Semua Bisa jadi Pelaku Perundungan

Daftar Isi


Sanksi hukum bagi anak-anak sebagai pelaku perundungan tidak tegas dan tidak menimbulkan efek jera

Wajar jika kasus perundungan oleh anak akan terus terjadi dan makin tak terkendali


Penulis Maya Dhita E.P., ST.

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com, OPINI -- Perempuan adalah simbol kelemahan lembutan. Fitrahnya perasaan dan penuh kasih sayang. Maka akan miris kala melihat fakta perempuan sebagai pelaku perundungan hingga menyebabkan korban terluka. 


Sebagaimana yang terjadi di Batam baru-baru ini. Video yang sempat viral itu menunjukkan sekelompok perempuan usia belasan ini tengah menghajar anak perempuan. Video kedua pun tak kalah heboh. Masih dengan pelaku yang sama tetapi korbannya berbeda. Tak ayal, Polresta Barelang menetapkan NH (18), RS (14), M (15), dan AK (14) sebagai tersangka. Kasus perundungan yang dilakukan oleh anak-anak yang putus sekolah ini bermula dari saling ejek, tuduhan pencurian, dan asmara. (Kompas, 2 Maret 2024)


Perundung makin kerap terjadi di kalangan anak-anak dan remaja kita saat ini. Perundungan adalah salah satu dari enam jenis kekerasan yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Enam jenis kekerasan yang dimaksud dalam aturan tersebut adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, dan yang terakhir adalah kebijakan yang mengandung kekerasan.


Dari Permendikbud ini diharapkan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan civitas akademika lainnya mampu mengetahui dengan jelas jenis kekerasan yang selama ini masih "abu-abu". Permendikbud ini disahkan untuk menjadi payung hukum bagi seluruh warga sekolah dan satuan pendidikan. Peraturan ini juga lahir untuk secara tegas menangani dan mencegah terjadinya  kekerasan seksual, perundungan dan diskriminasi dan intoleransi. (Detik, 8/8/2023)


Perundungan sendiri didefinisikan sebagai kekerasan fisik atau psikis yang dilakukan secara berulang karena adanya ketimpangan relasi kuasa. Nyatanya hal ini tidak hanya berlaku di lingkungan pendidikan saja. Bahkan di lingkungan keluarga juga tak sedikit jumlahnya. Apalagi di lingkungan masyarakat umum. 


Sedangkan di negeri ini hukuman bagi anak-anak di bawah umur sebagai pelaku perundungan baik laki-laki dan perempuan tetap harus mengikuti prinsip-prinsip perlindungan anak dan menggunakan pendekatan restoratif. Hal ini bertujuan agar anak mampu memperbaiki kesalahannya dan mengembalikan hubungan baik dengan korban dan masyarakat.


Dari sini terlihat bahwa sanksi hukum bagi anak-anak sebagai pelaku perundungan tidak tegas dan tidak menimbulkan efek jera. Sehingga wajar jika kasus perundungan oleh anak akan terus terjadi dan makin tak terkendali. 


Sedangkan kebijakan dan aturan yang dibuat pemerintah cenderung parsial dan tidak mampu menyelesaikan permasalah secara tuntas dan malah menimbulkan permasalahan baru. 


Sistem Islam Mencegah Terjadinya Perundungan


Islam hadir dengan aturan yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunah, membawa solusi atas segala permasalahan yang ada di dalam kehidupan. Saat segala aturan merujuk pada syarak, maka akan tercipta kestabilan, keadilan, kesejahteraan dan berujung pada keberkahan, rahmat bagi seluruh alam. Karena segala sesuatu akan diukur dengan ketentuan syariat, halal haram, makruf atau tidak makruf, baik atau buruk, boleh atau tidak boleh. Dan semuanya ada batasan yang jelas.


Begitu pula sanksi. Dalam sistem Islam, berlaku sistem sanksi, di mana setiap kekerasan akan dihukum berdasarkan besar kejahatan yang dilakukan. Qiyas berlaku bagi pelaku penganiayaan, yaitu hukuman dengan balasan yang setimpal.


Untuk pencegahan perundungan itu sendiri, Islam telah merumuskan kurikulum akidah yang berlaku sejak anak mendapat pendidikan usia dini. Penanaman akidah yang kuat akan membentuk pribadi yang taat pada Rabbnya. Hal ini akan tampak pada perilaku anak yang saleh dan salihah, berjiwa penyayang, dan memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap sesama dan lingkungan.


Negara pun akan mendorong perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Negara akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan agar para suami mampu menjalankan perannya sebagai tulang punggung keluarga. Sehingga para wanita tidak perlu berbagi peran antara bekerja dan mengasuh anak. Hal ini penting agar orang tua mampu memaksimalkan potensi pengasuhan anak tanpa memikirkan pendidikan dan kesehatan yang mahal, susahnya mencari pekerjaan, dan mahalnya biaya hidup.


Anak-anak akan tumbuh dalam limpahan perhatian, kasih sayang dan didikan orangtuanya, khususnya ibu. Sehingga tidak akan kita dapati generasi muda yang minus kasih sayang yang bertindak tanpa arah, semaunya sendiri, apatis, dan cenderung mengikuti hawa nafsu. Islam sendiri mewajibkan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak yang saleh.


Anak-anak perempuan juga akan tumbuh menjadi pribadi yang lembut, penuh kasih, dan kuat akidahnya. Maka tidak akan kita dapati perempuan-perempuan pelaku tindak kekerasan (perundungan) kepada sesamanya.


Begitulah Islam dan seperangkat aturannya mampu menyolusi setiap permasalahan termasuk masalah perundungan. Sistem pemerintahan Islam akan membentuk generasi saleh taat syariat yang penuh kasih sayang terhadap sesama. Wallahualam bissawab. []