Beasiswa Angin Segar Bagi Mahasiswa, Bagaimana Tanggung Jawab Negara?

Daftar Isi

 



Sistem pendidikan Islam mampu mencetak generasi-generasi yang berkualitas, cerdas dan berkepribadian Islami hingga mereka mampu menjadi agen of change untuk sebuah peradaban


Oleh Khaziyah Naflah 

( Freelance Writer)  


Sebagaimana kita ketahui, komedian sekaligus artis ibu kota, Raim Laode baru-baru ini mengumumkan akan memberikan beasiswa kepada mahasiswa-mahasiswi asal Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra).


Program beasiswa Raim Laode Angkatan 1 merupakan beasiswa yang dirancang untuk memberikan dukungan finansial kepada para mahasiswa yang berasal dari Wakatobi.


Dilansir dari kendariinfo  (1/1/2023),  program beasiswa Raim Laode angkatan 1 hadir pada tahun 2023 untuk mendorong semangat para mahasiswa dan mendukung dari segi finansial. Sasaran beasiswa ini adalah mahasiswa kurang mampu dalam masa studi semester 1-8.


Saat ini pendidikan kian mahal, hadirnya beasiswa tersebut jelas menjadi angin segar bagi mahasiswa dan mahasiswi kurang mampu di daerah Wakatobi agar  bisa tetap terus menggapai cita-cita mereka. Namun di sisi lain, pemberian beasiswa yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu atau swasta, justru mengikis peran negara sebagai pelayan rakyat, yakni memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya salah satunya penyediaan pendidikan gratis bagi seluruh rakyat tanpa memandang kaya dan miskin. 


Banyaknya beasiswa yang diberikan oleh individu tertentu atau swasta juga semakin membuktikan jika pemegang kebijakan belum fokus dalam 

meriayah urusan rakyatnya, khususnya dalam bidang pendidikan. Bahkan jangkauan pendidikan pun belum merata kepada rakyat dengan ekonomi lemah. Sehingga tak heran jika rakyat sangat berharap untuk mendapatkan beasiswa dari individu tertentu untuk melanjutkan sekolah ke jenjang tinggi.


Namun, hal ini memang wajar terjadi dalam sistem kapitalisme yang berdasar pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sistem ini telah menjauhkan peran negara sebagai periayah umat, bahkan rakyat sering menjadi nomor dua dibandingkan dengan pihak (pemilik modal)yang bisa memuluskan kepentingan mereka.


Sehingga, amanah kepemimpinan seolah  dijadikan sebagai ajang bisnis untuk meraup pundi-pundi. Begitupun dengan sistem pendidikannya, yang seharusnya negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tersebut dengan cara memberikan secara gratis dan merata kepada seluruh rakyat, namun saat ini justru dikomersialisasi. 


Negara telah dibuat lepas tanggung jawab untuk melayani urusan rakyatnya. Kewajiban menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, mulai dari sandang, pangan dan papan dengan mekanisme pemenuhan tidak langsung, seperti memaksa lelaki yang balig atau para suami untuk bekerja, sedangkan negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan layak sesuai dengan kemampuan rakyatnya. 


Demikian juga dengan  tanggung jawab menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan. Hal tersebut semakin terlihat dengan banyaknya anak-anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik (BPS),  angka putus sekolah di Indonesia meningkat pada 2022. Kondisi tersebut terjadi di seluruh jenjang pendidikan, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).


Hal ini jelas berbanding terbalik jika Islam diterapkan. Penguasa dalam  Islam memahami jika mereka memiliki kewajiban untuk melayani urusan rakyat dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan pokok mereka. Sebab para penguasa memahami hakikat kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertangung jawaban kelak di akhirat.


Rasulullah saw. bersabda: "Imam/khalifah adalah pengurus rakyat. Dia bertangungjawab atas urusan rakyatnya"(HR. Bukhari). 


Dalam hadis lain disebutkan: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Dalam Islam pendidikan merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib diwujudkan dan dipenuhi oleh negara. Sehingga negara memastikan jika seluruh rakyat, baik kaya maupun miskin, Muslim maupun nonmuslim mendapatkan pendidikan yang bagus, dengan begitu mereka tidak perlu berharap dengan beasiswa. Sebab negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis hingga jenjang yang tinggi. 


Hal tersebut tergambar pada saat Islam diambil sebagai sistem kehidupan, yakni pada masa Rasulullah dan para khalifah sesudahnya. Misalnya pada masa khalifah Umar bin Khattab, dia merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Mereka bertugas mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fikih kepada penduduk yang baru masuk Islam.


Kemudian, pendidikan Islam mengalami masa kejayaan di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak Tahun 750 M – 1258 M/ 132H – 656 M). Masa ini ditandai dengan berkembang pesatnya lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Munculnya lembaga-lembaga pendidikan ini mendominasi dalam dunia Islam sehingga mempengaruhi pola hidup dan budaya masyarakat Islam.


Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya Islam pada masa kejayaan Islam mengungguli dan bahkan mempengaruhi peradaban dunia. Wilayah kekuasaan Islam menjadi pusat-pusat pendidikan yang diminati bukan hanya kalangan Islam tetapi juga kalangan non-Islam.


Harun al Rasyid (170-193 H) yang merupakan khalifah ke-7 Dinasti Bani Abbasiyah, pada masa pemerintahannya pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan. Masa kepemimpinan beliau sangat memberi motivasi dan perhatian penuh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, mendirikan sekolah-sekolah.


Khalifah Harun al-Rasyid juga mendirikan Khizanah Al-Hikmah atau dikenal juga dengan nama Baitul Hikmah di Baghdad. Perpustakaan ini berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab dan ilmu umum yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India, Qibty, dan Arami. Khizanah Al-Hikmah  dipimpin seorang Nasrani Yuhana bin Maskawaih, selain mengelola perpustakaan juga menterjemahkan literatur asing ke dalam bahasa Arab.


Selain itu juga sistem pendidikan Islam mampu mencetak generasi-generasi yang berkualitas, cerdas dan berkepribadian Islami hingga mereka mampu menjadi agen of change untuk sebuah peradaban. Sungguh jika Islam diterapkan, maka rakyat akan terpenuhi pendidikannya hingga jenjang yang tinggi, bahkan bukan hanya itu saja rakyat juga akan mendapatkan kesejahteraan, sebab Islam benar-benar memprioritaskan rakyat.


 Wallahu a'lam bishawwab