Penghapusan PPKM Solusi atau Ilusi?

Daftar Isi

 


Pandemi yang berlarut menunjukkan kegagalan WHO dalam menyelesaikan permasalahan pandemi dengan perspektif kapitalismenya


Oleh Dewi Putri, S.Pd.

(Pegiat Literasi)


Pemerintah akhirnya menghapus PPKM yang diberlakukan sejak Covid-19 melanda negeri ini. Keputusan ini tentu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. sehingg nanti akan berakibat pada lonjakan kasus Covid-19 dan beresiko tertular.


Dilansir dari CNNIndonesia.com (24/12/2022), ksus Covid-19 di Jepang kembali menggila, menyusul Cina yang juga sedang tinggi-tingginya mencatat angka infeksi harian. Negeri Sakura mencatat 177.739 kasus baru dengan kasus harian naik hingga hampir 19 ribu kasus dibanding sehari sebelumnya.



Sementara itu mengutip dari KyodoNews (23/12/2022), Jepang juga melaporkan 371 kematian terkait virus corona. Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak awal virus Covid-19 mewabah.

Angka kematian tertinggi sebelumnya terjadi pada 2 September yakni 347 kasus saat gelombang ketujuh Covid-19 berlangsung di Jepang.

Saat ini, kasus kematian di Jepang pun jadi sorotan, terutama karena banyak kasus disumbang oleh anak-anak.


Disadari atau tidak kebijakan pemerintah yang memerintahkan masyarakatnya tetap melakukan vaksinasi dan menggunakan masker sarat upaya menggerakan ekonomi. Sebab melihat risiko yang masih ada dan berbagai kebijakan yang menyertai pemerintah seharusnya makin mandiri dalam mencegah penularan, mendeteksi gejala dan mencari pengobatan. Namun, faktanya pemerintah justru seolah lepas tangannya atas nasib rakyatnya. 


Pandemi Covid-19 tidak akan mungkin terselesaikan, jika dunia dan pemerintah tak fokus pada keselamatan nyawa manusia. Namun tidak dimungkiri hal ini biasa terjadi pada sistem kapitalis di mana kepentingan ekonomi diletakan di atas kepentingan nyawa manusia.


Lihat yang terjadi saat ini. Usia pandemi makin panjang dan kerusakan yang diakibatkan makin besar sebab fokus ideologi kapitalisme hanyalah kepentingan korporasi besar. Vaksinasi terus menjadi bisnis negara-negara maju, sementara negara berkembang harus rela dijadikan sebagai objek pasar. Negara miskin yang tak mampu membeli vaksin tak dapat keluar dari infeksi virus. Padahal dunia membutuhkan kondisi steril dari virus di setiap tempat agar virus terus berkembang biak dan bermutasi.


 Ditambah lagi sistem kapitalis menjerat negara miskin untuk menggantungkan keuangan negaranya pada utang dan pajak sementara pada saat yang sama SDA dan kekayaan lainya dikeruk habis oleh korporasi asing.


Negara harus mengandalkan sektor pariwisata yang tak banyak memberi pemasukan keuangan negara namun memicu lonjakan kasus Covid-19, sebagaimana yang terjadi di akhir tahun lalu. 

Pandemi yang berlarut menunjukkan kegagalan WHO dalam menyelesaikan permasalahan pandemi dengan perspektif kapitalismenya. WHO lebih mengakomodasi kepentingan korporasi yang mendapatkan kerugian besar secara materi selama pandemi daripada menyelesaikan akar masalah penyebab terjadinya pandemi.


Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam yang bersumber dari Sang Pencipta alam semesta. Penyelesaian pandemi dilakukan dengan menempatkan upaya penyelamatan nyawa di atas kepentingan segalanya termasuk ekonomi. Pengambilan keputusan didasarkan pada syariat Islam dengan tetap mempertimbangkan pendapat para pakar. Sebab kebangkitan ekonomi masyarakat akan terwujud dengan terselamatkanya nyawa manusia dan salah satu tujuan penerapan syariah Islam adalah untuk menjaga nyawa manusia (hifdzun nafs), karena itu kebijakan khalifah akan konsisten berfokus pada penyelamatan nyawa saat terjadi wabah.


Khalifah beserta penjabat negara lainnya dalam sistem Islam merupakan orang-orang yang paham cara mengurus umat dan menerapkan syariah Islam dengan sempurna (kafah). Sebab itulah tugas utama mereka dibaiat untuk memimpin masyarakat.


Negara yang menerapkan sistem Islam secara totalitas tidak akan melakukan pelonggaran hanya karena faktor ekonomi. Hal ini didukung keuangan yang berasal dari baitul maal. Pemegang kebijakan akan melakukan lockdown dengan menutup tempat-tempat sarangnya virus, sehingga tak terjadi penyebaran virus keluar daerah.


Daerah-daerah yang tak terpapar virus tetap melakukan aktivitas seperti biasa termasuk kegiatan ekonomi, kekuatan keuangan yang ada akan mampu memenuhi kebutuhan warga selama masa karantina. Negara akan berupaya menemukan vaksin dan memproduksinya secara massif kemudian mendistrubusikanya ke seluruh dunia secara gratis. Semua kebijakan yang diambil dalam menyelesaikan permasalahan pandemi ini didukung oleh sistem yang kuat.


Sistem yang melarang swasta atau asing menguasai kepemilikan umum sehingga menjadi sumber keuangan negara melimpah ruah. Inilah gambaran sistem Islam dalam menyelesaikan pandemi. Tidak kah kita ingin hidup dalam sistem seperti itu?



Wallahu a'lam bishawwab