Penistaan Agama Terus Berulang, Hukum Tak Memberikan Jera

Daftar Isi

 


Penistaan terhadap Islam dan umat Islam, hanya bisa diterapkan oleh sebuah negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah



Sungguh sistem Islam telah terbukti mampu menjaga akidah, darah dan harta, selama kurang lebih 14 abad lamanya


Oleh Rindy 

(Aktivis Remaja Andoolo Sulawesi Tenggara)


Siddiq-News.com-- Seakan tidak ada habisnya, lagi-lagi  terjadi penistaan terhadap agama Islam. Hal ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah dalam sistem sekularisme-liberal. Baik itu penghinaan terhadap Al-Qur'an, Rasulullah saw.dan simbol-simbol Islam lainnya. Karena setiap penghinaan atau pelecehan terhadap agama, sanksinya cukup dengan meminta maaf saja, atau hukuman ringan yang tidak ada memberi efek jera sedikit pun.


Akhirnya, masalah ini terus terjadi tidak ada ujung pangkalnya. Sebagaimana yang dikutip dari kompas.com, lini media sosial ramai oleh video WNA Australia yang meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Bandung, Jumat (28/4/2023). Kepolisian resor kota Besar Bandung mengusut warga negara asing (WNA) karena meludahi imam masjid Jami Al-Muhajirin, Buahbatu, kota Bandung, yang  menyetel murottal Al-Qur'an. Bukan hanya itu, ada pula seorang selebgram asal Indonesia, yang mengucapkan Bismillah ketika ingin memakan makanan olahan daging babi, ia terancam hukuman enam tahun pidana dan denda Rp.1 miliar (29/4/2023).


Kedua kasus tersebut viral di media sosial. Penistaan agama kembali terjadi  menunjukan hukum yang diterapkan negara belum mampu memberikan efek jera pada pelaku penistaan agama. Hal ini merupakan satu keniscayaan pada sistem sekular, karena agama hanya dipandang sebagai urusan individu dan diterapkan  pada ruang privat, sementara negara tidak boleh ikut campur dalam masalah ini.


Akhirnya, siapa saja berhak mengekspresikan dirinya tanpa batas. Seolah yang mereka lakukan tidak masalah dan merupakan hak asasi manusia. Sehingga wajar kasus penghinaan terhadap agama tumbuh subur di sistem hari ini. Ditambah hukum yang diterapkan tidak memberikan efek jera. 


sekularisme adalah paham yang memisahkan antara urusan agama dari kehidupan. Dapat dilihat bahwa penistaan agama yang terjadi sangat ditolerir, karena tidak ada sanksi tegas bagi pelakunya, bagi pelaku yang melakukan penistaan agama hanya dihukum seringan ringannya kurang lima tahun penjara.


Negara yang berlandaskan sistem penganut paham kebebasan menjamin setiap orang berhak berkata dan bertindak semaunya tanpa takut ditindak aparat. Kebebasan individu dijunjung tinggi dengan dalih hak asasi, bahkan arus moderasi terus diagungkan atas dalih toleransi sehingga pelecehan dan penistaan dianggap biasa. Hal ini menunjukkan lemahnya perlindungan negara terhadap kemuliaan agama Islam. Alhasil, seorang penista agama bebas berekspresi tanpa ada sanksi yang membuat efek jera.


Berbeda dengan negara yang menerapkan aturan Islam dalam kehidupan, penistaan agama tidak akan terjadi. Jika terjadi, kemungkinan sangat kecil sebab negara merupakan pilar penjaga kemuliaan Islam, pelindung agama dan juga umat Islam. Rasullullah saw. bersabda: “Sesungguhnya imam itu junnah atau perisai” (HR Bukhari).


Imam Al-Ghazali berkata, “Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan fondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya, apa saja yang tanpa fondasi akan hancur, dan apa saja yang tanpa penjagaan akan hilang. Tidak sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.”


Oleh karena itu, penistaan terhadap Islam dan umat Islam, hanya bisa diterapkan oleh sebuah negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah. Penerapan hukum-hukum Islam tersebut diberlakukan kepada seluruh warga negara, baik muslim maupun kafir (dzimi, mu’ahid, musta’man).


Dengan diterapkannya sistem Islam yang kafah, akidah akan terjaga, darah akan terjaga, dan harta akan terjaga. Karena sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin menjaga warga negaranya. Tidak akan membiarkan warga negaranya dilecehkan dan dihina, apatah lagi terkait urusan agama. 


Sungguh sistem Islam telah terbukti mampu menjaga akidah, darah dan harta, selama kurang lebih 14 abad lamanya. Karena regulasi yang digunakan adalah sistem dari Sang Pencipta yang menciptakan manusia, dan sangat memahami ciptaan-Nya, sehingga tidak ada celah kesalahan ketika diterapkan. Jikapun ada, itu merupakan faktor dari manusia itu sendiri dan sangat minim terjadi. 


Jauh berbeda dengan sistem hari ini, sepekan saja ada beberapa kasus pelecehan dan penghinaan didapatkan. Maka, sudah saatnya kita kembali kepada aturan Allah Swt. dan menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh terbaik.


 Wallahu a'lam bishawab