Generasi Rusak Perlu Diagnosa Yang Tepat

Daftar Isi

Akibat diagnosis permasalahan hanya menyentuh permukaan maka solusi yang diberikan juga akhirnya hanya solusi di permukaan saja, tidak sampai menyentuh ke akar permasalahan


Kerusakan generasi harus dipandang secara komprehensif. Namun semuanya bisa terwujud manakala sistem Islam diterapkan


Oleh Hj.Padliyati Siregar, S.T.

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com--Akhir-akhir ini banyak peristiwa miris yang melibatkan remaja. Tawuran hingga penganiayaan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa seolah menjadi seolah menjadi sajian sehari-hari.

Dilansir dari detikjabar (24/3/2023), Polisi menangkap tiga ABG diduga pelaku yang membacok siswa SMP berinisial ARSS (14) hingga tewas di Sukabumi, Jawa Barat. Tiga anak berhadapan dengan hukum itu ialah DA (14), RA alias N (14), dan AAB alias U (14). Kapolres Sukabumi KoTa AKBP SY Zainal Abidin mengatakan, dalam waktu singkat berhasil  mengamankan tiga orang anak. Beliau mengharapkan  ini kejadian terakhir, di mana ada seorang anak yang karena perbuatannya itu kemudian harus berhadapan dengan hukum.

Kejadian ini sangat miris karena pelaku  sengaja memvideokan proses kejadian tersebut melalui salah satu akun medsosnya yang sifatnya dapat ditonton secara langsung oleh masyarakat secara luas.

Ini tentu menjadi tanda tanya besar, ada apa sebenarnya dengan generasi muda saat kita? Mengapa di usia belia mereka mampu melakukan hal sadis

bahkan menghilangkan nyawa orang lain.

Melihat kasus di atas tentu kita sepakat bahwa remaja kita dalam kondisi sakit.

Sayangnya, analisis bahwa penyebab kekerasan remaja hanya sebatas permukaan saja. Kurangnya pengawasan orang tua dianggap sebagai penyebab tunggal. Padahal jika ditelisik lebih mendalam akan ditemukan faktor lain seperti kondisi ekonomi yang memaksa orang tua harus bekerja keras sehingga lemah pengawasan terhadap anak, banyaknya tontonan yang berbau kekerasan, hingga lemahnya aturan yang mengontrol media.

Akibat diagnosis permasalahan hanya menyentuh permukaan maka solusi yang diberikan juga akhirnya hanya solusi di permukaan saja, tidak sampai menyentuh ke akar permasalahan.  

Wajar bila kasus kekerasan anak tidak kunjung berkurang malah terus semakin meningkat. 

Kerusakan generasi harus dipandang secara komprehensif. Namun semuanya bisa terwujud manakala sistem Islam diterapkan.

Islam bukan hanya agama ritual, tapi ia sistem kehidupan yang mampu menangkal generasi dari pemikiran berbahaya dan menyesatkan.

Untuk itu di perlukan langkah negara dalam menjaga generasi

Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam yang merupakan cara melahirkan generasi berkepribadian Islam (bersyakhsiyah Islam). Sistem ini memiliki bekal ilmu yang diperlukan dalam kehidupan, baik ilmu Islam (tsaqafah Islam) maupun ilmu terapan seperti sains dan teknologi. Negara menerapkan sistem pendidikan melalui kurikulum pendidikan Islam dan UU yang mendukung penerapan kurikulum tersebut.

Sistem pendidikan negara terdiri dari dua macam, yaitu sistem pendidikan formal dan nonformal. Sistem pendidikan formal dilaksanakan berdasarkan peraturan negara, baik diselenggarakan oleh negara ataupun swasta. Sistem pendidikan ini dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.

Adapun sistem pendidikan nonformal dilaksanakan di luar pengaturan negara dalam hal pelaksanaannya, seperti pendidikan di rumah, masjid, pondok,  dan berbagai forum seperti seminar, training, diskusi, kajian, dan sebagainya.

Meski pendidikan nonformal dilaksanakan di luar pengaturan negara, Khilafah tetap bertanggung jawab mengontrol dan mengawasi berjalannya pendidikan tersebut, yaitu bahan ajar yang diberikan tidak boleh bertentangan dengan akidah Islam.

Negara akan menindak tegas setiap lembaga atau sekolah yang mengajarkan ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, hedonisme, dan seluruh produk pemikiran asing lainnya yang menyalahi Islam.

Pemikiran asing yang menyalahi Islam hanya boleh diajarkan di jenjang pendidikan tinggi, sebatas untuk diketahui kekeliruan dan penentangannya terhadap Islam, bukan untuk diyakini.

Kedua, menerapkan sistem pemerintahan dan politik ekonomi berdasarkan syariat Islam. Secara tidak langsung, kebijakan politik ekonomi terkait erat dengan pembentukan generasi berkualitas.

Sebagai contoh, kebijakan politik dengan menyaring dan memblokir konten-konten porno atau muatan yang mengandung gaya hidup bebas dilakukan melalui departemen penerangan. Lembaga ini bertugas melakukan pengawasan terhadap kerja media baik media massa maupun digital. Tujuannya, menjaga generasi dari pengaruh negatif media yang merusak.

Contoh lainnya, penerapan sistem ekonomi Islam memungkinkan bagi masyarakat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Negara akan memberlakukan distribusi bantuan kepada rakyat miskin, baik melalui pembagian harta zakat ataupun nonzakat. Negara juga akan menerapkan pendidikan gratis untuk seluruh rakyat, karena layanan pendidikan adalah kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyatnya.

Penerapan sistem pergaulan akan mencegah generasi bergaul tanpa batas atau bebas aturan. Larangan berkhalwat, wajibnya memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, dan kebolehan ikhtilat hanya dalam perkara-perkara yang disyariatkan saja. Seperti silaturahmi kerabat, berjual beli, kesehatan, pendidikan, ibadah haji, dan lain-lain. Dengan pengaturan ini, pergaulan mereka akan terjaga dan kondusif. Tidak seperti hari ini yang serba bebas dan liar.

Ketiga, mewujudkan lingkungan yang islami. Negara akan melarang kebiasaan yang bertentang dengan Islam. Setiap kegiatan masyarakat haruslah selarasa dengan tujuan pembentukan generasi berkepribadian Islam. Selain pengawasan negara, terbiasanya amar makruf nahi mungkar yang dilakukan masyarakat akan menjaga generasi dari kemaksiatan.

Keempat, menegakkan sistem sanksi yang tegas. Jika pencegahan sudah dilakukan secara maksimal, tetap saja ada kemungkinan bagi manusia melakukan maksiat atau pelanggaran. Maka, lapisan terakhir yang bisa dilakukan adalah penerapan sistem sanksi yang tegas. Sebab, hukum Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan memberikan efek jera. Dengan begitu, mereka yang melanggar tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Dengan keempat sistem ini, negara akan menjalankan tanggung jawabnya untuk menjamin serta menjaga generasi dari paparan virus pemikiran yang merusak. 

Saat ini, keluarga menjadi satu-satunya institusi yang diharapkan mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam. Namun, benteng terakhir ini pun di ujung tanduk mengingat gempuran ide feminisme dan kesetaraan gender yang menyesatkan kaum ibu. Maka, urgensi keberadaan negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna tidak bisa ditunda lagi. 

Wallahu a'lam bishawwab