Kala Olahraga menjadi Prioritas, Rakyat Pasti Kena Imbas

Daftar Isi


Masih banyak sektor di negeri ini yang terabaikan. Ketika dana APBN banyak terkuras untuk biaya olahraga, tentu saja akan mengurangi pendanaan di bidang lainnya. Padahal masalah berkaitan dengan perut tidak bisa ditunda. Maka ketika aspek olahraga menjadi prioritas, pasti rakyatlah yang terkena imbas


APBN yang sebagian besar pemasukannnya berasal dari pajak, artinya berasal dari rakyat, ternyata rakyat tidak bisa menuntut agar didahulukan untuk kebutuhan perut


Oleh Narti Hs.

Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah


Siddiq-news.com - Fakta bahwa sebuah event olahraga mampu mengangkat wibawa sebuah negara, telah menjadi kenyataan yang tidak terbantahkan. Kegemilangan yang diraih di setiap pertandingan tentu akan menjadi prestasi yang membanggakan di mata dunia. Maka tidak heran jika pemerintah sangat antusias menyambutnya dan tidak segan menggelontorkan dana untuk ikut serta dalam perhelatan bergengsi se Asia tersebut. 

Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, telah mengungkapkan terkait penggelontoran dana sebesar Rp852.2 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), untuk kontingen Indonesia pada perhelatan SEA Games tahun 2023. Ia menyebut bahwa biaya itu dikucurkan melalui DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (kemenpora). Adapun rinciannya terdiri dari: Rp522 miliar untuk pembinaan para atlet sebelum berlaga di multi event Internasional, Rp55,2 miliar untuk bantuan pengiriman kontingen menuju Kamboja, dan Rp275 miliar untuk pemberian bonus bagi peraih medali baik untuk altlet, pelatih, maupun asisten pelatih.(Cnnindonesia, 17 Mei 2023)

Besarnya pendanaan yang digelontorkan pemerintah untuk SEA Games ini menunjukkan besarnya perhatian negara terhadap sektor olahraga yang dianggap dapat mengharumkan nama bangsa di mata dunia. Namun sayangnya, sikap antusias negara untuk mengikuti event olahraga yang ditampakkan melalui penggelontoran dana besar-besaran ini, tentu kontras dengan realita sebagian masyarakat yang ada. Karena di satu sisi, negeri ini begitu mementingkan wibawa dan nama baik di mata dunia, namun di sisi  lain kasus kelaparan dan kurang gizi seolah menutup mata.

Berdasarkan laporan The State of Food Security and Nutrition in the World yang dirilis Food Agriculture Organization (FAO), pada 2021 Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk yang mengalami kasus kurang gizi tertinggi di Asia Tenggara, yaitu  mencapai 17,7 juta jiwa, tentu ini adalah jumlah yang besar dan cukup serius untuk segera ditangani.

Ditambah lagi dengan persoalan krusial lainnya seperti stunting yang juga belum tersolusikan, infrastruktur pendidikan, kesehatan yang tidak tepat sasaran, kemiskinan yang semakin memprihatinkan, juga berbagai problem lainnya yang kurang diprioritaskan dan menjadi bahan perhatian.

Fakta di atas menunjukkan bahwa masih banyak sektor di negeri ini yang terabaikan. Ketika dana APBN banyak terkuras untuk biaya olahraga, tentu saja akan mengurangi pendanaan di bidang lainnya. Padahal masalah berkaitan dengan perut tidak bisa ditunda. Maka ketika aspek olahraga menjadi prioritas, pasti rakyatlah yang terkena imbas. APBN yang sebagian besar pemasukannnya berasal dari pajak, artinya berasal dari rakyat, ternyata rakyat tidak bisa menuntut agar didahulukan untuk kebutuhan perut.

Kapitalisme yang dianut negeri ini lebih mendahulukan capaian materi atau kebanggaan (pretise) daripada yang lain. Betapa tidak? Meskipun event tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang, namun demi wibawa sebuah negara maka ajang ini tetap saja didukung. 

Berbeda dengan Islam yang menganggap bahwa olahraga adalah sarana untuk mencapai kebugaran. Sistem ini memiliki cita-cita agung dan mulia yakni menjunjung tinggi kalimatullah dengan dakwah dan jihad, dengan cara mengemban dan menyebarkan syariat ke seluruh dunia. 

Rasulullah saw. juga pernah  memerintahkan muslim untuk belajar berenang, berkuda, dan memanah. Tujuannya pun lebih difokuskan untuk menjaga kebugaran tubuh dan melatih kekuatan fisik dalam persiapan jihad. Firman Allah Swt., yang artinya: "Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang mampu kalian upayakan." (QS Al-Anfal:60)

Dengan demikian olahraga tidak lah diposisikan sebagai ajang meraih popularitas di dunia Internasional. Bukan pula untuk mendapatkan medali, harta, prestise, dan lain-lain atau juga dalam rangka mengharumkan nama bangsa di mata dunia, sementara melupakan persoalan yang seharusnya diutamakan.

Sayangnya saat ini kehidupan didominasi aturan kapitalisme sekular, sehingga olahraga digiring menjadi industri guna mencapai ambisi materi duniawi. Sehingga kebutuhan manusia terhadap kebugaran justru dijadikan ajang yang melalaikan dan cenderung abai terhadap persoalan krusial seperti kemiskinan, kurang gizi, dll.

Hal ini semakin membuktikan  bahwa umat sangat membutuhkan sebuah sistem Islam secara sempurna yang akan mampu menata kehidupan dan dapat menghantarkan pada keberkahan. Kini saatnya kembali pada aturan agung yang berasal dari Allah Swt. saja, karena dengannya seluruh persoalan hidup akan tersolusikan termasuk memosisikan sektor olahraga pada tempatnya; itulah sebuah aturan yang mengikuti manhaj kenabian. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.