Remisi, Ketidakseriusan Memberi Efek Jera

Daftar Isi

 


Ini menggambarkan bahwa pemerintah tak acuh soalan moral, mereka hanya mementingkan satu rute menuju kemaslahatan personal


Begitulah kiranya dalam sistem Islam yang memperhatikan masyarakat dari seluruh aspek termasuk pembentukan moral, agar kejahatan tidak terus menerus menggerogoti negara hingga harus berdampak pada ekonomi negara pula. 


Penulis Sasmin

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com--Dilansir Kompas (23 April 2023), 164 ribu napi dapat remisi lebaran,  dimana narapidana yang beragama Islam diberi remisi lebaran Idul fitri 2023 dengan tujuan mengirit anggaran negara secara cukup signifikan dan memberikan kesempatan kepada napi agar bisa berbuat baik. Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menuturkan bahwa remisi ini terbagi dua ada yang langsung dibebaskan dan ada beberapa yang menetap dengan jangka yang sudah ditentukan, kemudian bapak menteri menyebutkan bahwa masa pidana yang dijalani merupakan kesempatan untuk terus introspeksi diri dan sara untuk mengasah kemampuan spiritual dan intelektual agar menjadi bekal saat warga binaan bebas.


Fakta di atas membuktikan bahwa hukum di negeri ini lemah. Bagaimana mungkin narapidana menjadi baik jikalau penanganan kasus kekerasannya saja tidak diberi sanksi keras. Belum waktunya dibebaskan, aturan baru muncul berkedok memperbaiki diri. Anehnya, untuk mengurangi atau memangkas dana narapidana. Negara merasa dengan hukuman bagi narapidana merupakan beban ekonomi sehingga remisi dilegalkan secara khusus di waktu lebaran. Justru adanya remisi, maka beban Negara justru akan semakin besar. Kasus kekerasan akan semakin meningkat, akibat dari ketidakseriusan negara memberi  hukuman yang dapat memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan atau para napi. 


Beginilah keadaan saat sistem manusia yang dipakai untuk mengatur negara. Nyatanya hukum manusia bukan hanya tak mampu memberi efek jera bagi pelaku  bahkan ia juga sering terjadi kontroversi dengan undang-undang sebelumnya yang dibuat oleh negara itu sendiri. Bagaimana tidak, undang-undang sebelumnya telah menegaskan penetapan pidana bagi pelaku harus sesuai perbuatannya, tapi apalah daya kala pemangku jabatan di negeri ini mulai mengambil alih hukum, maka apa pun keinginannya patut diterapkan oleh para cukongnya. 


Dari problem di atas, prospek antara pragmatis atau ketidakmampuan negara mengatasi kondisi perekonomian dalam negeri. Kedua, ini merupakan asumsi yang sangat kuat mencitrakan negara sekuler  kapitalis. Dari sekian banyaknya problem terkhusus penanganan kritisnya ekonomi negara serta kritisnya moral masyarakat yang kini sudah sangat jauh dari fitrah orang yang berakal sehat hingga banyak orang yang tidak lagi memiliki sikap memanusiakan sesama manusia. Namun ironisnya, ketika negara sedang menghadapi kasus yang sangat genting saja, Kepala Negara seolah tidak memfungsikan dirinya sebagai  pemimpin dalam negara tersebut.


Ini menggambarkan bahwa pemerintah tak acuh soalan moral, mereka hanya mementingkan satu rute menuju kemaslahatan personal. Sementara tugas pemimpin tidak hanya memberlakukan hukum atau memberi bantuan pada masyarakat. Tetapi memberi tsaqofah Islam bagi umat muslim, hingga pembinaan rutin sampai habit Islami tertanam dalam jiwa masyarakatnya. Begitulah kiranya dalam sistem Islam yang memperhatikan masyarakat dari seluruh aspek termasuk pembentukan moral, agar kejahatan tidak terus menerus menggerogoti negara hingga harus berdampak pada ekonomi negara pula. 


Oleh karena itu, apabila sistem Islam yang akan diberlakukan maka akan jarang kita temui orang-orang melakukan kebengisan secara brutal, karena manusia yang berakal sehat tentunya berpikir sebelum bertindak. Selain itu, dalam sistem yang berideologi Islam, sumber hukumnya berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Setiap perbuatan manusia ada hukumnya seperti wajib, haram, sunah, mubah dan makruh. Maka masyarakat akan dipahamkan mengenai hukum atas setiap perbuatan.


Apabila melanggar hukum yang telah diterapkan oleh khalifah, maka sanksi yang diberikan akan membuat jera si pelaku. Selain itu masyarakat lainnya mengambil ibroh dari apa yang disaksikannya. Sedangkan sanksi yang telah diberikan di dunia merupakan penghapus dosa atau penebus sanksi di akhirat. Semua itu hanya akan berlaku dalam penerapan sistem syariat Islam dalam institusi Negara Islam. Hanya negara Islam yang mampu menerapkan sistem hukum yang langsung dari sang pencipta. Perlu kita ketahui bahwa tiadalah hukum yang lebih baik selain hukum Allah.


Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ


“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”

(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 50)


Wallahualam bissawab.