Kemiskinan Menyerang Rakyat, Apa Kabar SDA?

Daftar Isi


Puluhan Ribu KK Terdata sebagai Warga dengan Status Miskin Ekstrem


Meluasnya dan Tingginya Angka Kemiskinan Ekstrem adalah Ironi di Tengah Melimpahnya Harta Kekayaan Alam Negeri Ini 


Penulis : Siti Nurtinda Tasrif

(Aktivis Dakwah Kampus)


Siddiq-news.com -- Hidup dengan aman dan berkecukupan merupakan dambaan bagi setiap individu. Bahkan lebih luas lagi, kehidupan yang nyaman sangat didambakan bagi setiap rumah tangga. Bagaimana tidak, dengan kehidupan yang berkecukupan maka rasa khawatir terhadap masalah-masalah yang lain akan berkurang. Namun bagaimana jika hal ini tidak terjadi, atau bisa saja terjadi namun sayang sekali tidak merata ke seluruh rakyat.


Hal ini terjadi karena berbagai sebab. Misalnya, pendidikan yang standar sehingga tidak masuk dalam persyaratan yang diterima sebagai pekerja, keterbatasan dalam mengenyam pendidikan yang dikarenakan kesulitan ekonomi, dan bisa juga karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang sesuai kompetensi belajar atau kompetensi yang dimiliki. 


Sungguh ironis. Padahal jika menelisik lebih jauh lagi, akan didapat pula bahwa negara tidak terlalu memperhatikan nasib rakyat yang kesulitan akibat minimnya ekonomi. Meskipun negara memberikan bantuan, tetapi itu tidak merata sama sekali, saking arah pandang negara sudah berubah haluan yakni hanya untuk meningkatkan kemaslahatan pemangku hukum saja dan bukan kemaslahatan umat.


Bahkan di akhir tahun 2022, tercatat bahwa angka kemiskinan di Mataram semakin meningkat. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Mataram-Antaranews (21/12/2022), bahwasanya Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan dan Perekonomian Setda Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, di Mataram, Rabu, mengatakan, sebanyak 22.291 KK kemiskinan ekstem tersebut tersebar di enam kecamatan se-Kota Mataram. Dengan rincian Kecamatan Sekarbela 2.390 KK, Ampenan 5.547 KK, Sandubaya 5.204 KK, Cakranegara 2.853 KK, Mataram 2.951 KK dan Kecamatan Selaparang 3.399 KK. Bahkan semakin banyak angka kemiskinan ini disebut sebagai reruntuhan ekstrem.


Menurutnya kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar. "Seperti kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial."


Sungguh ironis, pemerintah yang harusnya membantu rakyat malahan bertindak sebaliknya, bahkan cenderung menyalahkan rakyat akibat ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan. Sedangkan banyak faktor yang membuat rakyat seperti itu. Seandainya tidak adanya bantuan negara secara finansial, kekurangan lapangan pekerjaan dan kompetensi yang kurang dibutuhkan di dunia kerja. 


Bahkan berdasarkan data kemiskinan ekstrem yang sudah divalidasi dan dipadankan dengan data P3KE dan Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil (Dukcapil) ditemukan 154 KK miskin ekstrem meninggal dunia, 12 KK pindah domisili, 78 KK tidak ditemukan, satu KK warga Kabupaten Lombok Barat, dan 2 KK warga Kabupaten Lombok Tengah. Ini hanya data di akhir 2022. Bagaimana saat ini? Meskipun pada tahun 2023, dikeluarkan berita terbaru bahwa angka kemiskinan menurun 0.2%. Namun ini hanya sebagian wilayahnya saja, dan baru yang terlihat saja. Lalu bagaimana dengan wilayah yang lain dengan data-data yang jelas?


Inilah potret buram penerapan sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi Kapitalisme. Keduanya berasal dari satu asas yaitu sekulerisme. Sebuah landasan yang memisahkan agama dari kehidupan. Pemisahan inilah yang membuat agama tidak berhubungan sama sekali dengan berbagai sendi-sendi kehidupan yang dijalani. Salah satunya ketidakberhasilan negara dalam mengurusi hajat hidup rakyatnya.


Termasuk melahirkan para pemimpin yang kapitalis atau mencari materi saja. Sehingga sanggup mengorbankan hajat hidup rakyatnya. Dengan membolehkan sumber daya alam dikelola oleh asing. Sehingga tidak mengherankan, begitu banyaknya SDA tidak dapat mengeluarkan rakyat dari jeratan kemisikinan. Bahkan hasil kelola asing terhadap SDA di negara ini pun hanya sekian persen saja. Lebih miris lagi, tidak pernah sampai kepada rakyat bawah melainkan rakyat kalangan atas saja.


Berbeda dengan sistem Islam yang dijadikan sebagai ideologi di sebuah negara. Yakni sebuah sistem yang berjalan di atas dasar halal dan haram, termasuk pengelolaan SDA yang ada di dalam negeri, juga dikelola dengan hukum syarak. Islam mewajibkan, segala macam sumber daya alam, baik itu minyak bumi, batu bara, emas, nikel, berlian, mutiara atau yang semacamnya harus dikelola oleh negara, dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat.


Karena hal tersebut, telah masuk pada hak kepemilikan umum warga negara. Sehingga tidak diperbolehkan atas asing ikut campur dalam kepemilikan umum. Juga dikhawatirkan akan menjadi jalan bagi asing sedikit demi sedikit menguasai wilayah negara. Perlu diketahui juga, negara harus mengelola SDA yang ada dengan pemikiran terhadap kemaslahatan umat. Dan hanya pada tujuan inilah negara akan terlepas dari jarahan asing juga akan menjadi negara yang independen dan tanpa belas kasih dari negara asing yang berujung pada hilangnya kedaulatan negeri.


Namun kembali lagi, hanya dengan negara yang menerapkan sistem Islam sajalah, seluruh hajat hidup masyarakat akan terpenuhi dan tidak akan ada data-data mengenai kemiskinan ekstrem. Sebagai buktinya, pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang merasa gundah dikarenakan Baitulmaal (Lembaga Anggaran Negara) masih banyak dan dipenuhi dengan berbagai harta. Sehingga Khalifah mengutus beberapa wakilnya untuk mencari siapa yang masih kesulitan keuangan, yang belum menikah, bahkan yang kesulitan mahar, belum membayar utang dan dengan beberapa masalah lainnya. Kembali lagi, hal ini hanya akan terjadi ketika hadir kembali negara yang berjalan mengikuti metode kenabian dengan menerapkan hukum-hukum Islam semata dan bukan yang lain. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.