Dilema Sulitnya Hidup, Fitrah Ibu Berubah Pembunuh

Daftar Isi

 


Penulis Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Siddiq-news.com, OPINI -- Sungguh tragis nasib bayi yang terlahir dari seorang ibu bernama Rohwana alias Wana (38) yang tinggal di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung. Baru sesaat menikmati udara dunia harus kembali ke akhirat dengan paksa karena ibu yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuhnya. Ember berisi air menjadi tempat terakhir sang bayi meregang nyawa.


Tak cukup itu, Wana kemudian membuang darah dagingnya ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar rumahnya. Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, membenarkan kejadian tersebut, dan kepada polisi, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya itu karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh.


Akibat perbuatannya, Rohwana dijerat Pasal 338 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 306 Ayat 2 KUHP atau Pasal 308 KUHP. (kumparan, 24/1/2024). 


Meski sama-sama tak sempat lama menghirup udara dunia, bayi ini juga meninggal di tangan orangtuanya sendiri, yaitu  sepasang asisten rumah tangga (ART) berinisial MF (20) dan DAP (17) dengan cara mengaborsi janin hasil hubungan gelap mereka di kawasan Cipayung, Jakarta Timur.


Menurut penjelasan Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, karena majikan MF dan DAP sering bepergian, terbetiklah  keinginan untuk berhubungan badan, apalagi keduanya sudah bekerja selama 2 tahun sebagai ART di rumah majikan yang sama. Kekhawatiran aibnya terbongkar,  dan belum siap untuk menikah mereka sepakat untuk menggugurkan janin dalam kandungan DAP. (kumparan, 25/1/2024).


Tingginya Beban Hidup Mematikan Fitrah Keibuan


Bayi tak berdosa menjadi korban begitu saja seolah nyawa tak ada harganya. Di belahan dunia lain, begitu banyak pasangan yang menginginkan anak tetapi dengan berbagai cara belum juga dikaruniai anak, tentu hatinya menjerit pilu melihat fenomena ini. 


Fitrah ibu yang penuh kasih sayang dan kelembutan telah tercerabut karena persoalan ekonomi dan belum siap menjadi orangtua yang artinya harus membiayai, merawat dan mendidiknya. Sekejam itukah dunia? Tak adakah jalan keluar bagi setiap persoalan hidup hingga para ibu ini beringas dan mati hati? Angka pembunuhan oleh ibu kandung ini tak bisa diremehkan, catatan Tahunan Komnas Perempuan kasus kekerasan yang terjadi di ranah personal menjadi yang paling banyak dilaporkan sepanjang tahun 2023 yakni sebanyak 2.098 kasus.


Pelaku utama adalah orang terdekat, entah ayah, ibu atau anak. Tentu ada banyak faktor yang berpengaruh. Lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepeduliaan masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu. Semua berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara. 


Masalah Sistemik, Penyelesaiannya Juga Harus Sistemik


Kasus yang terus bertambah menunjukkan ini bukan kasuistik, tetapi sistemik. Apalagi jika bukan kapitalisme? Sistem ekonomi ini lahir dari sistem politik demokrasi yang terus menerus melahirkan pemimpin bodoh dan abai. Mereka hanya melanjutkan pemerintahan rezim sebelumnya. Hanya menyenangkan para kapitalis yang memodali mereka maju menjadi penguasa. 


Sudah bukan rahasia jika demokrasi berbiaya mahal, tak akan cukup jika hanya mengandalkan kantong para pemimpin itu, maka butuh asupan bergizi dari para pemilik modal, yang tentu membawa konsekwensi tersendiri yaitu tetap berlangsungnya bisnis kapitalis itu tanpa gangguan berarti, melalui kebijakan-kebijakan yang bakal diresmikan tentunya. 


Rakyat sendiri, terabaikan setelah pesta demokrasi usai, kepentingan mereka tak lagi menjadi fokus negara. Padahal, Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara.


Allah Swt. Berfirman yang artinya, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian...” (TQS. Al Baqarah: 233)


Inilah alasan, mengapa Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya. Dalam Islam ada pengelolaan kepemilikan negara dan kepemilikan umum yang harus dikelola negara, haram hukumnya diprivatisasi atau dilimpahkan kepada investor asing. Semua dalam rangka menerapkan syariat Islam, yang akan mensejahterakan dan juga sebagai bentuk ketaatan seorang pemimpin dalam Islam.


Dengan pengelolaan negara inilah memungkinkan adanya pembukaan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat, dan hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat baik dalam bentuk zatnya, misal BBM atau pembangunan pelayanan umum bagi rakyat seperti sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan dan lain sebagainya. 


Kembalikan fitrah ibu dengan sistem yang sesuai fitrah, menenteramkan hati dan memuaskan akal yaitu Islam. Wallahualam bissawab. []