Ancaman Pengangguran dalam Kapitalisme

Daftar Isi

 


Maraknya pengangguran yang menjadi persoalan menahun tanpa solusi ini menunjukan bagaimana pemerintah gagal dalam menyediakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat

Kemandirian negara dalam mengelola kekayaan dan membangun infrastruktur niscaya membuka lapangan pekerjaan baru yang cukup luas demi rakyat. Alhasil angka pengangguran dapat diatasi dengan baik dengan solusi yang tepat pula


Penulis Fajrina Laeli, S.M.

Kontributor Media Siddiq-News 


Siddiq-news.com -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada periode Februari 2023, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,99 juta orang. Jumlah tersebut setara dengan 5,45 persen dari sebanyak 146,62 juta orang angkatan kerja di tahun ini.

Jika dilihat dari jenis kelamin, pengangguran terbanyak ada pada laki-laki sebesar 5,83 persen dibanding perempuan yaitu hanya sebanyak 4,86 persen. Hal ini menjadi wajar karena jumlah angkatan kerja memang masih didominasi oleh kaum laki-laki.

Sementara itu, jika berdasarkan wilayah, pengangguran di perkotaan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pengangguran di perkotaan tercatat sebanyak 7,11 persen dan di pedesaan hanya mencapai 3,42 persen saja. (cnnindonesia[dot]com, 05/05/2023).

Data BPS juga mencatat jumlah pengangguran terbanyak ada di wilayah Banten dan Jawa Barat. Untuk Banten tingkat penganggurannya tercatat jauh di atas nasional yakni 7,97 persen. Tertinggi kedua adalah Jawa Barat dengan tingkat pengangguran sebesar 7,89 persen.

Memang, jika dibandingkan dengan Februari 2022 lalu, jumlah pengangguran menurun sekitar 410 ribu orang, dari 8,40 juta jiwa di tahun lalu menjadi 7,99 juta orang di tahun sekarang. Namun, jumlah pengangguran ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pandemi COVID-19 pada 2020 lalu.

Maraknya pengangguran yang menjadi persoalan menahun tanpa solusi ini menunjukan bagaimana pemerintah gagal dalam menyediakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat yang membutuhkan. Fakta bahkan bicara, jumlah angkatan kerja terus bertambah dari tahun ke tahun dan berbanding terbalik dengan penciptaan lapangan kerja yang terbilang sedikit.

Mirisnya, pemerintah seolah berlepas tangan dalam menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya. Terbukti, pemerintah terkesan menyerahkan tanggung jawab pada korporasi atau pemilik modal dengan membuka aliran investasi yang besar, lalu menyerahkan serapan tenaga kerja pada mekanisme pasar, tidak ada lagi campur tangan pemerintah di dalamnya.

Inilah paradigma sistem kapitalisme yang menempatkan negara hanya sebagai regulator saja, bukan sebagai pengelola karena sistem pengaturan perihal industrialisasi di negeri ini terbukti lemah. Sebab, industri yang ada hari ini bukanlah berdasarkan kebutuhan melainkan mengikuti pesanan oligarki semata.

Masalah pengangguran yang tidak terselesaikan ini tentunya akan berdampak negatif pada kondisi ekonomi suatu negara, pengangguran akan menyebabkan kemiskinan yang mana dapat mengurangi daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya termasuk masalah gizi, kesehatan, dan pendidikan. Apalagi kebutuhan tersebut hanya bisa dicapai oleh kecukupan materi per individu, tidak ada jaminan dari negara, apalagi ditanggung oleh negara.

Selain itu, tingginya pengangguran akan berdampak pada tingginya kriminalitas pula. Ketiadaan pendapatan dibarengi dengan lemahnya iman akan mendorong seseorang untuk melakukan hal apa pun dalam memenuhi kebutuhannya. Lagi dan lagi masyarakat memikul dampak negatif dari hal tersebut.

Inilah bukti kegagalan sistem kapitalisme dalam mengelola sumber daya manusia dan industri di negeri ini. Masyarakat dibiarkan bingung dalam mencari sumber nafkah. Belum lagi dengan segala praktik KKN di lapangan yang mengharuskan calon pekerja memiliki jalur orang dalam, bahkan tidak sedikit pula calon pekerja membayar harga tinggi di awal agar dapat lolos bekerja. Kondisi ini jelas berbeda jika berada dalam naungan sistem Islam.

Dalam naungan sistem Islam, menjadi kewajiban negara untuk menyediakan lapangan kerja yang memadai sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Negara akan sepenuhnya berkonsentrasi untuk menciptakan lapangan kerja. Sehingga peran negara bukan hanya sebagai pengurus urusan rakyat, melainkan turun langsung menjadi pengelola.

Dalam pengelolaan harta kepemilikan umum, termasuk kekayaan alam, maka menjadi kewajiban negara mengelolanya. Sehingga membuka lapangan kerja bagi rakyat. Haram bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta atau asing. Lapangan kerja pun diperuntukkan bagi siapa saja yang membutuhkannya sesuai keahliannya. Negara pun wajib menutup pintu bagi praktik KKN atau upaya suap-menyuap dengan harga tinggi demi mendapatkan pekerjaan.

Kemandirian negara dalam mengelola kekayaan dan membangun infrastruktur niscaya membuka lapangan pekerjaan baru yang cukup luas demi rakyat. Alhasil angka pengangguran dapat diatasi dengan baik dengan solusi yang tepat pula.

Kekayaan alam yang dikelola negara pun hasilnya akan dikembalikan lagi kepada rakyat demi memenuhi hajat hidup rakyat seperti sandang, pangan, dan papan, termasuk pula pendidikan dan kesehatan yang hari ini dinilai sangat mahal.

Penerapan sistem Islam ini pernah dibuktikan di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra. Pada masa kepemimpinan beliau, selama 10 tahun rakyat di berbagai wilayah hidup makmur dan sejahtera di bawah naungan sistem Islam. Tidak ditemukan seorang miskin pun di era tersebut. Alhasil, hanya sistem Islam yang mampu mengatasi berbagai masalah yang menimpa negeri ini, termasuk pengangguran yang hari ini sulit sekali diselesaikan. Wallahualam bissawab.