Baju Lebaran di Surga

Daftar Isi

 


SN.com | Cerpen |Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah hijau, hiduplah seorang ibu bernama Fatimah dan anaknya, Ahmad. Mereka tinggal dalam sebuah rumah sederhana dengan atap rumbia dan dinding tembok tanah liat. Meski hidup dalam keterbatasan, kebahagiaan selalu terpancar dari wajah mereka, terutama menjelang hari raya Idul Fitri.


"Ahmad, besok sudah Hari Raya. Kita harus bersiap-siap untuk merayakannya dengan gembira," ujar Fatimah sambil tersenyum lembut.


Ahmad, yang berusia sepuluh tahun, menatap ibunya dengan wajah penuh kekhawatiran. "Ibu, aku mau baju lebaran yang indah seperti teman-temanku. Bolehkah kita membelinya?"


Fatimah tersenyum pahit. Dia tahu bahwa uang yang dimilikinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Namun, dia tidak ingin Ahmad kecewa di hari yang begitu spesial itu.


"Ibu akan berusaha, Nak," jawab Fatimah dengan lembut. "Tapi ingatlah, kebahagiaan sejati tidak hanya datang dari baju baru. Yang lebih penting adalah kita bersyukur atas apa yang telah kita miliki."


Ahmad mengangguk, meskipun rasa kecewanya masih terasa. Dia pun pergi ke kamar dan berbaring di atas kasur anyaman sambil memikirkan baju lebaran impian yang tidak pernah terwujud.


Hari raya pun tiba. Ahmad dan Fatimah pergi ke masjid setelah menunaikan shalat Idul Fitri di pagi yang cerah. Meski pakaian mereka sederhana, tetapi senyum bahagia terukir di wajah mereka. Setelah shalat, mereka bertemu dengan tetangga dan teman-teman, saling bermaafan, dan berbagi kebahagiaan.


Saat sedang berjalan pulang, Ahmad melihat seorang pemulung tua yang duduk di pinggir jalan dengan pakaian kumal. Tanpa berpikir panjang, Ahmad berlari menuju ibunya dan berkata, "Ibu, aku ingin memberikan baju lebaranku pada kakek itu."


Fatimah terkejut, namun dia tersenyum bangga melihat kebaikan hati Ahmad. Mereka pun mendatangi kakek pemulung dan memberikan baju lebaran yang mereka miliki.


Kakek pemulung terharu. "Terima kasih, Nak. Ini adalah hadiah terindah yang pernah aku terima."


Saat melihat senyum bahagia kakek pemulung, Ahmad merasa sangat bahagia. "Ibu, aku sudah memiliki baju lebaran yang paling indah di dunia ini."


Fatimah tersenyum haru melihat kebaikan hati Ahmad. "Dan kau tahu, Nak, di syurga kelak, kita akan memiliki baju yang lebih indah dari yang bisa kita bayangkan. Baju yang tidak pernah luntur dan tidak pernah kumal. Itulah baju lebaran sejati yang kita impikan."


Ahmad mengangguk dengan penuh keyakinan. Meskipun tidak memiliki baju baru di dunia ini, dia merasa kaya akan kebahagiaan di hari raya Idul Fitri. Bersama ibunya, dia melangkah pulang dengan hati yang penuh syukur dan penuh harapan akan balasan indah dari Allah di akhirat nanti.


Dari saat itu, setiap kali Ahmad melihat baju lebaran di toko atau di iklan, dia akan tersenyum dan berkata dalam hati, "Ibu, aku sudah punya baju lebaran di syurga."

(Umi_Abi_Syifa_Sakinah_Chan)