Razia Miras Jelang Ramadan, Hanya Sekadar Ritual Tahunan?

Daftar Isi

 


Lemah Hukum Pemberantasan Miras Tidak Akan Menuntaskan Persoalan


Miras Akan Terus Diproduksi Jika Mendatangkan Manfaat


Oleh Fajrina Laeli, S.M.

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com -- Jelang Ramadan, aparat kepolisian mulai disibukan dengan ritual pemberantasan minuman keras (miras) di sejumlah daerah.


Sebutlah, Polresta Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara yang menyita sebanyak 95 liter miras tradisional saat patroli gabungan di wilayah hukum polresta setempat. (antaranews[dot]com, 19/02/23). 


Langkah yang sama pun dilakukan oleh Polresta Malang Kota. Kegiatan razia juga dilakukan sebagai upaya tindak lanjut dari pengaduan masyarakat setempat yang merasa resah dengan adanya kios-kios yang menjual minuman beralkohol karena aktivitasnya. (republika[dot]co[dot]id, 26/02/23).


Dalam kegiatan menjelang Ramadan ini, aparat polisi melaksanakan tindak pidana ringan (tipiring) di kios-kios yang didapati menjual minuman beralkohol tanpa izin. Minuman keras tanpa izin tersebut akan disita dan warung akan dibekukan. Namun, apabila penjualan alkohol tersebut sudah berizin maka artinya mereka dapat bebas berjual-beli barang haram.


Ya, Indonesia sendiri memiliki sejumlah atauran terkait miras, salah satunya Peraturan Presiden (Perpres) No.74 Tahun 2013. Dalam Pasal 7 Perpres 74 Tahun 2013 ini mencantumkan bahwa minuman beralkohol golongan tertentu hanya dapat dijual di hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan. Namun faktanya, produksi dan distribusi miras di Indonesia masih juga mengkhawatirkan. Bukan hanya di bidang pariwisata, miras pun kerap dijumpai di toko bebas.


Di sisi lain, demi pajak yang menggiurkan, berbagai regulasi pun dibuat agar produksi dan distribusi miras tetap eksis di tengah masyarakat. Alhasil, produksi miras akan terus dipertahankan di era kapitalisme hari ini, meskipun banyak mendatangkan keburukan bagi masyarakat. Penertiban akan dilakukan hanya saat menjelang Ramadan sebagai formalitas semata. Itu pun hanya melakukan razia pada warung kecil di sekitar kampung yang dianggap tidak memiliki izin atas penjualan miras. Jika sudah berizin? Ya, tentu boleh saja.


Alhasil, aparat kepolisian melakukan razia minuman keras tidak berdasarkan pada haramnya barang tersebut, tetapi sekadar memberantas miras yang tidak berizin karena menjelang bulan Ramadan. Sasarannya pun hanya warung kecil saja, sedangkan pabrik pembuatannya tidak akan diutak-atik karena telah membayar pajak yang ditetapkan. Maka ritual seperti ini akan terus dilakukan dari tahun ke tahun, tanpa adanya perubahan signifikan. Padahal dapat dipastikan merugikan warga, baik yang mengkonsumsi miras maupun yang tidak.


Sejatinya, aturan yang lemah tidak dapat menimbulkan rasa aman bagi masyarakat. mereka akan terus dibuat waswas atas perilaku merugikan yang ditimbulkan karena individu yang mabuk-mabukan. Bagi yang mengkonsumsi juga tidak kalah bahayanya, zat merugikan yang masuk ke dalam tubuh dengan bebasnya jelas akan menimbulkan kerusakan di masa depan. Alhasil, lemahnya hukum terhadap pemberantasan miras tidak akan menuntaskan persoalan.


Inilah yang terjadi dalam naungan sistem kapitalis. Pengelolaan barang haram, yaitu miras, akan terus diproduksi jika mendatangkan manfaat. Tidak peduli apakah halal atau haram. Tidak peduli membahayakan kesehatan, asalkan memberi manfaat maka akan terus dipelihara.


Gambaran nyata yang terjadi hari ini, tentunya sangat kontradiktif jika sistem yang digunakan merupakan sistem sahih, yakni Islam. Dalam pandangan Islam, syariat telah jelas menetapkan bahwa miras adalah barang haram. Maka sudah pasti penjualannya pun akan dilarang, karena standar yang dijunjung nantinya adalah syariat yang berdasar pada halal dan haram, bukan sekadar pada materi saja.


Islam juga memandang bahwa miras adalah induk kejahatan, karena memabukkan dan memberi efek hilang kewarasan setelah mengkonsumsi. Perilaku hilang kewaraan akibat miras sudah pasti merugikan rakyat. Alhasil, tanpa menunggu jelang Ramadan, miras niscaya akan diberantas tuntas hingga ke akar.


Mekanisme pemberantasan miras jelas menjadi kewajiban negara. Wajib bagi negara menutup dan melarang pabrik pembuatan miras tanpa ragu. Negara juga melakukan patroli penyalahgunaan miras tidak sekadar ritual tahunan menjelang Ramadan, tetapi juga sebagai kontrol akan perilaku masyarakat apakah sesuai dengan syariat atau tidak. Lebih dari itu, menjadi kewajiban negara menegakkan hukum yang tegas dan menjerakan bagi siapa saja yang terbukti menjadi produsen, distributor, dan pemakai miras.


Inilah upaya preventif dan kuratif yang dilakukan negara dalam naungan Islam. Rakyat niscaya aman dan sejahtera. Rakyat jauh dari kemaksiatan dan kerusakan. Rakyat pun akan disibukan dengan aktivitas bermanfaat semata-mata demi mencari rida dari Allah Swt. Wallahualam bissawab.