Bagi-bagi Bansos Menjelang Pemilu Peluang Meraih Suara Rakyat

Daftar Isi


Dalam sistem demokrasi menggunakan kekuasaan dalam kampanye untuk mendapatkan suara pemilih adalah lumrah, tidak peduli tentang pahala dan dosa

 Masa kampanye adalah peluang untuk mengobral janji dan jargon


Oleh Siti Mukaromah

Aktivis Dakwah


Siddiq-news.com, OPINI -- Pemilu yang akan dilaksanakan pada bulan Februari 2024 pada tanggal 14 adalah momen pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD secara langsung dan serentak di seluruh wilayah akan dilaksanakan. Kampanye dengan berbagai macam cara pun dilakukan, kekuasaan menjadi tujuan yang akan diperjuangkan untuk meraih simpati dan suara rakyat.


Dikutip dari detik (2/2/2024), Jokowi buka-bukaan alasan bagi-bagi sederet bansos jelang pemilu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak akhir tahun kemarin telah memberikan sederet bantuan sosial (bansos). Mulai dari bantuan pangan beras 10 kilogram, BLT mitigasi risiko pangan Rp200 ribu per bulan. Alasan utama pemberian sederet bansos untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah meroketnya kenaikan harga pangan, yang diakui Jokowi terjadi di berbagai negara bukan cuma di Indonesia.


Kekuasaan di dalam sistem demokrasi menjadi tujuan yang akan diperjuangkan dengan segala macam cara. Setiap peluang akan dimanfaatkan. Apalagi di dalam sistem yang diterapkan hari ini adalah sekuler kapitalisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Jelas sistem ini mengabaikan aturan agama dalam kehidupannya. Di sisi lain, kesadaran politik dan pendidikan yang rendah, kemiskinan yang menimpa, masyarakat akan berpikir pragmatis. Sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Kemiskinan menjadi problem kronis negara, yang seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dari akar persoalan. Bukan hanya sekedar bagi-bagi bansos berulang, apalagi meningkat menjelang saat pemilu.


Ketatnya persaingan bagi pasangan capres dan cawapres, maupun caleg dalam memperebutkan kursi kekuasaan meniscayakan adanya obral jargon, pemasangan baliho besar-besaran di sepanjang jalan untuk menarik pemilih. Janji muluk kampanye di tempat terbuka bahkan berani melakukan 'money politics' (politik uang) yang dibagikan kepada warga, sehingga tujuannya berhasil meraih kekuasaan dengan cara apapun.


Inilah asli wajah demokrasi menunjukkan siapa dirinya. Bahwa ternyata pesta demokrasi untuk meraih kursi kekuasaan itu mahal dan menghalalkan segala cara, bahkan nyawa pun ditaruhkan. Sebagaimana misteriusnya kasus kematian ratusan petugas pemilu tahun 2019 lalu, tanpa ada kejelasan yang logis. Benarkah karena alasan kelelahan?


Seharusnya mengingat mahalnya pesta rakyat ini, partai politik memberikan edukasi bagaimana rakyat menjadi cerdas dengan aktivitas politik. Yaitu kesadaran rakyat untuk mengoreksi kebijakan yang menyimpang dan memberikan kritikan, bukan malah membodohi rakyat dengan polesan dan jargon yang hanya narasi kosong.


Apapun statusnya seseorang di masyarakat, tentu akan senang dan percaya dengan sosok seorang pemimpin yang jujur dan memegang janjinya. Bukan sekadar janji, dan narasi kosong, apalagi yang ingkar janji dan menghianati rakyatnya. Janji kampanye bukan hanya sekadar pemanis untuk meraih dan meyakinkan suara rakyat. Apa yang telah dijanjikan itu bahwasanya kelak akan di pertanggung jawabkan dihadapan Allah Swt. Apalagi bersumpah dan berjanji di atas kitab suci, maka akan berat konsekuensinya. Sebab janji adalah hutang, jika belum dipenuhinya bisa termasuk ciri-ciri orang munafik.


Dalam hal apapun, janji wajib di tepati sebelum berkuasa maupun saat sudah menjadi penguasa.


Rasulullah saw. bersabda "Kaum muslimin itu terikat dengan transaksi yang akan mereka tetapkan." (HR. Tirmidzi, No. 253, Ibnu Majah, No. 2353)


Dalam sistem demokrasi menggunakan kekuasaan dalam kampanye untuk mendapatkan suara pemilih adalah lumrah, tidak peduli tentang pahala dan dosa. Masa kampanye adalah peluang untuk mengobral janji dan jargon. Berbeda ketika Islam dijadikan aturan dalam perpolitikan dan pengangkatan seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam IsIam harus memiliki sifat amanah jujur dalam berkata, menepati janji, tidak berkhianat bila diberi kepercayaan. Pemerintahan dalam sistem Islam atau khilafah meniscayakan sifat tersebut oleh calon pemimpin yang akan menjabat. 


Pemilihan calon pemimpin dalam sistem Islam sangat murah, sebab satu kali seumur hidup tidak harus 5 tahun sekali. Waktu yang singkat diberikan untuk memilih pemimpin dalam 3 hari. Kemungkinan untuk berbuat curang dan mengobral janji sangat kecil, sehingga tidak ada ruang dan kesempatan untuk branding diri. Sehingga dalam sistem Islam tidak akan kesulitan mendapatkan pemimpin kredibel yang akan muncul ke permukaan.


Negara dalam Islam tidak akan disibukkan dengan Pemilu rutin yang menguras uang dan energi. Melalui majelis umat khilafah memberi ruang untuk mengoreksi kebijakan khalifah (pemimpin), sehingga rakyat tidak perlu khawatir pemimpin akan menjadi diktator. Rakyat memiliki hak mekanisme  kewajiban muhasabah untuk khalifah yang menyimpang, ada Mahkamah Mazhalim untuk mengadili perselisihan antara rakyat dan penguasa. Tugas Mahkamah Mazhalim sangat berat karena melibatkan pembuat kebijakan oleh penguasa yang dianggap menzalimi rakyat. Tugas mereka menghentikan keangkuhan dan kecurangan sikap penguasa, juga bertugas memeriksa para sekretaris negara.


Untuk mengatur urusan masyarakat, fungsi utama parpol sekaligus spirit dalam aktivitas politik harus hadir. Atas dasar ini, siapapun yang peduli dengan kemaslahatan umat sesungguhnya telah mempraktikkan aktivitas politik, tidak hanya dilakukan oleh pengurus partai atau pejabat. Dengan sendirinya spirit yang bermuatan keimanan dalam tataran praktis akan mereduksi hadirnya segelintir orang memiliki kepentingan golongan.


Amanah dan pertanggung jawaban mengurus rakyat di hadapan Sang Khalik, membuat politisi benar-benar bekerja keras, menjadi spirit yang harus umat perjuangkan bukan tujuan yang lain. Sudah seharusnya tenaga umat kaum Muslim saat ini disatukan untuk mengembalikan sistem IsIam (khilafah) di tengah-tengah umat agar memiliki  pemimpin yang adil. 

Wallahualam bissawab. []