Ilusi Pemberantasan Narkoba
Negara yang aturannya berdasarkan syariat Islam, penanganaan narkoba akan mencakup seluruh aspek
Mulai dari pencegahan melalui pendidikan akidah secara tuntas, peradilan terhadap para pengedar dan pengguna dengan sanksi ‘uqubat yang menjerakan, serta proses rehabilitasi yang efektif
Oleh apt. Siti Nur Fadillah, S.Farm
Pegiat Literasi
Siddiq-news.com, OPINI -- Berharap kasus narkoba menghilang nampaknya bak mimpi di siang bolong. Pasalnya kasus-kasus penyalahgunaan narkoba terus timbul tenggelam tak pernah usai. Modus-modus baru selalu muncul, mengelabui aparat yang bertugas. Seperti yang terjadi baru ini, Aparat Polda Kepulauan Riau menggagalkan upaya penyelundupan sabu cair sebanyak 13,2 liter. Sabu cair ini diduga akan dibawa ke luar wilayah provinsi setempat melalui Bandara Internasional Hang Nadim Batam. Direktur Reverse Narkoba Polda Kepulauan Riau, Donny Alexander, mengatakan sabu cair tersebut dimasukkan ke dalam botol minuman dan kemasan teh china (Kompas, 30/04/2024).
Kabar lain yang tidak kalah mengejutkan juga datang dari daerah Canggu, Badung Bali. Sebuah vila yang dihuni anak kembar WNA Ukraina memiliki kebun ganja hidroponik yang ditanam di lantai dua. Tidak hanya itu, di lantai bawah vila ditemukan pabrik produksi sabu-sabu dan ekstasi (Radar Bali, 09/05/2024). Mirisnya, kedua kasus di atas hanya setitik diantara lautan problem narkoba yang merajalela. Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengungkapkan kasus peredaran gelap narkoba dari September 2023 hingga Mei 2024 yang berhasil ditangkap adalah 28.382 tersangka (Warta Ekonomi, 11/05/2024). Angka ini tentu belum seluruhnya, sebab lebih banyak kasus yang lolos dibandingkan yang berhasil ditangkap.
Kondisi pahit ini kembali mengingatkan kita bahwa BNN sudah berdiri selama 12 tahun. Namun, hasil dari fungsinya sebagai badan yang mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba belum nyata terlihat. Penurunan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dari 1,95% menjadi 1,73% pada 2023, memang cukup signifikan (BNN, 28/12/2023). Namun, dengan hanya mengandalkan angka dan melupakan akar masalah sejati hanya akan memberikan ilusi yang melenakan.
Demokrasi menyuburkan adiksi
Kebenaran tentang ilusi pemberantasan narkoba dapat terbukti dari pernyataan seorang pengedar asal Iran. Saat pengedar tersebut ditanya mengapa dia menyasar Indonesia, dengan santai dia menjawab: “Saya orang bisnis, saya melihat Indonesia sebagai pasar yang bagus. Angka permintaannya naik terus, harganya bagus, dan hukum bisa dibeli” (BBC, 2018). Pernyataan singkat yang menusuk ini tentu tidak bisa disangkal, sebab memang seperti itulah faktanya.
Segudang upaya sudah dilakukan, namun hanya ilusi yang didapatkan. Jalan keluar yang nyata justru diabaikan. Jika ditelusuri, akar masalah sejati dari narkoba adalah karut marutnya sistem saat ini yaitu demokrasi. Sistem yang seluruh aturannya berasas kedaulatan rakyat. Menihilkan peran agama dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam tingkat negara, kejahatan demokrasi nampak dari masih banyak kompromi terhadap perkara halal-haram. Semuanya bertumpu pada keputusan ‘iya’ atau ‘tidak’nya suara mayoritas. Perkara haram dapat menjadi halal, maupun sebaliknya halal dapat menjadi haram. Terlebih keputusan tersebut sangat mudah dipengaruhi uang dan imbalan. Maka tak heran, rekayasa dan manipulasi biasa terjadi saat ada sekutu yang ingin bernegosiasi.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada tingkat aparat. Hukum yang ‘lunak’ ketika berhadapan dengan uang, tak ada pertimbangan halal haram sejauh hal tersebut menguntungkan. Maka tidak heran, semua aspek penanganan di Indonesia sangat minus. Pencegahan, penangkapan, peradilan, dan rehabilitasi tidak ada yang mampu menghentikan banjir narkoba ini. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Benny Mamoto, mantan Direktur Penindakan BNN, bahwa berdasarkan survei keberhasilan aparat membongkar penyelundupan narkoba hanya 10%. Penyelundupan yang berhasil masuk ke Indonesia diperkirakan lebih besar dibandingkan yang berhasil dibongkar aparat (BBC, 2018).
Kebobrokan negara dan aparat kini menyisakan rakyat yang harus berjuang melawan narkoba sendiri. Hanya berbekal pendidikan seadanya, kesadaran rendah, dan pengawalan negara yang minus, rakyat harus mandiri memerangi adiksi yang sulit diatasi. Permintaan konsumsi narkoba pun tidak berhasil ditekan, angka permintaan tetap melambung tinggi. Ketika rehabilitasi pun keberhasilannya hanya 44% (Berita Satu, 2015). Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang tahu betul bahwa hukum di Indonesia sangat elastis dan negotiable. Maka jelas sudah, bagaimanapun upaya yang dilakukan, selama demokrasi masih diamalkan, adiksi akan terus tumbuh sulit dikendalikan.
Islam solusi dari adiksi
Setelah memahami bahwa demokrasi tidak lebih dari sistem manipulatif dan negotiable, maka membuang demokrasi dan menggantinya dengan sistem yang tegas dan jelas adalah jalan keluarnya. Dan tidak ada sistem yang tegas dan jelas memperlakukan perkara haram kecuali Islam. Islam sejak awal tegas mengharamkan penggunaan narkoba diluar kepentingan medis. Sudah begitu banyak bukti betapa narkoba hanya mengundang mudharat di tangan orang yang tidak tepat. Selain karena merusak kerja otak, narkoba ikut merusak agama, jiwa, raga, kehormatan, dan harta. Dan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, jelas tidak akan menghalalkan satupun keburukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah,
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ´
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157).
Ketegasan Islam dalam memberantas narkoba akan sempurna jika diterapkan secara sistemis dengan dukungan 3 pilar yaitu individu, masyarakat dan negara. Pilar pertama, yaitu individu yang bertakwa kepada Allah. Tidak bisa dipungkiri, benteng terakhir dalam melawan godaan narkoba adalah pemahaman individu. Sebab keputusan ‘iya’ atau ‘tidak’ terhadap narkoba sangat bergantung pada pemahaman tersebut. Jika seorang Muslim bertaqwa pada Allah, ia sadar penuh bahwa setiap gerak-geriknya senantiasa dilihat oleh Allah, dan setiap tindakan akan diminta pertanggungjawaban. Sehingga ketika dia menjadi aparat dia akan menjadi aparat yang berintegritas, dan ketika menjadi bagian masyarakat dia mau mengingatkan sesama. Dan pola pikir tersebut tidak terlepas dari peran negara dalam menyediakan pendidikan secara baik, terutama perihal akidah.
Pilar kedua, yaitu masyarakat yang berdakwah. Islam memaknai masyarakat sebagai sekumpulan individu yang dihubungkan oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang satu. Ketika masyarakat sudah bersatu dalam ikatan Islam, fungsi masyarakat untuk saling mengingatkan, melindungi, dan menolong sesama Muslim akan terbentuk. Sebab Islam sangat paham tidak semua individu memilki kadar ketakwaan yang sama. Karenanya perlu kekuatan komunal yang menjauhkan individu dari kemaksiatan.
Pilar ketiga, negara yang menerapkan syariat Islam. Kita sudah tahu betul kebobrokan demokrasi ada pada hukum buatan manusia yang mudah dimanipulasi. Mencampakkan hukum Allah Sang Maha Sempurna, diganti dengan hukum buatan manusia yang hina dina. Sebaliknya jika hukum dibuat oleh Allah melalui Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka tidak mudah dimanipulasi atau direkayasa karena semua sudah tertera jelas dan tegas. Selain itu, dalam Islam meyakini Allah sebagai satu-satunya pembuat hukum, baik hukum terkait individu atau negara, adalah bagian dari keimanan.
وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ
“Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir” (QS. Al Maidah: 44)
Dalam sebuah negara yang aturannya berdasarkan syariat Islam, penanganaan narkoba akan mencakup seluruh aspek. Mulai dari pencegahan melalui pendidikan akidah secara tuntas, peradilan terhadap para pengedar dan pengguna dengan sanksi ‘uqubat yang menjerakan, serta proses rehabilitasi yang efektif. Ketiga pilar tersebut tidak akan mampu tegak secara sempurna, kecuali dengan tegaknya Daulah Islamiyyah. Daulah Islamiyyah seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah 14 abad lalu. Saat itu umat Islam hidup sejahtera dengan menyatukan agama dan negara. Keimanan dan ketaatan begitu lekat tidak bisa dipisahkan. Dan Daulah Islamiyyah inilah yang mampu memberikan solusi sempurna, bukan hanya ilusi semata. Wallahualam bissawab. []