Bapak Terbaik

Daftar Isi

 


“Bapak baik sama Lina ya Bu, seperti ayah pinguin yang mengerami anaknya"

 "Di kutub selatan penguin tinggal, itu di dunia dan mengalami enam bulan musim dingin.” kata Lina


Oleh Rahmi Ummu Atsilah


Siddiq-news.com, CERPEN -- “Anak-anak, untuk memudahkan kalian belajar, silakan kalian beli buku ini sebagai salah satu sumbernya.” Pak Abdur Rahman menunjukkan sebuah buku bergambar balon di depan kelas.


Semua anak melihat dengan seksama, demikian juga Lina. Buku itu adalah pelajaran IPA. Lina sangat menyukai buku, apalagi buku itu berkaitan dengan pelajaran, dia pasti akan meminta bapak membelikannya.


Benar saja, Lina meminta bapak untuk membelikannya. Seminggu kemudian, bapak baru bisa memenuhinya dengan mengajak Lina ke toko buku, maklum saja, bapak hanya seorang buruh bangunan. Upahnya hanya cukup untuk membiayai kebutuhan hidup saja. Kalau ada kebutuhan lain, biasanya bapak tambah dengan kerja lembur atau kerja lain yaitu narik becak.


“Baca yang benar judul bukunya, biar tidak salah beli.” Bapak memegang bahu Lina. Lina hanya mengangguk seraya mengedarkan pandangan ke arah buku yang berjejer di rak toko. Dia berharap masih bisa menemukan buku yang dicarinya, setidaknya ia ingat gambar sampul bukunya. Ketika penjaga toko bertanya judul buku dan penerbitnya, Lina sama sekali lupa.


Lina hanya ingat buku itu adalah buku IPA untuk kelas 2, ada gambar balon di depannya, tapi dia lupa tidak membaca penerbitnya, Bapak pun gelisah menyaksikan Lina. Datang ke alun-alun tempat toko buku berada, bukan hal yang mudah baginya. Selain tempatnya jauh, dia pun hanya menaiki ontel untuk sampai di sana, sangat disayangkan bila buku yang dicari tidak ditemukan. Kalau Lina tidak jadi membeli buku sekarang, uangnya pasti akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan lain.


“Ada, Nak?” tanya bapak. Lina hanya menggeleng. Wajahnya tampak murung, 


“Baiklah, kita pulang saja dulu, lain kali kita cari lagi.” Bapak memegang uang di kantong celananya. Iba sekali dia melihat anaknya.  Apapun yang Lina minta, selama itu berkaitan dengan kebutuhan sekolah ia akan berusaha membelikannya. 


Lina dan bapak sudah hampir beranjak pulang, tetapi tiba-tiba  seorang pegawai toko memberikan pilihan macam-macam buku IPA untuk kelas 2 dari beberapa penerbit untuk dilihat. Lina dan bapak memeriksa jejeran buku di atas etalase tempat buku digelar. 


“Yang ini, Pak!” Lina bersorak girang melihat buku merah marun dengan gambar balon di sampulnya. 


Seperti itulah buku yang yang ditunjukkan oleh Pak Abdur Rahman minggu lalu. Buku IPA kelas 2. Bapak pun nampak bahagia. Tidak sia-sia dia mengantar Lina ke alun-alun kota, dengan menaiki sepeda ontel selama hampir satu setengah jam. Niat membelikan Lina buku dengan uang lembur mengayak pasir hitam tunai sudah. 


Sesampai di rumah, Lina memanggil ibu untuk menunjukkan bukunya. Ibu pun turut bahagia Lina mendapatkan buku yang dibutuhkannya. Dengan antusias Lina membuka halaman demi halaman buku di samping ibunya. Perempuan paruh baya itu turut melihat dan sekali-kali bertanya nama-nama gambar yang ada di dalamnya. 


“Gambar apa ini, Lina?” tanya ibu.


“Balon Bu, kata Pak Abdur Rahman di dalamnya ada udara. Udara itu juga ada di mana saja, Bu.” Wajah Lina berbinar-binar. Ibu pun turut bahagia.


“Lina, dapat buku dari siapa?” tanya ibu setelah Lina membuka halaman terakhir buku.


“Dari bapak, Bu.” Lina masih membolak-balik halaman buku.


“Lina tahu bapak dapat uang dari mana?” Ibu masih bertanya. 


“Bapak kerja lembur lagi ya, Bu?” Lina mulai menatap ibunya. Ibu tersenyum sambil mengangguk. Lina mengalihkan pandangan keluar jendela yang terbuka. Nampak gerimis mulai turun. 


“Bapak baik sama Lina ya Bu, seperti ayah pinguin yang mengerami anaknya. Di kutub selatan penguin tinggal, itu di dunia dan mengalami  enam bulan musim dingin.” kata Lina.


“Oh ya? berarti telur penguin akan sulit menetas di tempat itu?” tanya ibu membayangkan telur ayam yang akan menetas bila dihangatkan.


“Benar, Lina baca buku di perpustakaan, pinguin akan berkumpul di suatu tempat yang jaraknya ratusan kilometer untuk melahirkan anaknya.” Lina mulai menutup bukunya. Ibu melihatnya takjub. Betapa luas pengetahuan anaknya.

Lina mengingat-ingat buku yang dibacanya di perpustakaan. Perjalanan penguin menuju pertemuan besar itu tidak mudah. Membutuhkan waktu berminggu-minggu. Terkadang mereka berjalan, berenang, dan di lain waktu meluncur di atas es dengan perut. Lina menceritakan semua kepada ibunya.


“Wah, mereka kuat dan pantang menyerah ya?” ucap kagum ibu. 


“Mereka berkumpul dalam jumlah yang banyak Bu, ribuan!” Lina antusias menjelaskan dan Ibu semakin semangat mendengarkan.


Di buku itu juga diceritakan kesulitan yang dialami pinguin untuk anak-anaknya tidak berhenti sampai di situ. Peristiwa setelahnya lebih sulit lagi. Ibu penguin meletakkan telur dan menyerahkan kepada Ayah penguin saat musim dingin tiba. Kemudian kembali ke laut untuk mencari makan.


Ayah penguinlah yang menjaga telur penguin di kakinya hingga menetas. Ayah penguin sangat hati-hati menjaga telur itu, ia melindunginya di balik bulunya yang tebal. Sebab, bila terjatuh telur akan membeku seketika. Mereka terus berdiri menjaga telurnya dan tidak makan selama empat bulan. Mereka saling merapatkan tubuh untuk berlindung dari angin dan salju yang sangat dingin.


“Empat bulan? Tidak makan? Lama sekali.” Ibu terheran.


“Setelah masa sulit dan musim semi tiba, penguin menetas dan mulai melihat dunia, tetapi tetap di kaki ayahnya. Dia menyusui anaknya sebagai makanan pertama bayinya.”


“Wah, padahal ayah penguin tidak makan ya, nak? dari mana susunya?” tanya ibu.


“Susu itu dari tembolok penguin yang digunakan untuk menyimpan makanan Bu,” kemudian ia melanjutkan, “Ayah penguin baik ya, Bu! Banyak Sekali pengorbanannya untuk anaknya.” Ibu mengangguk-angguk setuju.


“Bapak Lina juga sangat baik, kan?” kata ibu tersenyum.


“Lina janji akan baik sama bapak, Bu. Akan hormat dan patuh sama bapak. Karena bapak sudah banyak berkorban untuk Lina.” kata Lina sungguh-sungguh. 


“Nah, ini dia anak Ibu yang saleh.” Ibu memeluk Lina bahagia.