Pengangguran Sirna Islam Solusinya

Daftar Isi

 



Pengangguran dapat teratasi dengan cepat jika kita mau menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan


Kesempurnaan Islam tersebut tak dapat  jika negara masih mempertahankan kapitalisme sebagai asas kehidupan negaranya



Oleh  Siti Eva Rohana, S.Si.

(Pegiat Literasi) 


Siddiq-News.com--Di Indonesia pengangguran masih saja menjadi masalah yang tak kunjung terselesaikan. Bahkan dari tahun ketahun jumlahnya semakin bertambah.


Dilansir dari kumparan (6/5/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 7,99 juta orang masih menganggur, atau sekitar 5,45 persen pada Februari 2023 secara tahunan (year on year/yoy). 

Meskipun banyak yang mengklaim mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, tetapi fakta menunjukkan masih banyak  masyarakat yang sulit mendapatkan akses pekerjaan. Diketahui penyumbang utama angka pengangguran terbuka masih berasal dari tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu sebesar 9,60 persen. Padahal pemerintah telah memiliki program insentif super tax deduction kegiatan vokasi. 


Pemerintah yakin pendidikan vokasi akan mempercepat lulusan SMK mendapat pekerjaan.  Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto juga pernah mengatakan 80 persen lulusan pendidikan vokasi bisa terserap industri. Namun sayangnya program tersebut, belum mampu menjadi solusi untuk mengatasi ledakan pengangguran yang kian meningkat.


Ada dua alasan yang dikemukakan mengapa angka pengangguran tinggi di kalangan lulusan SMK. Pertama, jumlah lulusan dengan kebutuhan industri tidak sesuai. Lulusan banyak, tapi tidak semua terserap. Sebab, tidak semua industri setiap tahunnya membutuhkan tenaga ahli. Bahkan di era digitalisasi 4.0 ini, beberapa aktivitas dan jenis pekerjaan digantikan tenaga mesin.  Kedua, kualifikasi guru SMK kurang kompeten. Ada guru yang mengajar SMK tapi kurang sesuai dengan skill yang dibutuhkan. Akibatnya, serapan ilmu kurang maksimal. Siswa pun menjadi kurang terampil dengan kompetensi guru yang bukan ahli di bidang tersebut.


Sangat disayangkan, pendidikan seharusnya dapat mencetak generasi yang dapat membawa perubahan, merasa cukup dengan menjadikan para lulusannya sebagai tenaga kerja dan buruh industri. Kualitas karakter generasi sepertinya bukan menjadi persoalan utama bagi pemerintah. Yang menjadi tujuan sebisa mungkin mencari peluang untuk dapat memandirikan rakyat.  Ditambah lagi biaya kuliah yang tak murah atau banyak yang tak mau melanjutkan, menjadikan SMK satu-satunya pilihan bagi mereka agar cepat kerja. 


Begitulah akibatnya jika pendidikan di kapitalisasi, mental yang terbentuk sebatas mental buruh, bukan mental pelopor Industri. Lulus sekolah harus kerja, lulus kuliah harus kerja. Padahal generasi bermental buruh, akan menjadikan Industri tetap berada dalam penguasaan para kapitalis. Ali-alih menjadi solusi dalam menurunkan angka pengangguran, justru malah semakin menambah beban. Sekalipun lulusan sekolah dibekali dengan vokasi, nyatanya banyak ditemukan lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Bahkan sulit mendapatkan pekerjaan akibat kompetensi yang dimiliki tidak sesuai standar yang dibutuhkan oleh perusahaan. 


Fenomena ini dikenal dengan istilah multidimensional skill mismatch. Ini menggambarkan bagaimana seharusnya pekerja memiliki alokasi yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya, namun ternyata terdapat ketidakcocokan keterampilan sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut. (theconversation.com, 14/4/23)


Akibatnya muncul anggapan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia disebabkan Indonesia kekurangan tenaga ahli yang berkompeten. Jika demikian semestinya pemerintah berfokus meningkatkan kualitas kompetensi masyarakat agar dapat memiliki keterampilan yang bagus bukan malah membuka peluang para investor dan tenaga kerja asing untuk menguasai industri dan bekerja di Indonesia. Penguasaan aset dan lahan yang mestinya bisa menjadi lapangan kerja bagi rakyat, dihambat oleh kebijakan rezim demokrasi kapitalistik. Imbasnya, lapangan kerja makin sulit, kebutuhan ekonomi kian mencekik, dan negara menanggalkan peran utamanya sebagai pengurus rakyat. 


Satu per satu kebijakan mengarah pada kemandirian rakyat agar tidak bergantung pada pemberian negara. Dorongan untuk berinovasi menjadikan rakyat ‘dipaksa’ kreatif bekerja. Lebih bagus lagi jika rakyat berhasil membuka lapangan kerja. Pendidikan vokasi hanyalah purwarupa lepasnya negara dari tanggung jawabnya.


Pengangguran dapat teratasi dengan cepat jika kita mau menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan. Sebab Islam telah memiliki seperangkat aturan  yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan termasuk jaminan individu masyarakat dalam memperoleh pekerjaan. Kesempurnaan Islam tersebut tak dapat diterapkan jika negara masih mempertahankan kapitalisme sebagai asas kehidupan negaranya. Islam hanya bisa diterapkan dalam wadah kepemimpinan yang menerapkan semua aturan Allah secara menyeluruh. 


Berikut beberapa langkah yang akan dilakukan negara yang menerapkan sistem Islam kafah dalam mengatasi pengangguran: 


Pertama, pendidikan murah bahkan gratis untuk semua. Dengan begitu, rakyat dapat mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Selain, itu mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki. 


Kedua, jika individu malas bekerja, cacat, atau tidak memiliki keahlian, maka khalifah berkewajiban memaksa mereka bekerja dengan menyediakan sarana dan prasarananya. Hal ini pernah dilakukan khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian. 


Ketiga, dalam hal ekonomi, negara akan menerapkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan. 


Keempat, di sektor pertanian, di samping intensifikasi, negara juga akan melakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area pertanian yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi pemerintah. Pemerintah dapat mengambil tanah mati (tanah yang ditelantarkan pemilik selama tiga tahun) dan memberikannya kepada mereka yang menghidupi tanah mati dengan menanaminya atau mendirikan bangunan di atasnya. 


Kelima, di sektor industri akan dikembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. 


Keenam,  tidak akan menoleransi berkembangnya sektor nonriil. Selain haram, sektor nonriil mengakibatkan perputaran uang hanya beredar di antara orang-orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja. 


Ketujuh, menciptakan iklim investasi dan usaha yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. 


Kedelapan, kewajiban bekerja hanya dibebankan pada laki-laki. Kaum perempuan tidak wajib bekerja. Fungsi utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya (ummu warabatul bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki.


 Dengan kebijakan ini wanita kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh wanita. Itulah beberapa mekanisme negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah dalam mengatasi angka pengangguran. 


Wallahu a'lam bishawab