Kebijakan Impor Beras di Tengah Panen Raya

Daftar Isi


Inilah yang akan terjadi jika negara  masih memakai sistem ekonomi kapitalis. Janji pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan jauh dari harapan. Kebijakan impor akan menurunkan harga beras dalam negeri. Jika ada yang diuntungkan maka para pemodal besar dan cukong yang diuntungkan


Akar permasalah dari problem impor bukan karena kelangkaan melainkan kegagalan negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan ketidaktentraman pengelolaan distribusi serta  masih rendahnya kesejahteraan


Oleh Farah Friyanti

(Aktivis Muslimah)


Siddiq-news - Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan permintaan akan beras kian besar. Oleh karena itu tingginya  permintaan akan beras mengharuskan pemerintah menyediakan dan menjaga stok. Beras yang berkualitas dan pulen tentu menjadi pilihan masyarakat agar dapat memenuhi gizi sehingga tidak terdampak gizi buruk dan menurunnya sumber daya manusia.


Melibatkan pihak asing menyediakan stok beras merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan impor. Kebijakan ini terkesan terburu-buru karena fenomena El Nino sebagai dampak kemarau panjang akibat perubahan iklim yang justru menjadi ancaman kekurangan stok beras. Andai  ini terjadi maka pemerintah sudah menyiapkan langkah tepat karena sudah mengimpor beras sehingga bisa menjaga permintaan masyarakat.  Impor ini  sebagai langkah untuk mencegah mahalnya harga beras di Pasar akibat dari kurangnya stok.


Melansir dari Katadata.co.id, (17/06/23), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa pemerintah sudah memesan beras dari India satu juta ton. Kebijakan ini dilakukan sebagai antisipasi permintaan beras yang meningkat akibat El Nino sebagai solusi jangka pendek. Namun petani akan merugi sebagai imbas dari biaya produksi tinggi dan harga beras di tingkat petani akan turun.


Menurut data kementerian Perdagangan harga beras terus meningkat di tahun 2023. Pada bulan Maret 2023 harga beras kualitas premium dikisaran  Rp. 13.700 per kilogram. Naik 1,4 % hingga saat ini belum bisa turun juga. Kebijakan Impor dilakukan agar bisa menekan harga beras dan permintaan beras bisa diatasi dengan jumlah pasokan yang stabil sehingga bisa menstabilkan harga karena pasokan beras sedikit. Petani tentunya tidak setuju dengan kebijakan ini apalagi di tengah panen raya. 


Jika menilai secara spesifik maka petani akan mendapati harga Gabah Kering Petani (GPK) jatuh. Penyebabnya karena isu akan impor beras menyebabkan terjadi guncangan psikologi di Pasar. Pedagang bisa saja menekan petani menurunkan harga gabah kering padahal petani sudah kesulitan dalam memproduksi. Sudah menjadi kekhawatiran bagi petani yang gabahnya tidak laku walaupun produksinya tinggi. Apalagi banyak bantuan sosial sebagai program Pemerintah menyebabkan permintaan beras tinggi namun Pemerintah tindak mengambil dari petani tapi dari beras impor. 


Sebenarnya tugas negara adalah meriayah umat, menjamin kesejahteraan dan menyediakan pasokan bahan makanan secara adil. Akan tetapi kebijakan impor di tengah panen raya seakan menampikan peran negara yang sesungguhnya. Negara tidak mengambil peran untuk mensejahterakan umat. Ini terlihat dari dampak kebijakan impor yang membuat petani merugi. Petani harus merelakan gabah yang di produksinya dengan biaya tinggi untuk dilepas dengan harga rendah di pasar.


Pemerintah tidak menyediakan fasilitas dan produk untuk menanam padi dengan harga murah. Usaha para petani akan sia-sia jika berharap target konsumsi masyarakat Indonesia tidak diambil dari Gabah Kering Petani (GPK) setelah panen raya beberapa waktu lalu. 


Inilah yang akan terjadi jika negara  masih memakai sistem ekonomi kapitalis. Janji pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan jauh dari harapan. Kebijakan impor akan menurunkan harga beras dalam negeri. Jika ada yang diuntungkan maka para pemodal besar dan cukong yang diuntungkan. Akar permasalah dari problem impor bukan karena kelangkaan melainkan kegagalan negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan ketidaktentraman pengelolaan distribusi serta  masih rendahnya kesejahteraan. 


Kedaulatan pangan dimaknai sebagai kemampuan memenuhi kebutuhan pangan rakyat secara mandiri. Jangan salah tafsir jika impor dapat meringankan beban masyarakat terhadap kelangkaan beras namun impor merupakan cara untuk menguasai kedaulatan pangan dalam negeri dan kaum Muslim. Ini akan menjadi jalan yang buruk dan diharamkan dalam Islam. 


Rasulullah Saw bersabda: "Imam (halifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari) 


Untuk menjalankan amanah ini , pemerintah seharusnya memiliki kesadaran dan tekad untuk melayani umat dengan dasar keimanan. Dalam Islam, pemegang kekuasaan atau memiliki dua peran yaitu pelayan (rain) dan pelindung (junnah). Khalifah akan menjalankan tugas berupa pengelolaan dari sektor hulu ke hilir. Dari sektor hulu  akan memberikan kemudahan bagi petani mendapatkan bibit unggul, pestisida dan teknologi yang bisa mempermudah produksi pertanian.


 Selain itu juga akan membangun infrastruktur pertanian, pelatihan pertanian dan pengembangan metode pertanian agar menghasilkan output berkualitas. Pemegang kebijakan akan menerapkan hukum pertanahan sehingga dapat mencegah penguasaan lahan secara monopoli dan menjamin setiap tanah dikelola maksimal.


 Dari sektor hilir akan memberikan kemudahan untuk pendistribusian dan pengelolaan harga akan mengikuti mekanisme permintaan dan penawaran secara alami tanpa intervensi negara. 


Begitu sempurnanya Islam dalam menjamin kehidupan umat khususnya petani. Jika tanpa hukum Islam diterapkan secara menyeluruh mustahil pencapaian ini bisa diraih. Untuk itu hanya bisa dengan kembalinya institusi yang menerapkan sistem Islam secara sempurna. Wallahu a'lam bishawab.