Usulkan Biaya Haji Naik, Paradigma Spirit Bisnis Sistem Kapitalistik

Daftar Isi

 


Biaya Haji Diusulkan Menag Naik Rp69 Juta per Jemaah


Kebijakan yang Kapitalistik Oriented Tak Semestinya Ada dalam Pengaturan Urusan Rakyat, Terlebih Persoalan Ibadah 


Penulis : Siti Mukaromah

(Aktivis Dakwah)


Siddiq-news.com -- Impian menjadi tamu Allah untuk menunaikan rukun Islam kelima ini akan selalu ada pada setiap muslim. Di tengah kesulitan ekonomi, negara seharusnya memfasilitasi rakyat agar lebih mudah beribadah.


Dikutip dari media CNN Indonesia (20/1/2023), alasan Menag  mengusulkan biaya haji 2023 naik jadi Rp69 juta  per jemaah. Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69 juta. Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Bipih) yang mencapai Rp98.893.909,11.


Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta. Secara akumulatif, komponen yang dibebankan pada dana nilai manfaat sebesar Rp5,9 triliun. Artinya, biaya haji tahun ini melonjak hampir dua kali lipat dari tahun lalu yang hanya sebesar Rp39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 sampai 2020 lalu yang ditetapkan hanya Rp35 juta.


Masalah pengelolaan dan penyelenggaraan dana haji saat ini adalah pengaruh spirit bisnis dan paradigma kapitalistik. Spirit bisnis  kapitalis ini  tampak hadir  di tengah kaum muslim yang hendak menjalankan ibadah haji sebagai rukun Islam. Umat Islam sudah barang tentu akan berupaya menjalankan kewajiban ibadahnya.


Sangat disayangkan, lensa kapitalisme hadir, pada saat umat bahkan mengazamkan niat suci untuk mengunjungi Tanah Haram. Pengelolaan dana haji akhirnya kental dengan prinsip-prinsip kapitalisme. Mana mungkin dana sebesar ini dibiarkan menganggur? Untuk menjalankan keinginan ibadah di sistem kapitalistik, yang tetap menjalankan prinsip-prinsip investasi. Masalah mendasar inilah penyebabnya. Spirit bisnis yang hadir dalam pengelolaan dana, walhasil, bukan semata naiknya kurs rupiah.


Wewenang BPKH yang tertuang dalam BPKH, tidak hanya menetapkan  pengelolaan keuangan haji, melainkan juga pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawabannya. Hal ini berdampak pada perhitungan untung rugi dalam menjalankan pengelolaan dana dan periayahan tamu Allah.


Prinsip-prinsip pengembangan harta dalam Islam sesungguhnya bersifat khas. Seorang pemilik harta (shahibul maal) pada prinsipnya dapat mengembangkan hartanya melalui kerjasama dengan pengelola harta (mudarib). Sedangkan dalam konteks dana jemaah, jelas tidak memenuhi prinsip pengembangan harta dalam Islam.  Terwujudnya manfaat bagi umat (maqashid syariah) pengelolaan dana para jemaah tidak sesuai, justru kabur dalam konteksnya dalam pengelolaan dana haji. 


Pengaturan kuota haji dan tata kelola per tahun adalah dua hal yang harus terurai, agar pengelolaannya transparan dan berorientasi sesuai pada pengurusan urusan umat. 


Panjangnya antrean menjadi catatan buruk karena penyelenggaraannya yang kurang maksimal. Pemerintah wajib mengurai masalah ini, dengan menyediakan kuota yang realistis. Mengularnya antrean setiap tahunnya akibat pemerintah menerima terus setoran awal dana jemaah haji. Pemerintah memfasilitasi sendiri dengan memudahkan setoran awal dengan digit yang kian ringan.

Menjadi wajar, antrean makin mencapai puluhan tahun, belum lagi adanya sistem pembagian haji khusus reguler. Menjadi catatan tersendiri dalam penyediaan kuota jemaah haji khususnya.


Wajibnya haji adalah sekali seumur hidup, oleh karenanya penting menjadikan catatan untuk memperhatikan syariat sebagai dasar. Pemerintah penting melakukan edukasi bahwa ibadah haji berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan memiliki kemampuan. Sehingga tata kelola yang baik mampu memfasilitasi setiap warganya yang merindukan untuk menjalankan ibadah haji. 


Pentingnya mengenai tata kelola termasuk biaya keberangkatan, biaya hidup, serta pelayanan selama menjalankan ibadah. Hendaknya biaya riil hingga kembali ke tanah air. Pemerintah memastikan kuota sesuai target per tahun, bukan membiarkan pendaftaran yang mengular di setiap tahun hingga waktu tunggu mencapai puluhan tahun lamanya.


Pemerintah juga harus paham, bahwa peruntukan dana haji para jemaah bukan untuk investasi, bisa melakukan pengembangan, meski berdalih memperhatikan kehati-hatian sebagaimana saat ini.


Hal ini sangat berbeda dengan pelaksanaan ibadah haji dalam sistem Islam. Penguasa dalam sistem Islam benar-benar hadir sebagai pengayom dan pelayan rakyat terutama untuk para tamu Allah.

Negara memudahkan para jemaah haji agar beribadah dengan aman, khusyuk, dan nyaman.


Ritual ibadah haji dalam sistem Islam memiliki makna yang sangat luas pelaksanaannya. Tidak hanya ritual ibadah.

Pelaksanaan ibadah haji hari ini mengalami reduksi makna dan subtansi sehingga tidak memberikan dampak berarti setelah pelaksanaannya. 


Berbeda dengan pelaksanaan haji pada masa dahulu. Minat besar umat Islam  dihapus untuk melaksanakan ibadah haji menjadi sebuah ketakutan pemerintahan Hindia-Belanda.  Sebab, hal itu mampu memberikan pengaruh yang luar biasa. Ketidakrelaan mereka mendapatkan arti perjuangan kebangkitan dari umat Islam, atas segala bentuk penjajahan Belanda kala itu. Tatkala para jemaah haji kembali ke tanah air, mereka bersatu, memelopori perjuangan melawan segala bentuk penjajahan.


Momen haji membuktikan bahwa betapa dahsyat potensi kekuatan umat Islam. Umat Islam akan menjadi kekuatan yang agung, dan disegani oleh umat atau bangsa lain di seluruh dunia. Semua berkumpul, tidak ada lagi perbedaan kasta dan perbedaan sosial, tidak ada perbedaan suku, bahasa, warna kulit, semua sama berstatus hamba Allah Swt..


Indahnya momen ibadah haji, seharusnya menjadi momen kebangkitan. Sistem sekularisme mencengkram negeri-negeri kaum muslim. Momentum berkumpulnya jemaah haji, hanya jadi momentum banyak orang. Tidak lagi persatuan perasaan, dan pemikiran Islam. Mereka disibukkan dengan kesibukan masing-masing dan hanya fokus ibadah.


Nabi Muhammad saw. ketika melaksanakan haji wada' memanfaatkan berkhutbah di hadapan kaum muslim, memberikan wasiat dan  nasihat. Beliau menyampaikan tentang perlindungan terhadap kaum muslimin, keikhlasan, beramal dan beramar makruf nahi mungkar, terutama kepada penguasa. Berukhuwah Islamiyyah agar berkewajiban mengikuti sunah kenabian dan para Khulafaur Rasyidin dalam pemerintahan. Menjadikan Al-Qur'an dan sunah sebagai dasar sistem kehidupan.


Sebagai seorang muslim tentu kita merindukan sosok pemimpin yang memberikan pesan-pesan islami yang membangkitkan umat dan memberikan solusi di setiap problematika kehidupan.


Negeri-negeri muslim adalah satu kesatuan, tidak boleh ada komersialisasi penyelenggaraan haji oleh pihak manapun. Sebab, Tanah Haram adalah milik seluruh umat muslim. Di sinilah urgensi perjuangan mengembalikan pemerintahan dalam sistem Islam, dalam naungan Khilafah.

Khilafah melakukan pelayanan kepada para jemaah haji, membangun infrastruktur, menyediakan berbagai bentuk fasilitas serta menjalankan prinsip syariat Islam. Maka, penyelenggara ibadah haji akan efisien dan berkah bagi muslim.

Wallahualam bissawab.