Sertifikasi Halal Kewajiban Negara, Mengapa Dikomersialkan?

Daftar Isi

 


Sertifikat Halal Melindungi Masyarakat dalam Menjamin Kehalalan Produk yang Beredar dan Dikonsumsi Masyarakat


Dalam Naungan Sistem Islam, Pembuatan Sertifikasi Halal akan Dipermudah dan dengan Pengawasan yang Ketat


Oleh Fajrina Laeli, S.M.

Pemerhati Masyarakat


Siddiq-news.com -- Tahap pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Tahap pertama ini terhitung sejak Kementerian Agama pada 1 Desember 2021 lalu mulai memberlakukan tarif layanan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 beserta turunannya, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya tahap pertama tersebut.


Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Agama, menyebut tiga kelompok produk tersebut, yaitu pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Jika masa tahap pertama tersebut telah berakhir, tetapi produk belum bersertifikat halal dan masih beredar di masyarakat, maka Kemenag akan menjatuhkan sanksi kepada para produsen. 


Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham, menerangkan dalam media resmi Kemenag (22/03/2022) bahwa sanksi yang diberikan mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Menurutnya, sanksi tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam PP Nomor 39 Tahun 2021. Aqil Irham juga menjelaskan, Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 mengatur bahwa tarif layanan BLU BPJPH terdiri atas dua jenis, yaitu tarif layanan utama dan tarif layanan penunjang.


Tarif layanan utama yang terdiri atas sertifikasi halal barang dan jasa; akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH); registrasi auditor halal; layanan pelatihan auditor dan penyelia halal; serta sertifikasi kompetensi auditor dan penyelia halal. Sementara tarif layanan penunjang sendiri mencakup penggunaan lahan ruangan, gedung, dan bangunan; penggunaan peralatan dan mesin; penggunaan laboratorium; serta penggunaan kendaraan bermotor.


Memang benar, sertifikasi halal sudah sepantasnya diterapkan oleh negara untuk melindungi rakyatnya sebagai kewajiban dalam menjamin kehalalan produk yang berbedar dan dikonsumsi masyarakat. Namun, di tengah era kapitalis sekuler yang diterapkan hari ini, sertifikasi halal malah menjadi komoditas yang dikomersialkan dengan tarif yang ditetapkan. Maka menjadi rancu, sertifikasi halal ini berbayar, atau justru kehalalan tersebut dapat dibayar?


Sertifikat halal dalam naungan sistem kapitalis sekuler seolah tampak didorong oleh faktor ekonomi semata, bukan karena dorongan keimanan kepada Allah Swt.. Makin tampak pula bagaimana wajah penguasa dalam belenggu Kapitalisme, yakni senantiasa menjadikan rakyat sebagai sasaran pemalakan dengan berbagi cara.


Dalam naungan Islam, negara akan berperan sebagai penjaga dan pelindung bagi umatnya. Sehingga negara akan siaga dalam menjamin kehalalan setiap produk makanan yang dikonsumsi dan beredar luas, bukan malah menjadi pelaku bisnis sebagaimana fakta hari ini. Sebab, sudah seharusnya kehalalan semua produk pangan merupakan tanggung jawab negara yang nantinya akan didorong oleh ketaatan karena Allah Ta’ala.


Sejatinya dalam naungan sistem Islam, akidah Islam merupakan pondasi negara sehingga seluruh aspek kehidupan akan diatur sesuai dengan syariat yang berlaku, termasuk perihal makanan dan minuman. Sebuah negara tidak hanya bertindak sebagai pengawas belaka, tetapi juga akan mendanai setiap upaya dalam sertifikasi produk halal. Jaminan kehalalan ini akan ditentukan sedari awal dari mulai pembuatan bahan, proses produksi hingga distribusinya akan senantiasa diawasi.


Semua pengawasan tersebut akan diawasi dan dikontrol oleh orang yang ahli di bidangnya dan ulama agar semua produk pangan benar-benar terjamin kehalalannya. Bahan haram dari pasar juga akan disterilkan agar tidak membuat masyarakat bingung.


Dalam naungan sistem Islam, pembuatan sertifikasi halal juga akan dipermudah dengan pengawasan tersebut. Negara tidak lagi mengomersialkan kehalalan pangan. Tidak lagi memalak rakyat dengan regulasi, karena sistem Islam tentunya akan mempermudah kehidupan rakyat.


Nantinya seorang hakim (qadhi) juga akan ditempatkan di setiap pasar untuk menyelesaikan permasalahan di pasar, termasuk untuk mencegah pedagang nakal yang menjual barang haram kepada Muslim. Tentunya orang selain Muslim tetap diperbolehkan mengikuti aturan agama mereka, termasuk meminum khamar dan memakan daging babi, tetapi hanya boleh dilakukan di lingkungan mereka sendiri, bukan di ranah publik.


Proses sertifikasi halal yang detail dan terjamin ini sejatinya akan memberikan efek rasa tenang di dalam jiwa seluruh rakyat. Sebab, mereka tidak akan lagi takut dalam mengonsumsi segala jenis dan bentuk makanan yang beredar. Rasa aman ini tentunya hanya dapat terwujud dalam naungan negeri di bawah naungan sistem Islam yang diterapkan secara komprehensif dalam institusi negara. Wallahualam bissawab.