Kursi Panas Pilkada Untuk Apa?

Daftar Isi

Hanya parpol Islam yang sahih yang tidak mau berada dalam jebakan demokrasi

Mereka tidak memerlukan anggotanya bertabur artis, melainkan menjaga anggotanya untuk memahami dan mengemban ideologi Islam


Penulis Iin Indrawati

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- DPD Golkar Jabar menyiapkan dua kader terbaik mereka untuk merebut kursi Bupati Kabupaten Bandung pada Pilkada 2024. Ketua DPD Golkar Jabar, Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengatakan bahwa kemenangan di Pilkada 2024, khususnya di Kabupaten Bandung, menjadi keharusan demi menjaga marwah partai.


Setengah tahun menjelang pemilihan bupati dan wakilnya tanggal 27 November 2024 mendatang, nama artis sudah dimunculkan untuk posisi wakil bupati, yakni Wakil Bupati Bandung Kang Sahrul Gunawan dan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung Kang Sugi (Sugianto) menjadi bakal calon Bupati Bandung (TRIBUNJABAR.ID, 11/5/2024). Dirinya berpesan, jangan pernah ada kader yang memiliki pikiran bahwa Golkar akan menjadi nomor dua di Pilkada Kabupaten Bandung.


Suara rakyat kembali diburu kursi panas Pilkada dengan menjaring pesohor ke jalan politik untuk meraih suara. Fenomena ini menunjukkan kegagalan parpol dalam melakukan kaderisasi. Mereka terlihat tidak percaya diri dengan kader yang dibinanya, sehingga memilih melamar artis untuk mencari simpatisan yang banyak. Ini wajar terjadi karena setiap orang memiliki kepentingan. Parpol akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan suara agar dapat menduduki kursi panas dengan harapan jika menang, bisa menyetir kebijakan.


Meski beberapa artis memiliki kemampuan berpolitik, ketika berhasil duduk di kursi dewan, mereka tidak bisa membawa perubahan yang signifikan bagi rakyat. Walhasil, muncul anggapan kepentingan yang ada hanya sebatas materi. Misalnya, ambisi untuk berkuasa, inginan mendapat kehormatan, gaji besar, fasilitas mewah, dsb.


Kontestasi Pilkada sejatinya bukan untuk kepentingan rakyat, namun demi kepentigan elite oligarki. Sudah banyak bukti, setelah para pemimpin terpilih dan menjabat, mereka sibuk untuk memperkaya diri dan golongan mereka. 


Fenomena ini menjadi alarm bagi demokrasi. Siapa pun dapat menjadi caleg atau wakil rakyat, tidak perlu memiliki keahlian atau pendidikan khusus. Cukup punya ketenaran, mereka sudah bisa menjadi anggota parpol dan tidak ada kualifikasi tertentu yang harus mereka penuhi. 


Demokrasi adalah tempat yang cocok bagi para politikus yang mementingkan kekuasaan saja. Parpol yang terjun dalam demokrasi hanya ingin berkuasa. Mereka tidak akan memperhatikan kebutuhan rakyat, malah berlomba untuk mendapatkan dukungan. Bukannya memikirkan nasib dan terjun ke masyarakat untuk memaksimalkan peran, malah menggaet para pesohor demi suara. Padahal, belum tentu para pesohor itu dapat memahami dan mewakili masyarakat, karena sebelumnya mereka tidak pernah terjun ke bawah.


Kekuasaan digunakan untuk gaya hidup hedon atau untuk memuluskan bisnis mereka, sedangkan legalitas kekuasaan di sistem demokrasi ditentukan oleh banyaknya suara. Inilah demokrasi, apa pun bisa dilakukan asalkan sesuai keinginan, yaitu mendapat suara terbanyak. Bagi parpol yang terjun dalam demokrasi, politik itu hanyalah kekuasaan. Mereka akan ramai berpolitik ketika sudah dekat dengan waktu pemilu. Tetapi setelah selesai, mereka diam melihat kebijakan yang menyengsarakan, bahkan malah mendukung kebijakan itu.


Lalu untuk memperpanjang masa eksistensi kekuasaan, parpol mengusung orang-orang yang memiliki popularitas, sedangkan kapabilitas kepemimpinannya tidak dipentingkan. Ini adalah suatu keniscayaan dalam sistem demokrasi, di mana para elite oligarki berburu kedudukan sebagai penguasa. Sebab kekuasaan dapat dijadikan sarana untuk dapat meraih materi dan kedudukan/prestise.


Umat sejatinya memerlukan pemimpin yang amanah dan berjiwa riayah (mengurusi). Hal ini tidak akan didapat dalam sistem yang bathil yaitu demokrasi. Pemimpin yang amanah akan lahir dari sistem yang shahih yaitu sistem politik Islam yang bernama sistem Khilafah.


Islam adalah ideologi yang memiliki sistem kehidupan secara menyeluruh. Islam memandang politik bukan hanya masalah kekuasaan, melainkan soal mengurusi urusan umat. Parpol tidak boleh sekadar fokus pada suara.


Parpol yang sahih dalam Islam harus dibangun atas pemikiran (fikrah) Islam sebagai ideologi, memiliki metode yang jelas (tarekat) dalam perjuangannya, diisi oleh anggota yang paham fikrah dan tarekatnya, serta diikat dengan ikatan akidah, yaitu Islam. 


Jadi, parpol Islam tidak akan menggaet figur hanya demi meraih suara. Namun, parpol akan menggembleng anggotanya untuk memahami terlebih dahulu fikrah dan tarekat partai sebelum membolehkan mereka masuk menjadi anggota.


Parpol Islam akan berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam, menjalankan perannya untuk mengoreksi penguasa, dan menyadarkan umat terhadap kebangkitan yang sahih. Hingga akhirnya, rakyat paham dan mendukung parpol Islam untuk memimpin mereka dengan ideologi Islam.


Parpol Islam akan benar-benar terjun dalam politik untuk mengurusi urusan rakyat, akan selalu mengingatkan penguasa jika ada kebijakan penguasa yang tidak sesuai Islam. Parpol Islam yang sahih juga tidak akan mengambil demokrasi sebagai jalan meraih kekuasaan. Kekuasaan menurut Islam adalah sebuah amanah yang berkonsekuensi riayah/pengurus yang akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat, dan bukan hal yang diperebutkan. Rasulullah saw. memberi peringatan bahwa kekuasaan bisa menjadikan seseorang mulia atau akan membuat hina.


Terkait kepala desa, dalam sistem Khilafah, mereka dikenal dengan sebutan wali/amil. Seorang wali bertanggung jawab di wilayah setingkat propinsi. Wilayah setingkat propinsi ini dibagi dalam beberapa imalah (setara kabupaten), penanggung jawabnya disebut amil. 


Baik wali maupun amil adalah wakil (naib al-khalifah) untuk memerintah dan mengurus daerah/negeri. Mereka adalah perpanjangan tangan khalifah dalam meriayah rakyat. Bukan penguasa tunggal daerah.


Untuk mencegah adanya penyelewengan hukum, seorang wali bertanggung jawab di depan khalifah dan majelis syura, dan bisa dipecat oleh khalifah, apabila dilaporkan oleh majelis syura. Majelis syura adalah perwakilan dari masyarakat wilayah setempat di mana wali atau amil berkuasa.


Kekuasaan dalan Islam hanya ditujukan untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt. secara praktis dan amar makruf nahi munkar. Tujuan yang demikian ini hanya dapat terwujud manakala tugas pemerintahan didelegasikan kepada ahlul taqwa (amanah) atau ahlul kifayah, yaitu orang-orang yang mempunyai kapabilitas. Semua ini akan terwujud ketika sistem Khilafah hadir di tengah umat.


Hanya parpol Islam yang sahih yang tidak mau berada dalam jebakan demokrasi. Mereka tidak memerlukan anggotanya bertabur artis, melainkan menjaga anggotanya untuk memahami dan mengemban ideologi Islam. Wallahualam bissawab. []