Ironi Potret Buruk Pendidikan dan Dekadensi Moral, dalam Sistem Kapitalis

Daftar Isi


Pelajar yang Brutal, Membully, hingga Tak Berakhlak adalah Bentuk Dekadensi Moral yang Banyak Terjadi Saat Ini. 


Islam Punya Solusi Terkait Dekadensi Moral Generasi 


Penulis: Afifatur Rahmah

(founder ARP & Penggiat Literasi)


Siddiq-news.com -- Dewasa ini viral aktivitas pelajar yang memprihatinkan dan meresahkan. Tengok saja bagaimana brutalnya seorang pelajar yang memukul dan menendang seorang nenek yang diduga ODGJ hingga terjatuh di Kabupaten Tapanuli Selatan. Kasus ini pun terus bergulir dalam ranah hukum. Hingga menetapkan IH dan PH sebagai tersangka dengan dakwaan pasal 352 terkait tindak penganiayaan ringan (tipiring).


Di sisi lain, kasus bullying terus terjadi di berbagai wilayah. Misalnya saja, perundungan siswa SD yang dilakukan oleh kakak kelasnya kepada MWF (8 tahun) hingga koma di Bendungan Sengguruh Kecamatan Kepanjen Malang, Jumat (11/11/2022). Beredar pula video viral bullying yang dilakukan siswa SMP di Bandung, Jawa Barat. Mereka menendang kepala siswa lainnya yang sudah memakai helm. Begitu pula bullying seorang siswi SMP di Sumatera Selatan, yang diinjak, diguyur, dan dimaki-maki oleh gerombolan siswa lainnya di dalam kelas. Seorang siswa SMA di Kendari, Sulawesi Tenggara juga menjadi korban pembullyan oleh seniornya ketika diklat dan dianiaya hingga wajahnya lebam. Dan masih banyak kasus lainnya yang serupa. 


Mirisnya lagi, kasus amoral yang dilakukan pelajar masih terus bermunculan seperti kekerasan seksual dan pencabulan. Sebagaimana dikutip dari  media Detik Sulsel (Rabu, 11/1/2023). Menurut laporan Retno Listyarti selaku Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sepanjang tahun 2022, korban kekerasan seksual dialami 117 pelajar. Data tersebut dihitung berdasarkan kasus yang masuk data dan diproses hukum. Sedangkan yang tidak terdata, waallahualam. Ngerinya lagi 2 remaja di Makasar berinisial AR (17) dan AF (14), tega membunuh Fadli, siswa SD berusia 11 tahun hanya karena tergiur iming-iming uang dari penjualan organ manusia di internet.


Nahasnya, maraknya kasus yang terjadi hanyalah fenomena gunung es yang hanya tampak di permukaan. Namun justru di balik itu lebih banyak lagi kasus yang belum terkuak. Realita yang ada adalah potret buram pendidikan saat ini. Ironisnya banyak kasus terjadi di kala Kemdikbud Nadim Makarim massif mencanangkan program Profil Pemuda Pancasila dan kurikulum merdeka belajar. Maka muncul keraguan, akankah program ini menjadi solusi mengatasi moral generasi bangsa atau justru menjadi sumber masalah? Tulisan ini akan menguak analisisnya dari dimensi Islam.


Kegagalan Sistem Pendidikan Kapitalis


Kemendikbudristek Nadim Makarim telah mencanangkan program yang dianggap jitu untuk menyelesaikan problem generasi melalui  kurikulum merdeka belajar dan Profil Pemuda Pancasila. Implementasi kurikulum merdeka belajar yang tertuang dalam Perppu Kemendikbudristek No. 56/M/2022 ini, telah dilaksanakan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Sementara program Profil Pemuda Pancasila ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2022 mengenai RPJMN Tahun 2020-2024. Berisikan 6 proyek yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; kebhinekaan global, mandiri, gotong royong, bernalar kritis dan kreatif.  


Alih-alih program ini mampu mengatasi dekadensi moral generasi, justru programnya mengandung bias dan narasi yang perlu dikritisi, di antaranya:


Pertama, pendekatan filosofi pasar pada kebijakan pendidikan sekolah saat ini dengan penerapan kurikulum merdeka, tidak lagi berorentasi mutlak sebagai sarana menuntut ilmu. Namun kini sudah bergeser menjadi ladang profit laiknya perusahaan. Peserta didik dianggap sebagai output hasil produksi perusahaan tersebut. Alhasil sekolah kini hanya berfungsi sebagai pencetak tenaga kerja (buruh) yang siap mengabdi kepada perusahan-perusahan asing atau aseng. Alih-alih mereka akan menjadikan ilmu sebagai implementasi dan media dakwah, justru sebaliknya yang ada hanya sibuk mengejar materi dan keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara yang penting bermanfaat. Inilah imbas dari filosofi kebebasan yang senantiasa didengungkan Barat dengan sistem Kapitalisnya.


Kedua, unsur moderasi dimasukkan pada Profil Pelajar Pancasila. Makna moderasi dinarasikan sebagai lawan dari radikal/ekstremis. Dimana makna radikal sudah mereka tetapkan yaitu setiap orang atau kelompok yang menginginkan penerapan syariat Islam kaffah. Sehingga nampak jelas bahwa moderasi hari ini adalah program yang diaruskan global dalam rangka menghentikan kebangkitan Islam.


Ketiga, pemaknaan beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dengan pemaknaan Islam Moderat. Bukan beriman kepada Allah yang wajib terikat dengan seluruh hukum Allah. Tapi mengambil Islam hanya pada yang sesuai dan yang boleh oleh ideologi Kapitalis hari ini. Bahkan akan menjadi orang yang melawan penerapan syariat yang diturunkan oleh Allah untuk kebaikan bagi manusia.


Padahal dalam banyak ayat menunjukkan wajib untuk berhukum dengan seluruh hukum Islam sebagaimana Al Qur’an Surat Al-Maidah ayat 48-50.


Walhasil, jelas Profil Pelajar Pancasila tidak mampu menyelesaikan persoalan dekadensi moral. Karena persoalan moral hari ini disebabkan para pemuda tidak paham Islam Kaffah, sehingga tidak menjadi generasi yang memastikan amalnya adalah amal baik bukan amal yang buruk dan maksiyat. Lebih dari itu Profil Pelajar Pancasila malah menjadi program yang menjauhkan pemuda dari pemahaman Islam Kaffah. Sebagai agama terbaik dan sempurna yang akan membawa keberkahan ketika syariatnya diterapkan total dalam kehidupan sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw..


Realita tersebut berkorelasi terbalik dengan sistem pendidikan dalam Islam.  Tujuan sistem pendidikan Islam sangat agung dan berkualitas yaitu membangun kepribadian islami, yakni pola pikir (aqliah) dan jiwa (nafsiyah) bagi anak-anak umat. Dan mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keIslaman (ijtihad, fikih, atau peradilan), maupun berbagai bidang sains (teknik, kimia, fisika, atau kedokteran). Sementara landasan kurikulumnya bedasarkan akidah Islam. Meliputi seluruh materi pengajaran dan metodenya. Baik dari segi pendekatan, model asesmen pembelajarannya hingga strategi pendidikannya.


Terbukti, peradaban Islam pernah mengalami puncak kejayaan dalam bidang pendidikan. Terutama pada abad 10 masa dinasti Abassiyah. Goresan tinta sejarah mengabadikan begitu megahnya sekolah-sekolah, madrasah, perguruan tinggi dan perpustakaan berdiri di segala penjuru Negara Islam. Beragam ilmu pun berkembang pesat mulai dari ilmu agama seperti Ilmu tafsir, fikih, qiraah, ushul fikih, tasawuf, ilmu kalam. Hingga ilmu umum dan sains semacam matematika, fisika, kimia, astronomi, geologi, biologi, sosial, farmasi dan pertanian. Melahirkan para ilmuwan dan ulama-ulama hebat yang menjadi peletak dasar ilmu pengetahuan hingga negara-negara Eropa pun menimba ilmu ke Negara Islam saat itu. Bahkan mirisnya, sejarah membiaskan keberhasilan dan kesuksesan ini hingga penemuan-penemuan iptek diadopsi menjadi milik Barat. Padahal Islamlah yang menjadi mercusuar keberhasilan ilmu dan  peradaban saat itu.  


Maka, hanya sistem Pendidikan Islam yang mampu melahirkan generasi terbaik, generasi yang paham terhadap Islam, amalnya senantiasa jauh dari kemaksiatan, generasi yang menguasai ilmu dan teknologi, serta mengamalkan untuk kebaikan seluruh manusia dan alam. Hanya dengan penerapan Islam kaffah dalam bingkai negara, sistem pendidikan Islam akan terwujud gemilang dan mampu mengatasi dekadensi moral.