Saat Empati Hilang, Nyawa Ikut Melayang

Daftar Isi

 


Dalam dekapan sekularisme saat ini, nyawa seolah mudah melayang. Banyak hal yang mempengaruhi, mulai dari sikap cuek sampai hilangnya empati.


Peristiwa menyedihkan terjadi di Kalideres, tepatnya di sebuah rumah  kawasan kompleks perumahan Citra Garden 1 Extension. Fitemukan empat jenazah dalam kondisi mengenaskan. Dua diantaranya telah mengering, dan dua lainnya dalam kondisi membusuk. Keempat jenazah tersebut adalah satu keluarga yaitu suami, istri, anak dan paman.


 Salah seorang warga yang mencurigai rumah yang sepi dan tercium aroma tak sedap, melaporkan ke ketua RT dan kemudian mereka melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Rumah besar berpagar tinggi itu pun ramai dengan warga sekitar dan aparat polisi karena ternyata di dalamnya ada empat mayat ditemukan dengan dugaan kematian akibat kelaparan. 


Sebagaimana dilansir dari Republika.com (12/11/2022), ternyata keluarga tersebut sudah lama tinggal di kompleks perumahan di Citra Garden. Disebutkan ketua RT setempat bahwa keluarga tersebut telah tinggal lebih dari 20 tahun di tempat itu, dan jarang sekali terlihat berinteraksi dengan warga sekitar termasuk dengan ketua RT. Padahal rumah ketua RT berhadapan dengan rumah korban. Hal inilah yang kemudian membuat dugaan bahwa keluarga tersebut adalah keluarga yang “tertutup”. Lantaran tertutupnya, kematian mereka baru terungkap tiga minggu setelah ada salah seorang warga yang mencium aroma busuk dari dalam rumah setiap melintas didepan rumah yang berpagar tinggi itu. 


Sementara itu mengutip dari detiknews (12/11/2022), Walikota Jakarta Barat, Yani Wahyu Purwoko juga melihat lokasi mayat sekeluarga yang diduga tewas kelaparan. Yani mengatakan dari kasus ini mengingatkan kita pentingnya interaksi sosial. Lanjutnya dengan interaksi sosial itu maka akan muncul kepekaan, memiliki rasa kebersamaan, sehingga timbul kepedulian untuk saling membantu bila ada warga yang membutuhkan. Peran RT, RW dan aparat di wilayah tersebut sangat penting.


Terlepas dari penyebab utama kematian empat orang di Kalideres tersebut yang sampai saat ini masih menjadi polemik. Kita bisa melihat bahwa ada keterlambatan dari orang-orang sekitar para korban, sampai ada kesan membiarkan hal buruk terjadi di sekitar mereka. Apakah telah hilang empati di hati orang-orang sekitar sehingga meski mereka telah melihat gelagat dan tanda- tanda yang tidak baik tapi tetap acuh? Padahal, aroma bau tak sedap itu sudah lama tercium, karena ada dugaan bahwa dua korban sebelumnya sudah tewas terlebih dahulu dan dibiarkan mengering. Sungguh, di tengah sistem sekularisme yang dibuat oleh manusia ini, empati itu hilang. 


Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap interaksi sosial yang niscaya terjadi di antara manusia?


Islam memandang bahwa interaksi dengan sesama Muslim didasari pada keimanan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf), persaudaraan (ukhuwah), saling berwasiat akan kebenaran (al haq) serta mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. 

Islam juga mengatur interaksi dengan selain Muslim, yang didasari karena keniscayaan interaksi sehingga timbul nilai insaniyah  (kemanusiaan), akhlak yang baik dan pribadi yang agung (mulia). Dalam sejarah, kita dapati bagaimana perlakuan Rasululullah kepada umatnya, baik Muslim dan selainnya. Rasulullah adalah suri teladan terbaik. Darinya, kita bisa memahami bagaimana seharusnya sikap pemimpin yang amanah dan punya empati yang besar kepada rakyatnya.


Dikutip dari buku Kepemimpinan Empati Menurut Al Qur’an oleh Asep Dika Hanggara, empati adalah upaya untuk mengerti orang lain secara mendalam, baik dari segi emosional maupun intelektual. Seseorang akan menggunakan hati, mata dan pikirannya untuk mendengar secara objektif. Dalam Islam, tidak disebut beriman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara ada tetangganya dalam kondisi kelaparan.


 Rasulullah bersabda: "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan disampingnya, padahal ia mengetahuinya." (HR At-Thabrani). 


Hadis ini berlaku secara umum, baik itu tetangga Muslim atau selain Muslim. Sebagai seorang yang beriman maka sejatinya kasus ini tidak akan terjadi jika rasa empati itu masih ada. Kepedulian terhadap sesama akan terasa karena ada contoh dari para penguasa. Baik itu dari pemerintah, aparat desa/wilayah yang diamanahi mengurusi masyarakat. 


Ketika pemimpin atau penguasa memiliki sikap amanah, bertanggungjawab dengan rakyat yang dipimpinnya dan memiliki jiwa kepedulian yang tinggi atau empati yang besar maka rakyat pun akan senantiasa terjaga dan menjaga sesama mereka. Kehidupan seperti ini hanya akan didapati dalam sebuah sistem baik yang paripurna yaitu Islam.


Dalam sejarah dikisahkan bagaimana keteladanan Rasulullah sebagai seorang pemimpin yang memiliki empati yang besar yang lahir dari keyakinan Islam yang beliau emban. Kemuliaan beliau yang setiap hari menyuap seorang Yahudi buta di pasar, yang membuat si Yahudi terpesona dengan keindahan akhlak beliau. Tentu ini semua tidak muncul begitu saja, ini adalah aturan yang sempurna yang datang dari Allah, zat yang menciptakan dan mengatur. Rasulullah tidak akan melakukan hal tersebut jika tidak diperintahkan oleh Allah Swt. Karena ketakwaan seorang hamba akan diukur dari keterikatannya dengan perintah Allah atau syari'at Islam.


Dalam kisah lain, seorang Imam Syafi'i menangis ketika seorang sahabatnya datang meminjam uang untuk kebutuhan dia dan keluarganya. Imam Syafi'i menangis dan malu, sehingga membuat sahabatnya merasa tak enak, lalu bertanya kepada sang Imam. Imam Syafi'i pun menjawab, "Aku sedih, karena engkau sampai harus datang kesini hendak meminjam uang. Seharusnya, aku tahu kesulitanmu sebelum engkau hendak meminjam uang padaku". Begitu besar nya empati beliau kepada sahabatnya, sampai beliau merasa malu dan bersalah karena tidak mengetahui kesulitan yang dihadapi saudaranya. Demikian indah syari'at Islam menggambarkan jiwa empati yang begitu besar yang lahir dari kepribadian yang baik yang didasari keimanan.


Islam begitu komprehensif dalam mengatur kehidupan, menjadikan seorang Muslim tidak individualis karena interaksinya sosial adalah sesuatu yang niscaya terjadi. Islam  datang dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah Azza Wa Jalla, maka sudah seharusnya kita mengambil aturan-Nya jika menginginkan kehidupan ini berjalan harmonis.


Wallahu a'lam bishawwab 


Penulis: Ronita Pabeta, S.Pd. 

(Pemerhati Sosial)