Jaminan Keamanan Bagi PMI

Daftar Isi

 


Sistem Islam yang akan mengatur adanya lowongan pekerjaan bagi setiap laki-laki yang mampu dan sudah berkeluarga.


Dengan demikian, tidak perlu kaum perempuan itu rela bekerja untuk keluarganya.


Oleh Citra Salsabila

(Pegiat Literasi)


Siddiq-news.com -- Kesejahteraan hidup merupakan impian setiap individu. Tak terkecuali kaum perempuan yang selama ini sering tertindas. Apalagi di saat roda perekonomian tak menentu, perlu ada tambahan pemasukan untuk bertahan hidup. Maka, banyak kaum perempuan yang rela menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). 


Harapannya menjadi TKI bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan memberikan pendidikan layak bagi anak-anaknya ternyata hanyalah isapan jempol belaka. Banyak para TKI yang tertipu oleh pekerja imigran, sehingga berakhir pada perdagangan orang. Banyak faktor yang melatarbelakanginya, misalnya pemeriksaan administrasi yang masih ilegal. 


Dilansir dari Cnnindonesia ( 28/1/2023,  di Bandara Internasional Juanda, Surabaya sebanyak 87 orang TKI digagalkan berangkat oleh pihak imigrasi, karena ketidaklengkapan dokumen. Akhirnya dibawa ke Balai Pelayanan Pelindungan PMI (BP3MI) Jatim, di Surabaya. Ternyata mereka akan diselundupkan ke luar negeri oleh sindikat mafia yang tidak bertanggung jawab.


Mengapa kejadian ini selalu terulang? Ternyata menurut Kepala DP3APM Kota Tanjungpinang, Rustam, persoalan pekerja migran terletak pada perekrutan yang tanpa izin, tanpa syarat keahlian, tidak ada asuransi, tidak memahami budaya dan aturan hukum negara lokasi penempatan, tidak bijak memakai media sosial yang berdampak hukum, dan lain-lain. 


Dikutip dari Republika.co (28/1/2023), Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga  Indonesia berkewajiban dan bertanggung jawab penuh atas pemenuhan hak dan perlindungan warganya, tidak terkecuali para pekerja migran Indonesia (PMI). Karena ini tergolong pelanggaran HAM yang terus terjadi. Maka, perlu  implementasi konvensi migran dan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dengan merombak paradigma komodifikasi menjadi orientasi HAM dan hak asasi perempuan. 



Namun, akankah tuntas persoalan perdagangan orang terhadap PMI? Perombakan aturan demi aturan sudah sering terjadi, tetapi belum menyentuh akar persoalannya. Wajar, masih akan terus terjadi PMI yang tertipu dengan agen imigran bodong, sebab tergiur dengan bayarannya. 


Keselamatan pekerja migran masih terus dipertanyakan di negeri ini. Iming-iming menjadi TKI dengan bayaran tinggi selalu menjadi minat tersendiri bagi kaum perempuan. Tidak memikirkan bagaimana nasib dirinya, yang terpenting bisa mencukupi kehidupan keluarganya. 


Jika ditelaah, terdapat tiga alasan mendasar mengapa masih terjadi perdagangan orang, terutama bagi TKI. Pertama, faktor kemiskinan. Betapa banyak orang miskin di negeri ini, yang akhirnya menjadi pengemis atau hanya berdiam diri saja. Artinya, pemerintah telah gagal menyiapkan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan laki-laki, sebagai tulang punggung keluarga. 


Kedua, memposisikan manusia sebagai faktor produksi. Di sini nampak jelas, betapa pemerintah hanya mengutamakan keuntungan daripada keselamatan rakyatnya. Hanya rakyat yang berproduksi saja, yang mendapatkan perhatian, sebaliknya yang lemah, akan dibuang saja. Maka, ada yang menyebutkan bahwa PMI adalah pahlawan devisa lantaran mampu mendatangkan devisa besar.


Ketiga, tidak memuliakan manusia. Aturan manusia yang berkiblat kepada Barat, telah membutakan para penguasa negeri ini. Jadilah, penerapan aturan berdasarkan demokrasi-sekuler yang lahir dari sistem kapitalisme. Dari sana lah diizinkannya berbagai cara untuk meraup materi, dan membenarkan penjajahan manusia terhadap manusia. 


Maka, demi memberikan jaminan keamanan yang hakiki bagi PMI haruslah dengan solusi yang mengakar. Itu hanya akan terjadi pada sistem Islam yang akan mengatur adanya lowongan pekerjaan bagi setiap laki-laki yang mampu dan sudah berkeluarga. Dengan demikian, tidak perlu kaum perempuan itu rela bekerja untuk keluarganya. 


Belum lagi, Islam akan menjaga beberapa aspek, seperti menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, serta menjamin seluruh kebutuhan pokok warganya. Artinya, keamanan bagi dirinya adalah perkara pokok yang harus dilindungi penguasa, tanpa terkecuali. 


Rasulullah saw. bersabda: "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455, dan disahihkan al-Albani). 


Oleh karena itu kita perlu mengevaluasi kembali sistem yang selama ini diterapkan, karena terbukti tidak mampu membawa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarakat. Menggantinya dengan sistem yang telah terbukti selama berabad-abad silam mampu membawa keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.


Wallahu a'lam bishawab.