Tahun Baru yang Membawa Duka

Daftar Isi

Pejabat Negeri Terkena Ledakan Petasan Saat Merayakan Malam Tahun Baru Masehi 2023

Perayaan Tahun Baru Masehi bukan berasal dari Tsaqafah Islam


Penulis : Dewi Kusuma

(Pemerhati Umat)


Siddiq-News.com -- Miris seorang pejabat negeri terkena ledakan petasan yang dinyalakan di malam tahun baru masehi 2023. Akibat kejadian ini, jari-jari tangannya harus menjalani operasi. Tentunya hal ini menorehkan kesedihan bagi keluarganya. Hal ini juga bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua.


Tahun baru umat muslim adalah pergantian tahun hijriah. Semestinya kita melewati pergantian tahun Hijriyah ini untuk musabaah diri. Meninggalkan segala yang menyalahi aturan Allah dan segera menaati seluruh hukum-hukum Allah. 


Umat Islam telah diperintahkan untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya. Allah pun telah menetapkan Islam sebagai agama yang paripurna. Sebagai agama yang telah Allah ridai untuk seluruh umat manusia.

 

Dikutip dari media Radar Kaur (1/1/2023) bahwa pasca musibah petasan meledak di tangan dalam perayaan detik-detik awal tahun baru 2023. Wakil Bupati Kaur, Herlian Muchrim, S.T. segera naik meja operasi. Tangan kiri Wabup hancur akibat petasan meledak di tangan saat dinyalakan. Beliau dilarikan ke IGD RSU M. Yunus Bengkulu. Petasan yang meledak di tangan Wabup menjadikan dua jari tangannya hancur.


"Wabup Kaur saat ini dirawat di ruang VIP. menunggu persiapan operasi," bunyi pesan Kadiskominfotiksan Kabupaten Kaur, M. Jarnawi, M.Pd yang diterima redaksi media Radar Kaur, Minggu pagi (1/1/2023).


Kejadian itu terjadi di bagian depan Gedung Kuliner Kota Bintuhan Kabupaten Kaur. Saat kepala daerah bersama para pejabat dan unsur FKPD Kaur menyalakan petasan berukuran besar. 


Para alim ulama telah memberikan ceramah untuk umat Islam agar tidak ikut meramaikan acara tahun baru Masehi. Sejatinya tahun baru ini bukan milik umat Islam.

Apalagi di dunia media sosial pun tersebar luas. Banyak peringatan-peringatan untuk umat Islam agar tidak terbawa arus yang bukan dari tsaqafah Islam.

 

Dalam Islam tidak boleh mengikuti budaya yang bukan berasal dari Islam. Pada perayaan tahun baru Masehi secara tidak langsung telah mengikuti ajaran agama lain. Dalam ajang tersebut selalu diiringi dengan menyalakan petasan, meniup terompet dan membunyikan lonceng.


Umat Islam memiliki 2 hari raya yang dimiliki, yaitu Hari Eaya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.

Pada Hari Raya Idul Fitri, umat Islam bergembira karena telah menyelesaikan puasa Ramadhan satu bulan penuh. Dalam bulan tersebut umat Islam telah dilatih berbagai macam pelajaran. Adanya rasa lapar karena seharian menahan makan dan minum. Hal ini bisa dijadikan pelajaran sekiranya orang yang tidak punya uang tidak bisa makan minum. Sehingga kita bisa memahami mereka dan memberikan sebagian rezeki yang kita punya untuknya. Kitapun diajarkan untuk selalu dekat dengan Al-Qur'an dengan tadarus, menghafal ayat-ayatnya serta memahami arti dan maknanya. Kita diajarkan untuk selalu taat terhadap aturan Allah Swt. sehingga mampu menjalankan kehidupan 11 bulan mendatang dengan ketaatan kepada Allah Swt.. Juga menjalankan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya.


Pada Hari Raya Idul Adha, Allah memerintahkan kepada kita untuk rela mengorbankan sedikit dari rezeki yang diberikan Allah kepada kita. Dengan melaksanakan pemotongan hewan kurban, menundukkan hati dengan penuh keikhlasan berbagi kepada umat yang lain. Hal ini sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as.. Adapun dari pemotongan hewan kurban tersebut dibagikan kepada seluruh umat, baik kaya maupun miskin. Ataupun kepada umat lain yang tidak beragama Islam. Inilah salah satu wujud kepedulian kita kepada yang lainnya. 


Di momen inilah mestinya umat Islam bergembira dan berbagi kepada yang lain. Bukan bergembira ria di perayaan tahun baru Masehi. Karena dalam perayaan tersebut telah merusak akidah Islam, yang mengakui keyakinan agama lain.


Larangan ini tersirat jelas dalam Al-Qur'an. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surat 

Al-Baqarah ayat 120:


ÙˆَÙ„َÙ†ْ تَرْضٰÙ‰ عَÙ†ْÙƒَ الْÙŠَÙ‡ُÙˆْدُ ÙˆَÙ„َا النَّصٰرٰÙ‰ Ø­َتّٰÙ‰ تَتَّبِعَ Ù…ِÙ„َّتَÙ‡ُÙ…ْ ۗ Ù‚ُÙ„ْ اِÙ†َّ Ù‡ُدَÙ‰ اللّٰÙ‡ِ Ù‡ُÙˆَ الْÙ‡ُدٰÙ‰ ۗ ÙˆَÙ„َÙ‰ِٕÙ†ِ اتَّبَعْتَ اَÙ‡ْÙˆَاۤØ¡َÙ‡ُÙ…ْ بَعْدَ الَّØ°ِÙŠْ جَاۤØ¡َÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ ۙ Ù…َا Ù„َÙƒَ Ù…ِÙ†َ اللّٰÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَّÙ„ِÙŠٍّ ÙˆَّÙ„َا Ù†َصِÙŠْرٍ


Artinya: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah."


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Sungguh kalian akan mengikuti jalannya umat-umat terdahulu, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), maka kalian akan mengikutinya”. Lalu para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksud umat terdahulu itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Rasulullah menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?”. (Muttafaqun ‘alaih)


Hadis ini dalil terlarangnya ittiba’ bil kuffar, mengikuti jalannya orang-orang kafir. 


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.