Allah Mencintaimu

Daftar Isi

 


Oleh Maya Dhita


Memastikanmu kuat berdiri adalah sebuah perjuangan

Aku bukanlah ibu yang sempurna

Aku tak bisa janjikan kau selalu bahagia 

Namun, aku berharap engkau kembali tanpa menuntut tanggung jawab pengasuhan

Ya Allah, hanya kepada-Mu hamba memohon perlindungan

***


Menjadi orangtua tunggal bukanlah keinginan Marni. Bukan ia yang ingin pergi atau minta ditinggalkan. Talak tiga itu dijatuhkan atas sebab yang tidak jelas. Tidak mampu memberikan kenyamanan adalah hal yang sulit untuk dideskripsikan.


"Aku salah apa sampai Mas tega perlakukan aku seperti ini?"


Tangis Marni meledak saat itu. Pertahanan dirinya hancur. Sikap dingin Fahrul selama ini akhirnya terjawab sudah. Apalagi ia harus mengurus seorang anak yang terlahir spesial. Tanpa dukungan keluarga dan materi, hidup Marni terasa gelap. Andai iman tak kuat digenggam, mungkin ia telah mengambil jalan pintas.


Beruntung Marni punya teman yang selalu mengajak pada ketaatan. Allah mempertemukan lagi Marni dengan Hasna, sahabatnya waktu SMP dulu. Hasna juga yang mengajak Marni ikut kajian dakwah. Menguatkan Marni di saat rapuh. 


"Setiap kesedihan yang Allah berikan tidak akan berlalu tanpa dihapuskannya dosa atau ditambahkannya pahala. Sabarlah, ikhlaskan, dan yakin ada hikmah di balik semua ini." Hasna menguatkan Marni dengan menyentuh keimanannya.


"Tapi aku bingung harus bagaimana setelah ini, Na," keluh Marni.


"Yang sekarang harus kamu lakukan adalah fokus pada Yusuf. Rawat dan didik dia jadi lelaki kuat yang takut pada Tuhannya." 


***


"Yusuf, sayang. Bunda pergi ke warung sebentar. Baik-baik, ya, di rumah."  


Tidak ada reaksi dari anak lelaki berusia lima tahun itu. Tangannya masih sibuk menyusun lego, mainan kesukaannya. 


Yusuf memang berbeda. Sejak lahir perkembangannya cerderung lambat. Dia sering tidak merespon saat dipanggil, tidak mampu menunjuk sesuatu. Dia juga tidak menggapai sesuatu, bahkan belum mampu mengucapkan kata bermakna hingga usia dua tahun. 


Marni merasa ada yang tidak wajar dengan perkembangan Yusuf. Atas bantuan teman Hasna yang seorang dokter anak, Marni bisa mengetahui bagaimana keadaan Yusuf. Hasil screening Yusuf menunjukkan bahwa dia mengalami gangguan spektrum autisme level dua. Dia mengalami ketidakmampuan yang cukup, dalam berkomunikasi sosial meski telah dibantu. Ini juga yang membuatnya lebih banyak diam. Kalaupun sangat ingin, ia hanya bisa mengucap satu kalimat sederhana dengan interaksi yang terbatas. Keterbatasan minat terhadap sesuatu dan untuk memulai pembicaraan. Perilaku yang tidak fleksibel dan sulit untuk menyesuaikan diri.


Seharusnya Yusuf mendapatkan terapi dan lingkungan pendidikan khusus yang mendukung proses belajar dan terapi, tetapi hal itu tidaklah mungkin karena biaya yang mahal. Marni hanya bisa mengoptimalkan diri dengan menjadi pembelajar pada seminar-seminar gratis mengenai penanganan anak autis, bergabung dalam komunitas orangtua dengan anak penderita autis serta mencari informasi dari manapun yang bisa dijangkau Marni.


Kondisi ekonomi memaksa Marni menjadi terapis bagi Yusuf. Marni belajar tentang terapi okupasi, terapi wicara dan bahasa dari video dan artikel yang dibagikan gratis di komunitas anak istimewa. Semua dilakukan agar bisa memberikan terapi mandiri pada Yusuf. Mempraktikkan semua ilmu yang didapatnya dan mencatat perkembangan Yusuf secara bertahap.


Terkadang Marni ikut menangis saat Yusuf tak bisa dikendalikan. Terkadang ia merasa sangat kelelahan. Tak jarang kebingungan melanda saat dagangan onlinenya tidak laku. Tetapi Marni selalu yakin bahwa rejeki telah ditentukan. Asal ada usaha, maka Allah akan memberi jalan. 


Setiap malam sebelum tidur, Marni selalu mengajak Yusuf untuk berdoa kepada Allah. Marni berusaha untuk selalu menghadirkan Allah di setiap interaksinya pada Yusuf. 


"Dengerin mami, Yusuf, anak soleh, kita hanya bisa berharap kepada Allah. Menggantungkan diri kepada Allah, dan meminta hanya kepada Allah. Karena berharap pada selain Allah hanya akan membuat kecewa." Yusuf menggerakkan bola matanya. Entah mengerti atau tidak dengan apa yang dikatakan Marni.


Marni menyalakan speaker Al-Qur'an. Suara qori Mishary Rasyid begitu lembut menyentuh sanubari. Sedari kecil Yusuf selalu diperdengarkan murotal. Ini juga yang membuatnya bisa lebih tenang dan lebih jarang tantrum. Yusuf bahkan bisa menyambung ayat yang diucapkan Marni di dekat telinga kanannya. Luar biasa kuasa Allah. Marni berkali-kali mengucap syukur. Ia yakin Al-Qur'an adalah syifa. Obat untuk segala macam penyakit. 


Hingga pada suatu waktu, saat sedang berjalan-jalan sambil tadabbur alam bersama Yusuf, terdengar notifikasi dari ponsel Marni. Sejumlah besar uang masuk ke rekening Marni. Tak berselang lama ada pesan masuk. 


'Assalamualaikum, maaf selama ini sudah menjadi ayah yang zalim pada Yusuf. Aku akan memenuhi kewajibanku. Tolong didik Yusuf sebaik-baiknya. Aku percaya padamu.'


Marni hanya bisa mengucap syukur. Ini adalah rejeki Yusuf. Meski telah berpisah dengan Fahrul, tidak sedikitpun ada dendam di hati Marni. Semua telah ia pasrahkan kepada Allah.


Yusuf mendapat terapi dari ahlinya. Fahrul benar-benar membuktikan janjinya. Marni bersyukur karena Yusuf menunjukkan perkembangan yang signifikan.


Di penghujung malam, air mata Marni tak bisa dibendung. Tak pernah terlewat nama Yusuf di setiap doa-doa Marni. Rasa syukur dipanjatkan dengan kusyuk.


Setelah selesai melipat mukena, Marni menghampiri Yusuf yang sedang tertidur lelap. Ia mengambil robot kecil di genggaman anaknya kemudian meletakkannya di nakas.


Marni mengusap rambut yang menutup kening Yusuf, lalu mencium kepala anak istimewanya.


"Yusuf, Allah sayang sekali sama kamu."


Selesai.