Desemberku yang Beku
Siddiq-news.com--Ada bohong paling pilu, adalah mengatakan aku tak pernah merindu
Ada baik-baik saja yang paling sendu, adalah menahan diri untuk tak memupuk keinginan untuk sekedar bertemu
Ada senyum yang banyak mengandung empedu, adalah mengukuhkan kuat tanpa mengeluarkan sesak yang menderu
Desember kali ini masih saja sama. Kulalui dengan senyum yang banyak untuk sekedar tersentak diakhir senja
Hari yang dihiasi tawa lalu terisak di malam yang lama
Banyak bercerita soalan bahagia, dan berakhir pada tangis duka yang membuat insomnia
Ah, menuliskan ini, hati kembali luruh dan bangkrut dari kuat yang banyak diperjuangkan 11 bulan yang lalu
Pada desemberku yang paling beku
Memberi sesak tak terdefinisi hingga nafas terputus menggugu
Gejolak panas menyelimuti mata, sampai akhirnya luruh membasahi wajah
Sesekali, hati benar-benar diuji untuk sekedar melepas
Tapi lebih sering, hati kembali bergejolak untuk sekedar tak terima
Dilema, ada rasa tak rela, namun ada ikhlas yang tetap harus dijaga.
Pada desemberku yang beku
Masih segar dalam ingatan tentang sosok pucat berwajah teduh itu
Masih hangat dipendengaran tentang tangis-tangis tertahan dari pelepasan untuk memupuk keikhlasan
Masih harum dalam penciuman, bagaimana aroma terakhirnya dalam dekapan
Dalam kebekuan rasa
Menusuk hati seperti tak kenal henti
Bagaimana kudefinisikan Desember ini?
Jika rindu selalu bertamu tanpa undangan dan pemberitahuan terlebih dahulu?
Saat kutahu memupuknya hanya akan memberi ruang pilu
Tersebab temu yang tak mungkin tanpa jembatan yang belum sanggup kupeluk utuh
Kau tahu? Bagaimana rasanya rindu yang tak berbalas temu? Yang terjembatani maut yang tak bisa kau atur semaumu?
Yah, desemberku yang beku
Saat ku lihat sesosok bidadari cerewet dan ceria itu terbaring kaku
Bertambah pucat kulit putihnya, terdiam tanpa suara, tak ada lagi tawa yang menggelegar indah
Tak ada lagi cerita dan cerianya yang memberi banyak warna.
Ah, tak ada lagi omelannya yang kubalas air mata
Bodohnya, kini aku merindu saat-saat itu semua
Sialnya, kusadari baktiku belumlah sempurna
Ah, tidak, memang belum ada
Siapalah diri yang hanya tahu bahagia dan tak senang untuk mendengar beberapa sindiran kata?
Mama,
Si bungsu kini benar-benar belajar dewasa
Belajar dalam memikirkan kebenaran
Bahwa baktiku belum ada, bahkan belum kumulai untuk berbakti dan Tuhan mengambilmu kembali
Kini, kuwakafkan seluruh al-Fatihahku, seluruh amalan baikku atas namamu
Sebagai perealisasi paling baik versiku untuk memulai baktiku
Belum kubalas tetesan darah yang banyak tertumpah dalam melahirkanku
Belum kubalas payahmu dalam mengandungku
Belum kubalas tetesan ASI yang kau beri seikhlas bahagiamu kala itu
Belum, belum kuberi kau sedikit saja balasan atas jasa-jasamu
Mama,
Desember ini benar pilu
Namun, yakinku tetap utuh
Bahwa setiap usaha anak-anakmu
Setiap langkah benar keturunanmu
Akan memberi secercah bahagia di akhiratmu
Memberi cahaya yang banyak di peristirahatanmu
Kulangitkan doa di setiap sujud panjangku, kutinggikan harap pada Robbku
atas namamu, atas kuasa Pencipta
semoga kelak perkumpulan terindah di tempat terbaik yang Tuhan ridai akan tercipta
See you
Penulis: Candelaria Athaya