Insiden Kebakaran Berulang, Pentingnya Jaminan Keselamatan

Daftar Isi

 


Perlunya tata kelola wilayah, penduduk, serta jaminan keselamatan dari Negara.


Keselamatan warga menjadi target utama penguasa dalam penyelenggaraan suatu pemukiman. 


Oleh Asma Sulistiawati 

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com -- Kebakaran besar di depo Pertamina Plumpang di Koja, Jakarta Utara, pada Jumat (3/3) malam berulang kali melalap pemukiman warga sekitar dan menewaskan warga. Kebakaran pertama berawal dari meledaknya pipa bahan bakar minyak (BBM) di area Depo. 


Dilansir dari Kompas[dot]com, Selasa (23/3/2018) Peristiwa nahas itu melukai 9 orang dan menewaskan 19 orang. Menurut informasi dari Koja Koram 01, semua korban luka saat ini dirawat di sembilan rumah sakit di berbagai penjuru ibu kota. Tidak semua yang terluka adalah orang dewasa. Namun, tiga korban adalah anak-anak yang mengalami luka bakar lebih dari 50 persen. 


Kasus kebakaran Depo Pertamina Plumpang mendapat tanggapan dari Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna. Ia menanyakan siapa yang membuat rekomendasi solusi dalam penyimpanan bahan bakar. Dia menilai, kelemahan terbesar dalam insiden kebakaran tambang plumpang adalah zona yang seharusnya dilindungi dari kompromi justru dilanggar. (Kompas[dot]tv, 4/3/2023) 


Ada kekurangan dalam pengelolaan kependudukan, terlihat dari masih padatnya penduduk di kawasan vital ini, yang harus disterilkan dari rumah-rumah warga. Namun nyatanya, izin tinggal di kawasan rawan ini adalah legal. Bagaimana mungkin suatu negara tidak mengetahui cara membaca dan mendeteksi ancaman yang dapat mengancam keamanan warganya?


Apalagi, kebakaran besar di depo plumpang Pertamina bukan yang pertama kali terjadi. Kejadian serupa terjadi pada tahun 2009. Saya sangat prihatin, meskipun negara tidak berusaha secara tegas menangani kejadian ini, pelajaran tidak akan diambil sampai kebakaran terjadi lagi. Hal ini jelas menunjukkan ketidakpedulian negara terhadap keselamatan rakyatnya. 


Mulai dari tata kelola penduduk yang kacau hingga kurangnya jaminan keselamatan dari negara. Hal ini sudah biasa dalam sistem Kapitalisme yang hanya mengedepankan industri untuk bisnis. Masyarakat dibiarkan memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk tempat tinggal, sementara di tengah kota besar, apalagi tempat makan, sudah sulit. Karena itu mereka terpaksa tinggal di tempat yang sama sekali tidak memungkinkan dari segi kesehatan dan keselamatan. 


Sangat berbeda dengan sistem Islam bernama Khilafah yang jauh dari prioritas bisnis industri. Oleh karena itu, ketika Khilafah mengatur tata ruang, termasuk kawasan pemukiman, tidak terlepas dari prinsip keamanan. Menurut Islam, kawasan pemukiman harus memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. 


Selain itu, pemetaan wilayah negara dan perencanaan wilayah perkotaan tidak boleh hanya terfokus pada kawasan industri dan kawasan pemukiman. Ada kawasan yang fungsi ekologisnya juga perlu mendapat perhatian untuk meminimalisir kecelakaan dan bencana alam serta akibatnya. Begitulah keselamatan warga harus menjadi target utama penguasa dalam penyelenggaraan suatu pemukiman. 


Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Imam adalah pengurus dan pengatur urusan umat dan bertanggung jawab atas umatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Wallahu'alam.