Produk Tidak Bersertifikat Halal akan Didenda, Bukti Rusaknya Kapitalisme

Daftar Isi

 


Sertifikasi Halal Produk itu Kebutuhan Rakyat Semua, Janganlah Dikomersialkan


Komersialisasi Sertifikasi Halal Produk, Imbas dari Ditetapkannya Pandangan Hidup Kapitalistik Sekuler


Oleh : Siti Nurtinda Tasrif

(Aktivis Dakwah Kampus)


Siddiq-news.com -- Pada dasarnya setiap produk yang diperjual-belikan haruslah mendapatkan izin atau bersertifikat halal. Hal ini, tentu saja akan memberikan rasa aman ketika membeli sebuah produk apalagi dapat mengurangi rasa khawatir terhadap produk yang dikonsumsi, apakah terbuat dari bahan yang halal ataukah haram.


Di samping itu, produk juga tidak hanya bersertifikat halal tetapi juga harus diteliti dulu, apakah baik untuk tubuh ataukah tidak. Karena saat ini, sangat sulit untuk mempercayai sebuah produk hanya dari melihat banyak yang bersertifikat halal, tetapi produk-produknya justru tidak baik untuk tubuh. Malahan dapat merusak fungsi organ-organ tubuh jika dikonsumsi secara berlebih.


Apalagi muncul pernyataan mengenai semua produk wajib untuk bersertifikasi halal, sebagaimana yang penulis kutip dari Media Detik (08/01/2023), bahwasanya produk-produk ini diklasifikasikan menjadi tiga golongan. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.


Namun untuk sekarang, pemerintah hanya akan menyediakan sertifikasi halal untuk satu juta produsen saja dan hanya di periode 2023 saja. Setelah itu, yakni 17 Oktober 2024 mulai dikenakan biaya administratif. Oleh sebab itu, seluruh UMK dihimbau untuk segera melakukan sertifikasi halal pada produk yang diperjualkan. Jika tidak demikian, maka akan dikenakan denda, bahkan dilarang untuk menjual produknya.


Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Aqil Irham, bahwa sanksi yang akan diberikan bagi yang tidak memiliki sertifikasi halal pada produknya mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Aqil juga menjelaskan bahwa sanksi yang diberikan ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.


Sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021. Karenanya, sebelum kewajiban sertifikasi halal tersebut diterapkan, kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal produknya. Meski belum dijelaskan secara terperinci seperti apa persanksian yang akan didapatkan, tapi hal ini akan dijalankan dan dilaksanakan karena sudak termaktub dalam undang-undang. 


Sungguh ironis, produk yang menjadi kebutuhan mendasar bagi hajat hidup masyarakat justru dijadikan ladang untuk meraup materi sebanyak-banyaknya. Padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Terutama setiap produk pangan yang terjamin bahan, kualitas, terkhusus kehalalan pangan yang diperjual-belikan. Apalagi tidak semua masyarakat memahami hal demikian. Di satu sisi banyak sekali keluarga yang bertahan hidup dengan usaha kecil-kecilan dan tidak semuanya juga paham mengenai pentingnya sertifikasi halal tersebut.


Di satu sisi, meski periode 2023 diberikan sertifikasi halal secara gratis, tapi itu semua terbatas hanya pada satu juta UKM saja. Padahal jika diperhatikan dengan baik, hampir seluruh rakyat Indonesia menopang hidupnya dari membuat berbagai jenis makanan kemudian memperjualkan ke khalayak masa. Dan ini merupakan penghasilan utama masyarakat dari berbagai lini kehidupan juga jenjang usia. 


Maka bisa dipastikan, sertifikat halal gratis ini tidak akan cukup untuk semuanya, malahan akan didapatkan oleh segelintir kalangan saja. Hal ini adalah bukti nyata dari penerapan sistem Kapitalisme. Sehingga menjadikan seluruh peraturan yang ada tidak menunjukkan keadilan bagi seluruh rakyat, melainkan hanya untuk segelintir saja. Itupun yang memiliki taraf kehidupan yang tinggi.


Sistem Kapitalisme mengutamakan materi dibatas segalanya. Maka menjadi wajar jika perkara kewajiban dapat dimanfaatkan untuk meraih keuntungan yang besar. Apalagi sertifikasi halal ini adalah kewajiban negara untuk menyediakannya. Namun negara sendiri yang menetapkan biaya administrasinya, seakan-akan rakyat dijadikan sebagai sumber pendapatan negara. 


Kapitalisme sendiri adalah sebuah sistem yang lahir dari satu asas kehidupan yakni sekularisme yang bermakna pemisahan agama dari kehidupan, kemudian menjurus pada pemisahan agama dari negara. Maka dari asas ini rakyat seharusnya dapat melihat bahwa tidak peduli apakah perkara ini melanggar hukum syarak ataukah tidak, asalkan memberikan keuntungan materi pasti akan tetap diambil. Terlebih lagi dalam sistem Kapitalisme sendiri tidak ada yang namanya kebenaran secara mutlak, yang ada hanyalah keuntungan materi secara mutlak.


Berbeda dengan Kapitalisme, sistem Islam menetapkan bahwa wajib hukumnya untuk setiap produk memiliki label halal. Bahkan untuk prosesnya pun tidak akan dipersulit apalagi dikenakan biaya. Karena dalam Islam, asalkan itu untuk kesejahteraan rakyat maka negara akan menanggung semuanya. Dan rakyat tidak akan diberatkan.


Islam juga tidak pernah membeda-bedakan pada rakyat yang kaya ataupun yang kurang mampu, semua diurus secara merata. Juga tidak dibedakan apakah ia muslim atau nonmuslim. Asalkan mereka memiliki satu kewarganegaraan, maka Islam akan bersikap adil dan memenuhi hak dan kewajiban bagi setiap rakyatnya. 


Namun yang harus dipahami baik-baik adalah bahwa sistem Islam tidak akan bisa diterapkan di negara yang berdiri karena bantuan negara asing, melainkan haruslah independen (berdiri sendiri). Sebuah negara yang mengikuti metode kenabian dan akan menjadikan Islam sebagai asas, yang daripadanya akan memancarkan seluruh peraturan kehidupan kemudian akan memberikan kemaslahatan bagi seluruh kaum yang menjadi warga negaranya. Tidak peduli apakah ia kaum muslim ataupun nonmuslim. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.