa. Butuh pengorbanan baik harta, waktu, tenaga, bahkan nyawa. Semoga kita terus Istikamah di jalan dakwah.
(Sri Yana: Penulis)