Bansos Salah Sasaran Bukti Lalainya Para Pemegang Tanggung jawab

Daftar Isi

 


Puluhan ASN Masuk Daftar Penerima Bansos, Kok Bisa?


Sistem Kapitalis Meniscayaan Ketidaktepatan Penyaluran Bantuan Sosial 


Oleh Sasmin

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com -- Kasus penyalahgunaan Bansos kembali terjadi akibat kelalaian pemerintah dalam mengendalikan dana bantuan masyarakat, seharusnya di berikan pada masyarakat kurang mampu malah diberikan pada pegawai negeri.


Dilansir dari (Sultrakini[dot]com, 25/01/2023), terkuaknya Aparat Sipil Negara terdaftar sebagai penerima Bansos (Bantuan Sosial), sebanyak 75 orang ASN yakni 25 orang masuk dalam program keluarga harapan (PKH) dan 51 orang terdata sebagai penerima bantuan pangan non tunai (BPNT). Bahkan mereka dengan sigapnya mencairkan bantuannya yang diperoleh dari 2022, pencairan Bansos senilai 127 juta. Abdul Raif menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahui secara detail perihal puluhan ASN yang masuk dalam daftar penerima Bansos. Dia menduga data tersebut ada sebelum mereka diangkat sebagai ASN. olehnya karena itu, pihaknya segera menelusuri dan sosialisasi agar yang bersangkutan secepatnya mengembalikan dana Bansos ke negara karena bantuan ini diperuntukkan untuk orang-orang miskin.


Kasus di atas bukan sekali terjadi. Sebelumnya pun telah ada Bansos yang diberikan pemerintah pada masa pandemik yakni bantuan berupa BLT juga salah sasaran dengan nilai sebesar 23,5 miliar. Lalu mengapa kasus yang sama terus terjadi dalam jangka waktu yang tidak jauh? kiranya problem yang sudah dihadapi dan disudahi dijadikan pelajaran agar tidak berulang kembali hingga merugikan umat yang sepatutnya menjadi perhatian lebih dari pemerintah bukan justru diberikan harapan palsu dan pahitnya ekspektasi.


Fakta ini menggambarkan bahwa pemerintah negara seakan acuh tak acuh dengan problem yang pernah terjadi serta tidak ada sikap tegas untuk mencegah. Alhasil problematika umat hari ini selain lahirnya masalah baru pasti masalah lama kembali nimbrung. Kemudian, sebuah negara di dalamnya punya dasar hukum yang mengatur setiap penduduk negaranya, maka saat ditemukan pelanggaran hukum sepatutnya diberi sanksi atau hukuman yang tegas. Namun, dalam sistem kapitalisme sekuler hukum seakan mati, karena kasus di atas belum juga ditindaklanjuti sesuai  hukum yang berlaku. 


Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang nomor 13 tahun 2011 mengenai pidana bagi pendamping dan penerima PKH, bahwa pendamping sosial dan atau siapa pun termasuk penerima manfaat yang memalsukan data verifikasi dan validasi akan dipidana penjara selama 2 tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah. Sedangkan bagi warga penerima PKH yang telah mampu tetapi masih menerima bantuan dan tidak mengundurkan diri dapat dikenakan pidana selama 5 tahun dan denda paling banyak 500 juta rupiah.


Sayangnya hukum tersebut tidak diindahkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Beginilah citra sistem ekonomi dalam pandangan kapitalis. 


Solusi tepat untuk menuntaskan persoalan, sebagai pemimpin negara wajib mengambil langkah tegas dan tidak mendiamkan pelaku penyalahgunaan Bansos. Hukum harus diberlakukan secara adil tanpa memandang statusnya. Kedudukan itu bisa didapatkan dalam sebuah sistem yang menerapkan hukum secara komprehensif dan tidak berubah-ubah. Sistem tersebut berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mulai dari era Rasulullah saw. Mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah hingga ke Khalifahan Utsmani yang terakhir tidak pernah mengganti dasar hukum-Nya bahkan ijtihad yang dilakukan tidak lepas dari kedua asas tersebut.


Daulah yang menerapkan hukum Allah telah membuktikan keberhasilannya dalam mengelola kekayaan negara yang diperuntukkan untuk rakyat miskin, bahkan dimasa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan rakyat yang menderita atau tidak terpenuhi kebutuhannya karena pemerintah bekerja dengan maksimal dan mengutamakan rakyat yang membutuhkan bahkan dalam Daulah Islam, orang kaya pun menyedekahkan hartanya untuk rakyat miskin. 


Potret dalam kehidupan Islam sangat menakjubkan, penduduknya tidak serakah dan saling peduli sesamanya. Ikatan akidah begitu kuat pengaruhnya. Jika seseorang merasakan pahitnya kehidupan, yang lain akan merasakan pula. Umat yang hidup kaya tidak diam melihat saudara seakidahnya menderita atau bahkan sampai mengambil hak mereka dari negara. Dan tentu negara tidak akan salah sasaran untuk menyalurkan bantuan kepada umatnya karena sifat kejujuran, keadilan pemimpin dan para kabinetnya telah tertanam dibenak mereka. Bahkan rasa takut kepada sang pencipta kekayaan negara sudah mendarah daging. 

Wallahu a’lam bissawab