Visi Akhirat Mengambil Syariat Islam Secara Kafah

Daftar Isi


Ekonomi syariah terus disosialisasikan akhir-akhir ini, sebab ada manfaat dunia yang bisa dinikmati oleh sebagian kalangan yang punya banyak kepentingan. Bukan atas dasar ketaatan sebagai konsekuensi syahadatain juga fitrah manusia yang sangat membawa pengaruh besar pada sebuah bangunan kehidupan


Padahal itu fatal dan tidak diperbolehkan dalam Islam


Oleh Liza khairina

Kontributor Media Siddiq-News 


Siddiq-News.com - Istilah manfaat kerap kali disamakan dengan syariat. Jika dalam suatu aktivitas terdapat manfaat, hampir semua orang mengira bahwa ada pelaksaanaan hukum di situ dan itu sesuai dengan syariat. Padahal, syariat adalah sesuatu yang lahir dari keputusan Allah Swt., terlepas menurut manusia ada manfaat atau tidak. Sedangkan manfaat adalah kemaslahatan (keuntungan) yang didapat manusia, dan itu terlahir dari pandangan hawa nafsu belaka. Allah Swt. sebagai Pencipta (Al-Khaliq), juga Pengatur (Al-Mudabbir). Sedangkan manusia adalah ciptaan-Nya (makhluk). Tentu sangat berbeda jauh pandangannya, bahkan secara pasti mustahil sama antara Pencipta yang mempunyai sifat wajib Maha Tahu segalanya, dengan hasil ciptaan-Nya (manusia) yang sifatnya wajib lemah dan terbatas pengetahuannya. Maka, asas manfaat itu bukan syariat. Dan syariat pasti membawa manfaat yang harus diyakini oleh orang beriman. Manfaat hanya untuk dunia, sedangkan syariat jauh sampai pada kehidupan akhirat.


Salah satu perbincangan hangat terkait syariah di area publik hari ini adalah perihal ekonomi syariah. Program ekonomi syariah sedang digencarkan dan diharapkan dapat masuk dalam kerangka perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Hal ini disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amien dalam sambutan pada acara Anugerah Adinata Syariah 2023 di kantor pusat BSI (Bank Syariah Indonesia) Jumat 26/5/2023. Beliau menegaskan bahwa perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia tidak terlepas dari kontribusi berbagai unsur pemangku kepentingan yang ada di dalamnya. Karenanya, implementasi program dan partisipasi berbagai elemen masyarakat hingga ke tingkat daerah harus terus menjadi prioritas, tidak hanya di tingkat pusat. (www[dot]kompas[dot]id, 26-05-2023)


Semangat mengambil manfaat dari syariat adalah kapitalisasi gagasan akhirat yang secara normatif muncul sebagai buah dari cara pandang kehidupan yang hari ini bercokol di negeri-negeri kaum Muslimin. Bahkan, tidak sedikit dari para pemangku ilmu mengiyakan dan mensupport sebagai solusi keummatan karena dinilai mampu mengurangi persoalan. Padahal, ini pengkhianatan yang bertolak belakang dengan nafas konsep Islam, yakni menggeser nilai syariat yang begitu mulia sebagai jalan penghambaan dan khidmah keummatan yang dibangun atas dasar keimanan (Islam is the way of life) pada tujuan materi yang sangat rendah bahkan murahan. 


Ekonomi syariah terus disosialisasikan akhir-akhir ini, sebab ada manfaat dunia yang bisa dinikmati oleh sebagian kalangan yang punya banyak kepentingan. Bukan atas dasar ketaatan sebagai konsekuensi syahadatain, juga fitrah manusia yang sangat membawa pengaruh besar pada sebuah bangunan kehidupan. Yakni terciptanya keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa. Maka, sangat disayangkan apabila sebagian syariat dilirik dan diambil hanya karena menguntungkan secara duniawi. Padahal itu fatal dan tidak diperbolehkan dalam Islam. Sungguh besar ancamannya sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an:


اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَآءُ مَنْ يَّفْعَلُ ذٰلِكَ مِنْکُمْ اِلَّا خِزْيٌ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يُرَدُّوْنَ اِلٰۤى اَشَدِّ الْعَذَا بِ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَا فِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ


"Apakah kamu beriman kepada sebagian Alkitab dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 85)


Ancaman Al-Qur'an tidak main-main. Tidak hanya di dunia bahkan di akhirat diposisikan sebagai manusia-manusia yang diadzab. Na'uzu billahi minzalik.


Bagaimana Al-Qur'an membimbing kita ber-Islam? Tentu juga harus kembali kepada bayyinat Al-Qur'an dan apa yang telah dicontohkan Kanjeng Nabi dan generasi terbaik. Yaitu ber-Islam sepenuhnya. Mengambil Islam secara kafah (menyeluruh) sebagai wujud keimanan kita kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an:


يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَاۤ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ


"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 2: 208)


Pengertian masuk Islam secara kafah, indikasinya adalah jangan pilah-pilih mengambil ajaran Islam sesuka manusia, sesuka hati kita. Apalagi hanya karena melihat peluang dunia yang menggiurkan, lalu kita terjebak pada sikap memisahkan agama dari kehidupan. Mengakui Allah Swt. sebagai Pencipta, namun enggan diatur dengan syariat-Nya. Padahal, semestinya berupaya semaksimal mungkin menjadikan syariat Islam sebagai standar aktivitas hati, pikiran dan perilaku kita. Bahkan tidak cukup mengatur kita sebagai pribadi-pribadi Muslim saja. Namun bagaimana lingkungan keluarga, masyarakat dan negara juga harus diatur dengan hanya mengambil islam sebagai sistem kehidupan. Islam sebagai kepemimpinan berfikir (qiyadah fikriyah). 


Dengan begitu, syariat akan menjadi konstitusi paling tinggi. Tidak hanya diambil manfaatnya dengan mengambil sebagian isinya, kemudian meninggalkan sebagian lainnya. Akan tetapi, harus diadopsi secara menyeluruh. Konsekuensi sebagai hamba-hamba yang bercita-cita taat, kemudian mengembannya ke penjuru alam melahirkan manusia-manusia bervisi besar, yaitu akhirat. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.