Gaji Dosen Rendah, Kemuliaan Sang Pahlawan Terabaikan

Daftar Isi


Rendahnya gaji dosen atau pendidik menjadikan kualitas proses transfer ilmu menjadi rendah pula

negara punya andil atau tanggungjawab dalam mengurusi masalah yang dihadapi para pendidik


Penulis Rismawati Aisyacheng Pegiat Literasi AMK


Siddiq-news.com, OPINI -- Guru sering digelari sebagai sang pahlawan, karena ia mengemban amanah yang begitu besar yaitu mendidik generasi bangsa. Jika guru dianggap sang pahlawan maka dosen pun juga adalah sang pahlawan, sebab ia memiliki tugas yang sama yaitu memberi ilmu atau mendidik generasi ke tahap yang lebih tinggi menuju perubahan untuk menjadi agent of change (agen perubahan) dan calon-calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang.  

Namun, mirisnya kerja keras sang pahlawan ini seakan diabaikan oleh negara. Bagaimana tidak, upah yang mereka dapatkan tidaklah sebanding dengan lelahnya mereka mendidik banyak anak bangsa. 

Sebagaimana yang dilansir oleh tempo (02/05/2024) terkait gaji dosen yang rata-rata hanya mencapai kurang dari Rp3 juta. Hal ini dilaporkan sesuai hasil penelitian SPK (Serikat Pekerja Kampus) bahwa gaji dosen mayoritas yang mereka terima bersih kurang dari Rp3 juta pada kuartal pertama 2023. Sekalipun mereka adalah dosen yang telah lama mengabdi. Karena itu, ada hampir 76 persen dosen mengaku bahwa mereka harus mengambil kerja sampingan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, sebab gajinya rendah.

Selain itu, ternyata dosen di universitas swasta jauh lebih rawan terhadap gaji rendah. Peluang mereka tujuh kali lebih tinggi untuk menghasilkan upah atau gaji bersih kurang dari Rp2 juta. Karena itu, sebanyak 61 persen responden atau dosen di universitas swasta merasa kompensasi mereka tidak sejalan dengan beban kerja dan kualifikasi mereka. 

Fajri Siregar seorang anggota tim penelitian dan perkembangan SPK mengatakan bahwa beberapa dosen merasa kurang dihargai sebab upahnya tidak sebanding dengan kerja keras mereka mendidik anak bangsa yang memiliki watak masing-masing berbeda. Sehingga hal ini bisa mengurangi motivasi dan kinerja dosen dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

“Ini mempengaruhi motivasi dan keterlibatan mereka dalam tugas dosen,” kata Fajri Siregar melalui Zoom pada Rabu, 2 Mei 2024.

Fakta di atas membuat kita menyadari bahwa kemuliaan pendidik atau sang pahlawan kini telah terabaikan oleh sistem kapitalis. Alhasil, dampak dari pengabaian tersebut juga menjalar pada generasi yang dididik. Sebab, akibat gaji yang tak seberapa, maka para dosen, guru atau pendidik akhirnya dengan terpaksa memilih mencari pekerjaan sampingan yang mengakibatkan berkurangnya motivasi dan kinerja para pendidik dalam mendidik bibit-bibit agen perubahan. Oleh karena itu, tampaklah jelas banyak generasi bangsa saat ini juga mulai berkurang motivasinya dalam belajar, bahkan kuliah hanyalah dijadikan ajang untuk cari kerja agar dapat uang. 

Rendahnya gaji dosen atau pendidik menjadikan kualitas proses transfer ilmu menjadi rendah pula. Namun, hal tersebut tidak sepenuhnya kesalahan sang dosen, sebab walaupun mereka ikhlas dalam mendidik generasi bangsa, tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa dia memiliki peran lain sebagai ayah atau seorang suami yang butuh biaya untuk menafkahi keluarganya. Kondisi inilah yang membuatnya memilih untuk mengambil pekerjaan sampingan.

Oleh karena itu, dalam kasus ini negara punya andil atau tanggungjawab dalam mengurusi masalah yang dihadapi para pendidik. Bukan hanya sibuk memberi gaji para petinggi negara saja yang jelas-jelas, gelar mereka takkan pernah ada tanpa jasa seorang guru, dosen atau sang pendidik.

Beginilah kiranya jika sistem yang diemban adalah sistem Kapitalisme yang dasarnya hanya mementingkan materi semata. Materi yang juga hanya untuk diri mereka dan keluarganya serta kerabat lainnya yang dekat dengan mereka. Sehingga kemuliaan para pahlawan itu malah terabaikan dan jauh dari kata sejahtera. Para pemangku jabatan dalam sistem kapitalisme ini seolah tak tahu balas budi. 

Berbeda dalam sistem Islam yang sangat menjaga kemuliaan para pendidik. Sebab dalam sistem Islam menjadi guru, dosen atau pendidik adalah sebuah pekerjaan yang mulia yang harusnya dijaga kemuliaannya dan eksistensinya sebagai pendidik. Salah satu cara memuliakan para pendidik adalah memberikan upah yang setara  dengan perjuangan mereka, agar mereka lebih fokus pada tugasnya untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Tanpa harus memikirkan kekurangan biaya hidup untuk keluarganya. 

Jika kita merujuk pada kisah sang pemimpin hebat dan perkasa Umar bin Khattab, beliau sangat memuliakan para pendidik. Sehingga memberi penghargaan atau gaji yang fantastis pada seorang pendidik. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar, beliau memberi upah pada setiap guru masing-masing 15 dinar, adapun 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas. Maka, ketika  dikalkulasikan 15 dinar tersebut setara dengan uang 30 juta. Tentunya gaji itu di berikan kepada setiap guru tanpa memandang status honorer atau PNS. Sebab dalam Islam tidak ada istilah honorer atau PNS, karena bagi Islam semua pendidik harus menerima penghargaan yang sama dari negara. Oleh karena itu, yang penting dia adalah guru, dosen atau pendidik maka gajinya akan diberikan senilai 30 juta per bulannya.

Oleh karena itu, jika menginginkan terjaganya kemuliaan pada diri para pahlawan bangsa maka negara harus menyejahterakannya, agar dosen, guru atau pendidik tersebut tidak lagi mengambil pekerjaan di luar demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun, suatu keniscayaan mendapatkan kemuliaan yang terjaga dalam sistem kapitalisme yang rusak ini. Maka dari itu, para dosen atau pendidik membutuhkan sistem Islam untuk terus menjaga kemuliaan mereka. Sebab, sesungguhnya hanya sistem Islam atau negara Islamlah satu-satunya solusi agar pendidikan atau pendidik tak lagi diabaikan.  Wallahualam bissawab. []