Beratnya Menjaga Kewarasan Ibu di Sistem Kapitalis

Daftar Isi


Negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyat juga harus menjamin kesejahteraan ibu dan anak

Ibu sebagai pencetak generasi sudah sepatutnya dimuliakan dengan fasilitas yang mendukung fitrah keibuannya


Penulis Maya Dhita E.P. ST.

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com, OPINI -- Berulangnya kasus pembunuhan yang dilakukan Ibu kepada anak kandung, dan tak jarang diakhiri dengan bunuh diri merupakan refleksi atas kondisi ibu yang tidak baik-baik saja. 


Seperti kasus Wana (38 tahun) seorang Ibu di Bangka Belitung yang tega membunuh bayi yang baru dilahirkan dengan cara menenggelamkannya di ember. Mayat bayi tidak berdosa tersebut lalu dibuang di kebun warga. Wana mengaku tega membunuh karena faktor ekonomi. Suaminya hanya buruh dan dia tidak mampu membesarkan bayi karena telah memiliki dua anak sebelumnya yang telah besar. (Kumparannews, 24/1/2024)


Sebelumnya, polisi juga menangkap Ibu rumah tangga berinisial I (39 tahun) asal Dusun Tambakrejo, Gunungkidul, atas temuan mayat bayi baru lahir yang telah membusuk di depan bengkel warga. Pelaku tega membunuh bayinya dengan cara membekap dan membungkusnya dengan handuk lalu ditaruh di dalam kantung plastik. Lalu mayat bayi tadi disimpan di kardus di atas lemari. Sehari kemudian baru dibuang di depan bengkel tetangganya. Alasan ekonomi dan takut tidak bisa membiayai hidup anak keempatnya itu. (Okezone, 7/11/2023)


Himpitan ekonomi rupanya mampu mencerabut fitrah keibuan pencetak generasi. Ibu yang seharusnya penuh kasih sayang, garda terdepan yang akan melindungi bayinya, pendidik pertama bayinya, nyatanya malah berbalik menjadi pembunuh setelah bersusah payah melahirkan bayinya.


Begitu berat tekanan yang dialami sehingga dia harus mengambil langkah sulit dengan menghabisi nyawa bayinya. Setelah begitu banyak tekanan batin dan pengorbanan, semua kesalahan pun harus bertumpu kepadanya. Justifikasi, hukuman, sanksi sosial, semua harus diterima tanpa ada yang peduli sekuat apa dia mempertahankan kewarasannya.


Ada banyak faktor yang mendukung seorang ibu sampai tega menjadi pembunuh anak kandungnya. Mulai dari faktor biologis, yaitu mereka yang memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi dari yang lain. Didukung dengan kondisi hormonal yang belum stabil pasca melahirkan. Mereka akan lebih mudah melakukan hal-hal di luar akal sehat tanpa berpikir panjang. 


Rasa cemas ini juga muncul karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Sulitnya mencari uang untuk membeli kebutuhan pokok yang makin mahal saja. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk listrik, dan lainnya.


Lemahnya keimanan sehingga membuatnya berpikir bahwa anak bertambah akan makin mempersulit hidup. Hatinya kering karena doa-doa yang lupa dia panjatkan. Jiwanya rapuh karena kecewa telah bersandar pada manusia.


Kurangnya dukungan dari lingkungan juga berpengaruh besar. Tidak adanya perhatian dari suami, keluarga, dan lingkungan membuat seorang ibu seperti seorang diri dalam menghadapi permasalahan khusunya masalah ekonomi. Hal ini akan mendorongnya untuk berbuat nekat sebagai wujud keputusasaan.


Negara pun memegang peran utama. Negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyat juga harus menjamin kesejahteraan ibu dan anak. Ibu sebagai pencetak generasi sudah sepatutnya dimuliakan dengan fasilitas yang mendukung fitrah keibuannya. Jangan sampai seorang ibu juga dituntut untuk jadi tulang punggung bagi keluarganya. Bahkan sampai harus bekerja menjadi TKW di luar negeri. Mirisnya, negara malah memberinya gelar pahlawan devisa. Sungguh zalim penguasa negeri kapitalis ini.


Dalam Islam, wanita sangat dimuliakan. Mulai dari aturan berpakaian, pergaulan, hingga sistem waris dan penafkahan. Islam tidak akan pernah membiarkan seorang wanita tanpa penanggungjawab. Seorang istri adalah tanggung jawab suami, jika suami tidak mampu memenuhi kewajiban karena sakit atau hal lain maka negara akan meminta keluarga lainnya untuk menafkahinya. Saat semua tidak ada, maka negaralah yang akan menanggung nafkahnya. Dananya diambil dari kas baitulmal.


Yang jelas negara dalam Islam akan mendukung peran perempuan dan kewajiban yang telah Allah tetapkan kepada mereka sebagai ummu wa robbatu bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu ajyal (pencetak generasi unggul). Negara juga akan memberikan hak-hak mereka seperti hak mendapatkan nafkah yang makruf. 


Negara akan menjamin kesejahteraan rakyat, khususnya ibu dan anak dengan mengupayakan lapangan pekerjaan bagi para suami dan ayah. Dengan pekerjaan yang baik, maka suami dan ayah mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Maka seorang istri atau ibu tidak perlu lagi terpaksa bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Bahkan negara akan memberikan sanksi bagi suami atau ayah yang tidak mau bekerja padahal negara telah menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak.


Namun, Islam sendiri tidak melarang wanita untuk bekerja karena kemubahannya. Namun tentunya tanpa mengabaikan peran utamanya di rumah. Negara akan menetapkan aturan-aturan bagi wanita dalam interaksinya di ruang publik sesuai hukum syarak. Sehingga wanita akan tetap merasa nyaman saat menuntut ilmu, berdakwah, dan aktivitas non domestik lainnya. 


Sungguh hanya dengan penerapan syariat Islam secara kafah, kesejahteraan ibu dan anak akan terwujud. Kehormatan wanita terlindungi, kebutuhannya terpenuhi. Sehingga dia mampu menjalankan peran domestiknya dengan ikhlas dan bahagia. Wallahualam bissawab. []