Kapitalisme Mengubah Peran Strategis Ibu
Kapitalisme Memanfaatkan Peran Strategis Ibu di Sektor Pariwisata
Islam Memberikan Kedudukan Mulia bagi Para Ibu sebagai Pencetak dan Pendidik Generasi
Oleh Imas Rahayu
Praktisi Pendidikan
Sandiaga Uno yang memiliki jabatan sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membeberkan bahwa ibu-ibu memiliki peran strategis di sektor wisata.
Peran tersebut yang akan mampu meningkatkan devisa sebesar US$5 miliar atau sekitar Rp77,9 triliun menurutnya. Dalam bentuk apakah sesungguhnya peran tersebut?
Senin (9-1-2023), dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno, Sandiaga memaparkan bagaimana cara untuk mendapatkan devisa dari sektor wisata. Menurutnya, agar devisa dapat memenuhi target, maka destinasi wisata harus menawarkan hal-hal yang menarik untuk dapat memperpanjang lama tinggal (length of stay) dan kualitas belanja dari masing-masing para wisatawan, baik mancanegara maupun Nusantara. Ia juga menambahkan bahwa wisatawan yang diincar yakni ibu-ibu. (bisnis[dot]tempo[dot]co, 10/01/2023).
Memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa menteri satu ini telah mengincar kaum ibu-ibu. Pasalnya, mereka para kaum hawa secara naluriah pasti suka dengan keindahan. Apa pun itu bentuknya, asalkan dapat membuat hati senang, jadi hasrat untuk memiliki sesuatu sangatlah tinggi. Masalah tempat wisata, misalnya, jika tempatnya menyenangkan dan dapat memanjakan mata, maka wanita pun dapat berlama-lama di sana.
Selain itu pula, kalau ibu-ibu melakukan bepergian ke mana pun pasti tidak lepas dari buah tangan. Mereka akan mencari sesuatu yang dapat dibawa pulang untuk oleh-oleh. Maka, jadilah jika terdapat jajanan atau aksesori yang menarik, mereka akan merogoh koceknya berapapun harganya. Nah, inilah maksud dari perkataan Pak Menteri tersebut.
Pernyataan Pak Menteri tersebut seakan-akan mengisyaratkan bahwa ibu-ibu adalah ladang uang. Dengan memanfaatkan sifat dan hobi mereka, maka negara akan mendapat keuntungan yang besar. Hal inilah memperlihatkan betapa lihainya para penggawa untuk memanfaatkan para kaum hawa. Bahkan, peran kaum ibu di bidang ekonomi disebut sebagai peran yang strategis.
Lebih anehnya lagi, banyak kondisi yang justru meniadakan peran utama mereka. Dengan kondisi sulitnya perekonomian saat ini, ditambah banyaknya yang terkena dampak PHK, membuat ekonomi keluarga semakin terpuruk. Hal tersebut tentu akan memaksa para ibu untuk turut memutar otak demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Walhasil, tidak sedikit pula yang akhirnya memutuskan untuk bekerja di luar rumah. Nah di sinilah yang semestinya tugas utama mereka sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, malah akan membuat suaminya banyak terbengkalai.
Keluarnya perempuan dari rumah tidak ayal akan menyisakan banyak masalah. Anak-anak yang semestinya masih butuh perhatian orang tua terutama ibu, justru berada di tangan pembantu. Dengan ini mereka menjadi kurang perhatian dan dapat tumbuh menjadi anak yang susah dididik. Selain itu, peran sebagai istri juga akan terbengkalai, membuat hubungan suami istri mengalami keretakan dan tidak jarang akhirnya akan berujung dengan perceraian.
Masalah di atas pasti berpengaruh besar bagi bangsa dan negara. Kelalaian dalam mendidik generasi bisa mengakibatkan hancurnya SDM. Pengaruh utamanya bukan pada fisik atau kepandaiannya saja, akan tetapi juga pada sifat dan kepribadian generasi.
Generasi sangat membutuhkan contoh yang baik agar tumbuh kepribadian mereka. Jika yang memberi contoh adalah mereka yang lupa akan tugas utama sebagai ibu dan cenderung mementingkan materi, maka dapat diprediksikan bagaimana nantinya nasib generasi selanjutnya.
Ya, inilah perbedaan perhatian peran strategis ibu nyata memperlihatkan bahwa penguasa lebih mementingkan peran memperbanyak devisa daripada peran sebagai ibu dan istri, yakni sebagai ibu generasi dan pengatur rumah tangga suaminya. Hal ini memperlihatkan bahwa pandangan keberhasilan dalam kapitalisme hanya dilihat dari seberapa banyak kita memberikan keuntungan materi. Ini merupakan prinsip yang lahir dari penerapan kapitalisme.
Kapitalisme merupakan mabda yang berasaskan sekularisme, yakni aturannya memisahkan agama dari kehidupan. Artinya, bahwa agama tidak boleh digunakan untuk menentukan aturan dunia. Kapitalisme telah melahirkan pemikiran yang bersifat materialistis, dimana kebahagiaan hanya akan terwujud jikalau mendapatkan banyak materi semata. Dengan bercokolnya sistem kapitalistik ini maka akan dapat menggeser peran strategis ibu yang awalnya sebagai pendidik generasi, malah menjadi penambah pundi-pundi devisa.
Sangat jauh dengan penerapan mabda Islam. Islam akan memberikan kedudukan yang mulia bagi para ibu. Sebab mereka adalah pencetak dan pendidik generasi. Oleh sebab itu, kuat lemahnya suatu generasi mendatang terletak di pundak para ibu. Seperti Imam Syafi’i, terdapat kesabaran dan keuletan seorang ibu di belakang kemasyhurannya.
Tidak hanya itu saja, namun Islam hanya membolehkan para ibu bekerja, bukan mewajibkan. Karena kewajiban memberi nafkah ada pada diri suami. Sebab itu, para ibu tidak perlu lagi memikirkan cara untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Maka, Ibu akan dapat konsisten memikirkan untuk mendidik anak dan mengurusi rumah tangga suaminya dengan baik.
Selain itu, Islam juga mendidik agar kaum muslim agar tidak hidup dengan hura-hura sebab berlebih-lebihan itu temannya setan dan sangat dilarang oleh Allah Swt. Hal ini akan membuat para ibu lebih berhati-hati dan memilah lagi dalam mengeluarkan uang dan lebih mengutamakan kebutuhan daripada sekadar keinginan saja. Ketika ada di tempat wisata, misalnya, kaum hawa akan membelanjakan harta seperlunya saja.
Dalam Islam, sumber pendapatan utama negara diatur oleh Baitulmal bukan dari sektor pariwisata, melainkan dari kekayaan negara dan kekayaan umum. Kekayaan negara diantaranya jizyah, kharaj, fai, ganimah, harta tidak bertuan, dll. Sedangkan kekayaan umum yaitu seluruh SDA berupa api, tanah, dan air. Oleh karenanya, pariwisata bukanlah alat untuk menopang utama keuangan negara. Sistem Islamlah yang dapat menerapkan dan mengatur segala sesuatu sesuai tempatnya. Wallahu a'lam bishawwab.