Lemahnya Hukum dalam Sistem Sekuler, Celah Kejahatan Terbuka Lebar?

Daftar Isi


Islam yang mempunyai solusi terbaik untuk memberantas kejahatan hingga ke akarnya


Sanksi dalam Islam mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku kejahatan karena sangat efektif menimbulkan efek jera bagi pelaku dan orang lain


Oleh Mustika Lestari

Freelance Writer


Siddiq-news.com--Terpidana mati kasus narkoba, Merry Utami berhasil  mendapat grasi dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) setelah mendekam di penjara selama 22 tahun. Hal itu menjadikan hukuman untuk Merri yang seharusnya hukuman mati menjadi seumur hidup. 


Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Adhigama Budiman pun menyambut baik keputusan tersebut. Menurutnya, kebijakan ini merupakan grasi pertama yang diberikan kepada terpidana mati kasus narkoba dan menjadi langkah penting yang diambil  Presiden Jokowi dalam perubahan kebijakan hukuman mati selama ini. Ia berharap hal yang sama juga diterapkan kepada terpidana mati yang lain. (jawapos[dot]com, 14/4/2023)


Tidak bisa dimungkiri bahwa sejak dahulu penerapan hukuman mati selalu memunculkan pro dan kontra. Dalih dari pihak yang pro adalah dapat memberikan efek jera atas kejahatan serius yang dilakukan. Sementara itu, pihak yang kontra menganggapnya sebagai hukuman yang melanggar HAM dan menyalahi tujuan pemidaanaan, yang bukan dalam rangka balas dendam. Untuk itu, pihak ini menghendaki solusi dari berbagai kejahatan yang ada, termasuk narkoba berupa sosialisasi, pembaruan kebijakan, hingga pidana penjara yang sewajarnya.


Dari sini, agaknya kita melihat lemahnya penegakan hukum di negara hukum ini, memang benar adanya. Bagaimana tidak, banyaknya kasus serius yang berakhir dengan keringanan hukuman menjadi gambaran nyata atas hal tersebut. Sebagaimana pemberian hak spesial berupa grasi kepada terpidana kasus kejahatan sering kita temui atas alasan kemanusiaan. Keberadaannya yang tidak memberikan efek jera itu pasti, sebab dengan adanya keringanan ini berpeluang menambah aksi kejahatan di tengah-tengah masyarakat.


Grasi sendiri merupakan pengampunan yang diberikan oleh presiden terhadap terpidana, entah itu perubahan hukuman, peringanan, pengurangan, bahkan penghapusan hukuman terhadap terpidana. Namun, dengan sederet keputusan memberikan grasi kepada terpidana justru menyuburkan beragam kejahatan, termasuk narkoba yang selama ini telah menjadi tontonan publik. Alih-alih menegakan hukum untuk bersih-bersih dari tindakan penyalahgunaaan narkoba, malah membuka celah agar kejahatan makin subur. 


Miris, di negeri yang disebut-sebut akan memerangi kejahatan, namun enggan memberikan eksekusi mati kepada para pelaku. Dalihnya macam-macam untuk memberikan keringanan kepada penjahat, mulai dari tidak manusiawi hingga memicu penyiksaan dan penderitaan terhadap terpidana. Akhirnya, hanya menghendaki sosialisasi dan solusi-solusi yang ala kadar lainnya. Sampai di sini, apakah mampu menyolusi? Kenyataaannya tidak.


Bolak-balik pihak terkait melakukan sosialisasi, merevisi kebijakan, memperbarui sistem hukum, hasilnya sama saja bahkan para pelaku tidak pernah ada habisnya. Sebaliknya penjara makin sesak dengan terpidana berbagai kejahatan, keluar-masuk bui dengan beragam kasus yang dibawanya.


Begitulah demokrasi-sekularisme yang sistemnya memberikan kedaulatan kepada manusia untuk mengatur manusia lainnya. Asasnya yang memisahkan peran agama dalam kehidupan, memberi hak penuh kepada manusia untuk membuat hukum sesuai kehendaknya, lembek, dan membuka celah kepada para penjahat untuk melancarkan aksinya. Akhirnya kejahatan tidak pernah tuntas, baik pelaku narkoba, pembunuhan, korupsi, termasuk pelecehan. 


Sejatinya, tidak ada yang salah dengan penerapan hukuman mati apabila melihatnya dari sisi yang tepat. Dikarenakan aksi kejahatan di lapangan terus bertambah, dan makin banyak manusia yang terancam jiwanya karena kejahatan yang tidak habis-habis, maka hal tersebut tepat untuk menghukum pelaku demi menyelamatkan ribuan masyarakat yang terancam keamanannya. Lagipula, makin ringan sanksi yang diberikan, para penjahat makin "ngelunjak".


Dengan hukum manusia yang sekuler, maka mustahil menuntaskan beragam kasus di negeri ini. Berbeda halnya dengan Islam yang mempunyai solusi terbaik untuk memberantas kejahatan hingga ke akarnya. Karena dalam Islam ada beberapa pilar untuk membentengi terjadinya kejahatan, di antaranya dari individu yang bertakwa, kontrol masyarakat, dan peran negara. 


Apabila kejahatannya telah terjadi, maka berlaku sanksi yang tegas, tentunya sesuai dengan hukum syarak yang bersumber dari zat yang Maha Pengatur. Sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba misalnya, harus memberikan efek jera tanpa pandang bulu, tidak lemah dan tidak mudah memberi grasi. Sanksi bagi pengguna narkoba menurut Islam adalah ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dicambuk, dipenjara dan sebagainya. Berbeda pula dengan pengedarnya ataupun pemiliknya, ta'zir yang diberlakukan dapat sampai pada tingkatan hukuman mati karena bisa menyebabkan kerusakan besar bagi agama dan masyarakat.


Sanksi-sanksi tegas serupa yang berlaku pada pelaku kejahatan lainnya, seperti korupsi, pelecehan, penipuan, yang akan dihukum sesuai kadar perbuatannya. Berdasarkan hal ini, jelas sanksi dalam Islam mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku kejahatan karena sangat efektif menimbulkan efek jera pada pelakunya. Sehingga tidak akan ada lagi yang tertimpa kasus serupa. 


Sistem yang berhukum kepada hukum Allah, maka secara otomatis permasalahan yang ada mudah terselesaikan, karena dalam Islam hukum berdiri atas tiga asas yaitu individu yang bertakwa, masyarakat sebagai pengontrol dan negara sebagai pelaksana hukum syara. Maka, jiwa-jiwa bertakwa yang bebas dari kerusakan akan terwujud. Wallahualam bissawab.