Masuk Momen Nataru, Dompet Emak Kian Kelu

Daftar Isi

 


Penulis : Ummu Alifah

(Emak Ideologis)

Masuk Momen Nataru, Dompet Emak Kian Kelu

Siddiq-news.com -- Masuk momen Nataru (Natal dan Tahun Baru) tahun ini para emak harus bersiap mendapati dompet yang kian kelu. Emak kudu mengencangkan kembali ikat pinggang yang sebelumnya memang sudah sangat kencang. Sudah jadi langganan, bukan hanya Nataru, di setiap momen hari raya, tanpa diminta harga-harga kebutuhan pokok selalu merangkak naik bikin pusing tujuh keliling.

Fakta di lapangan dari urusan harga bahan kebutuhan pokok, para emak yang paling hapal. Saat ini menurut berita yang disampaikan media CNBC Indonesia (14/12/2022), mulai beras, cabe rawit merah dan merah keriting, bawang merah dan putih, gula, telur, daging ayam dan sapi tak ada yang anteng di harga biasa. Semua melonjak. Tahu tempe, yang jadi andalan emak di kala dompet setipis selembar kertas pun dipastikan naik atau mengecil ukurannya, karena harga kedelai yang juga meroket. 

Jeritan Emak, Siapa yang Tanggung Jawab?

Emak-emak tentu akan menjerit dengan kondisi tersebut. Apalagi selalu berulang setiap tahunnya. Sudahlah sejak bulan September lalu emak dipusingkan dengan kebijakan pemerintah yang katanya sih demi rakyat, tapi justru malah bikin rakyat kelojotan; menaikkan harga bensin ke besaran yang membuat geleng kepala. Padahal di bulan Julinya, emak juga sudah berlipat kening memikirkan semua kebutuhan untuk anak masuk sekolah. Seragamnya, tas, sepatu, buku dan ATK lainnya. Apalagi kalau ada anak yang baru masuk TK, SD, SMP, SMA dan kuliah, semua ada biaya masuk yang tidak sedikit kalau memang menginginkan pendidikan yang lumayan berkualitas. Belum kalau ada anggota keluarga yang sakit, ongkos mahal untuk sehat itu sampai memunculkan pemikiran ‘rakyat miskin dilarang sakit’. Apalagi dengan kenyataan bahwa pendapatan suami tidak ikut naik. Bahkan yang lebih miris, tak sedikit dari para suami yang kehilangan pekerjaannya karena di-PHK. Migrain kepala emak dibuatnya.

Lantas kenapa semua itu terjadi? Jawaban yang biasa didapat adalah karena permintaan setiap menjelang hari raya termasuk Nataru itu selalu meningkat. Kondisi ini -katanya- bertemu dengan stok yang tidak bertambah. Maka yang terjadi adalah kelangkaan bahan kebutuhan yang menjadi celah bagi produsen untuk menaikkan harga. Ditambah dengan watak serakah dan culas yang menjangkiti pengusaha berduit tebal. Mereka kerap kedapatan menimbun stok barang kebutuhan rakyat untuk dikeluarkan jika harga tergerek naik. Diperparah dengan praktik monopoli stok maupun pasar oleh perusahaan-perusahaan raksasa mejadikan mereka berkuasa penuh mengendalikan harga, bahkan negara pun dibuat kelimpungan dan lemah dalam memberantasnya.

Kapitalisme Sekuler Sumber Masalahnya

Emak jadi berpikir, kalau memang setiap tahun akan bertemu dengan kondisi seperti itu, kenapa pemerintah tidak berusaha untuk menyelesaikannya? Bukankah mereka memiliki para ahli di bidang ekonomi? Atau jangan-jangan, sistem ekonomi yang diberlakukanlah yang justru jadi sumber masalahnya? 

Ya, betul. Jika saja para emak dan semua orang mau duduk merenungi persoalan yang bikin migrain kepala itu, tentu akan didapati akar persoalannya. Apa lagi kalau bukan karena diterapkannya sistem ekonomi dan sistem kehidupan yang diimpor dari Barat. Iya, sekarang bukan lagi zamannya impor itu hanya urusan barang saja, sistem hidup pun ikut diimpor dari luar negeri. Namanya Kapitalisme sekuler.

Kapitalisme menjadikan negara yang semestinya mengurus semua persoalan rakyat, malah melempar tanggung jawabnya ke tangan para pengusaha bermodal gede. Semua kebutuhan penting rakyat, dari pangan, pakaian, sampai urusan tempat tinggal, negara cuci tangan, cukup menyerahkannya ke genggaman swasta. Prinsip mereka tegas, ‘lu ada duit, gua jual. Lu gak ada duit, lu minggir’. Rakyat pun jadi banyak yang terpinggirkan dari kondisi tercukupinya kebutuhannya. Maka jangan heran kalau para pengusaha bermental serakah dan jauh dari iman bakalan mudah untuk melakukan hal-hal licik dan curang semodel menimbun atau menaik-turunkan harga semaunya sendiri. Lha wong kekuasaan ada di genggaman mereka. Negara yang ngasihnya! Duh, Mak, makin puyeng rakyat dibuatnya. 

Terus negara kerjaannya apa? Sistem Kapitalisme memberi tugas kepada negara hanya untuk membuat undang-undang, peraturan, atau bahasa kerennya itu regulasi. Itu pun dalam rangka ngasih kewenangan gede kepada para pemodal untuk bisa leluasa mengeruk untung banyak dari hasil jualan semua kebutuhan rakyat. Alamak, pantas saja kenaikan harga atau menghilangnya stok barang di masa Nataru dan hari raya lainnya terus berulang. 

Apalagi dengan dasar sekuler yang diterapkan, lahirlah para penguasa yang tidak peka dengan kesusahan rakyat. Bermunculan juga para pengusaha licik dan serakah. Rasa takut akan pertanggungjawaban di hadapan Sang Pencipta makin menguap hilang dari benak mereka.     

Solusinya Hanya Islam

Kalau di sistem Kapitalisme yang sekuler kondisinya amburadul seperti itu, para emak tidak perlu khawatir. Asalkan mau meneropong solusi kehidupan dari sistem hidup yang berasal dari Penguasa Jagat Raya, yakni sistem Islam. Selanjutnya emak pun wajib mengikuti resep jitu yang berasal dari Islam.

Sistem Islam mewajibkan penguasa untuk bertanggung jawab terhadap semua persoalan yang terjadi dan menimpa rakyatnya. Termasuk masalah kebutuhan akan pangan. Negara memegang kendali penuh dalam pengurusan tersebut. Maka selain urusan produksi, negara pun bertanggung jawab memastikan satu demi satu rakyatnya tercukupi kebutuhannya. Ini berlangsung terus-menerus, tidak memandang kondisi, termasuk masa-masa hari raya dan lainnya.

Negara juga berkewajiban untuk menerapkan aturan Islam dengan sempurna. Termasuk dalam persoalan menegakkan larangan agama berupa penimbunan, mempermainkan harga, monopoli pasar dan seterusnya. Di sini emak tak perlu khawatir lagi seperti di alam Kapitalisme, karena harga-harga dan ketersediaan barang kebutuhan akan dijaga oleh negara. Ketegasan negara dalam sistem Islam itu tiada diragukan lagi, karena jika masih didapati praktik-praktik curang, bersiaplah berhadapan dengan sistem sanksi Islam yang super tegas dan tanpa pandang bulu.

Hanya saja sistem ekonomi, politik dan sanksi Islam itu tak bisa berdiri sendiri-sendiri. Wajib diterapkan secara bersamaan dengan semua sistem kehidupan lainnya. Dengan ini semua, niscaya migrain emak yang kerap kumat karena memikirkan kesusahan hidup tersebab diterapkannya sistem rusak Kapitalisme sekuler tak akan kambuh lagi.

Hanya saja pertanyaannya, maukah para emak dan semua komponen umat untuk memperjuangkan terwujudnya sistem baik yang berasal dari Zat Yang Maha Baik itu? Wallahu a'lam bi ash-shawwab.