Menuntas HIV/AIDS dalam Kacamata Islam

Daftar Isi


siddiq-news.com -- Satu Desember kemarin diperingati sebagai Hari HIV/AIDS Sedunia. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, banyak acara terselenggara. Beragam kampanye berseliweran di dunia maya. Banyak slogan tercipta. Banyak sekali langkah manusia untuk berkoar dengan berbagai cara. Soal bahaya, dampak dan kengerian para pengidapnya. 

Hanya saja, kita lalai pada akar masalahnya. Dan yah, semua berlalu begitu saja. Hanya kesan say not to HIV/AIDS, bagaimana menerima para pengidapnya, bagaimana berteman dan tidak memandang hina. Dan blassshh semua hilang ditelan masa.


Kita telah mafhumi bersama, bahwa penyakit satu ini adalah penyakit yang belum ditemukan obatnya. Sesekali, dahulu sekali, para pemuka agama dari berbagai agama menyatakan dengan tegas bahwa itu adalah murka Tuhan.


Anehnya bagi kita, kaum manusia yang lahir dari hina lalu tumbuh dengan kecongkakan. Menyaksikan fenomena ini, diri masih saja belum sadar. Hanya sebatas slogan, acara dan pemberian materi yang bagi para kaum milenial dan gen Z itu adalah hal paling membosankan. Itu belum cukup! Sungguh.


Virus ini seperti halnya tanaman rusak, yang bagaimanapun usaha kita untuk memangkas kerusakannya takkan menumbuhkan kebaikan. Why? Karena masalah utama yang belum teratasi! Apa itu? Menghabisinya hingga ke akar-akarnya. Tidak hanya sibuk memilah buah rusak untuk sekedar dibuang. Tidak pula hanya memangkas ranting-rantingnya untuk menghalangi pertumbuhan. Tidak!


Seperti belati yang tertancap dalam pada diri, tak cukup dengan memberi obat saja, belati itulah yang perlu dilepas, disingkirkan!


Ah, kita takkan membahas soal belati dan pohon. Saat ini mari kita angkat pandangan kita untuk melihat sekitar. Melihat fenomena penyebaran penyakit berbahaya yang kini berlalu lalang dalam hidup kita.


Apatis, egois, individualis, membuat kita tak mengenal sesiapa di sekitar kita yang sebenarnya telah terjangkit. Ini bukan hanya soal mereka yang 'telanjur' menerima derita. Tapi juga soal kita yang 'menolak' untuk sekadar tahu. Apalagi untuk simpati?


Teringat saat salah seorang nakes bercerita, tentang bagaimana ia kaget dengan angka pengidap HIV/AIDS, Sipilis dan kawan-kawan yang ternyata telah banyak di sekitar kita, pungkasnya. Tapi tolong bayangkan jadi saya?

Jika nakes saja sampai kaget lantas bagaimana dengan saya yang hanya penjual online biasa? Ah.


Beredar banyak berita beberapa hari belakangan ini. Bahwa:

UNAIDS dan mitra global kemarin-kemarin ini berencana membentuk Aliansi Global Baru untuk mengakhiri AIDS pada anak serta melaksanakan kegiatan amal yang rencananya akan diresmikan tepat pada Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2022.


Dan, yah itu terealisasi. Acaranya sukses. Materinya keren. Edukasi se*snya oke. Tapi apakah sudah cukup?


Menurut diri yang fakir ini, memberantas virus bukan dengan hal-hal yang berulang dilakukan setiap tahunnya. Faktanya, setiap tahun angka pengidap virus ini semakin bertambah dan bertambah lagi.

Mau menutup mata? Rasanya kita terlalu bodoh untuk lupa bahwa bahaya dari virus ini menghantui diri kita, keluarga dan sahabat kita. Jika pun tak mampu menjadi pemerhati manusia, paling tidak jadilah pemerhati sedikit dari kalangan kita.


Sekularisme mencengkeram dada-dada generasi muda. Menanamkan faham kesenangan dan kebebasan untuk mengarungi hiruk-pikuk kehidupan. Mereka bebas berekspresi, bebas memilih dan bebas melakukan apapun tanpa melihat dampak kritis setelahnya.


Memberikan kebebasan untuk menjalani hidup tanpa pedoman dan peraturan sejatinya merusak secara perlahan. Tingkat pergaulan bebas yang melejit tinggi karena dorongan naluri yang tak memiliki aturan. Bahkan diberi kebebasan untuk menjalin hubungan sebelum pernikahan. Tontonan demi tontonan memicu keliaran pemuda hari ini, ah tidak, bahkan para generasi dewasa pun demikian.


Bayangkan saja, bagaimana keliaran dalam naluri biologis tak mencuat? Saat konten-konten porno sangat mudah diakses. Lalu, keleluasaan menjalin hubungan tanpa ikatan pernikahan menjadi perealisasi dari apa yang telah disaksikan mata untuk menumpuk dosa.


Gonta-ganti pasangan, perselingkuhan kini menjadi tren di kalangan masyarakat. Dan di sinilah jendela terbuka untuk virus HIV/AIDS melenggang masuk tanpa permisi. Ditambah pemakluman akan kehadiran kaum PLT/LGBT menambah deretan nama penderita Sipilis dan masalah sejenis bertengger gagah.


Tidakkah kita merasa sedang menonton komedi? Setiap tahun penyelenggaraan banyak diadakan untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran penyakit ini. Namun setiap waktu kita memberi ruang pergaulan bebas menaiki panggung eksistensinya. Kita seperti sedang mengeringkan pakaian di tengah derasnya hujan bukan?


Maka, kembali lagi bahwa asas bebas sampai bablas yang digaungkan dan didewakan generasi hari ini adalah cikal bakal dari masalah tak berujung dan mengerikan ini. Seperti berada dalam lingkaran setan. Sangat sulit menemui titik terang. Bahkan saat cahaya kebenaran dipampangkan, mereka sulit untuk memalingkan wajah.


Maka jelaslah kata pepatah, "jika telah rusak pada buah maka cabutlah hingga akarnya".

Jika telah rusak pergaulan hari ini maka gantilah peraturannya. 


Lantas bagaimana Islam memandang hal demikian? Bukan egois, hanya saja sejauh mata memandang, sejauh diri belajar menelaah permasalahan dan mencari jawaban. Nyatanya hanya Islam yang memiliki.  Memiliki gaya nyentrik dalam pencegahan. Jangan dekat-dekatan nanti terjerumus perzinaan. Jangan pacaran karena itu adalah sesuatu yang merugikan. Memiliki gaya paling perkasa dalam menyelesaikan masalah, membuat nyali siapapun yang akan mencicipi kebodohan menciut. Dan memberikan kesan kehati-hatian atau bahkan waspada. Bahwa hukum atas pelanggaran pada dirimu dan aturan Tuhanmu tidaklah sedikit.


Bagi pelaku zina, maka ia akan dihukum jilid/rajam di tengah umat, diusir dari kampung halamannya dan dihinakan. Bagi kaum PLT/LGBT akan dihukum seberat-beratnya sesuai aturan terbaik untuk memberi efek jera dan menjadi warning bagi mereka yang menyaksikannya.


Wah sadis yah? Uya terkesan sadis bagi para pelaku, sementara bagi kalian yang masih normal itu jauh lebih baik. Jikalah hukum demikian terterapkan masihkah perzinaan merajalela? Tempat jajan wanita dilegalkan? PLT/LGBT dimaklumi? Lalu HIV/AIDS menghantui?Barulah kita akan kocar-kacir lagi untuk mencari solusi? Oh ayolah.


Kita hanya memerlukan sedikit kesadaran untuk memilih hal terbaik untuk kehidupan selanjutnya. Jika berpangku tangan adalah pilihan terbaik menurutmu, lantas kapan perubahan terbaik itu menghampiri?


Penulis : Habibah Nafaizh Athaya 

(Kontributor Media siddiq-news.com)